Sinopsis Reply 1988 Episode 20 Part 2
Sinopsis Reply 1988 Episode 20 Part
2
Seminggu
sebelum acara pernikahan Sunwoo dan Bora
Bora pulang ke
rumah usai bekerja. Didapatinya ibunya sedang sibuk memasak banyak jenis
makanan. Saat ia hendak membantu mencuci piring, ibunya dengan cepat
melarangnya. Kelak, kau akan mengerjakan yang lebih banyak kali (setelah
menjadi seorang ibu dan istri), begitu kata ibunya.
Air muka Bora
berubah sedih.
Noeul menonton
tivi, sambil bersenandung mengikuti lirik lagu grup penyanyi yang sedang
tampil. Sementara Dong Il, pria paro baya itu berulang kali memerhatikan sepatu
baru miliknya ketika Bora masuk ke ruang tengah. Ia mengucapkan terimakasih
pada Bora. Sepatunya sangat pas, akunya. Bora tersenyum, manis. ㅠ.ㅠ
Noeul bertanya
apakah Nunanya membelikan sepatu baru untuk ayah mereka? Ya, sahut Dong Il. Sepatu
untuk pernikahan Bora nanti.
Dong Il menyuruh
puteri tertuanya itu agar lekas tidur. Bora menukas saat itu bahkan belum pukul
9 malam. Entah kenapa malah Noeul yang kena pukul ayahnya. Disuruhnya Noeul
mengecilkan volume suara atau matikan saja tivi-nya. Bagaimana kakaknya bisa
tidur? Dari tatapannya, tampak benar Bora sedih melihat adiknya patuh—mematikan
tivi. Sekilas dilayangkannya pandangan ke arah ibunya yang mencuci piring—Il
Hwa tak sadar menarik napas panjang sejenak. Mata Bora berkaca-kaca.
Di rumah Sunwoo,
kesibukan juga terjadi. Ditemani Jinjoo, Sunyoung mengecek ulang apakah
undangan pernikahan anaknya sudah tepat sasaran/menjangkau seluruh keluarga dan
kenalan mereka.
“Pernikahan
kakak lusa. Walau ada yang terlupa, sudah terlalu terlambat kalau mau disebar
sekarang,” kata Jinjoo menyela ibunya.
Sunyoung
tertawa. “Kenapa tak ada yang tak diketahui Jinjoo?”
Jinjoo
menggidikan bahunya, ikut tertawa.
“Mana kakakmu?
Pengantin prianya?”
“Mungkin dengan
Bora Eonni? Mereka pacaran bertahun-tahun, tetapi dia masih sangat menyukainya.”
Jinjoo setengah ngedumel. ㅋㅋㅋ
Tapi benarkah
Sunwoo bersama Bora seperti yang dikatakan adiknya? Nope. Sunwoo menemui Choi Moosung untuk menyerahkan undangan
pernikahannya. Sebelumnya, Moosung memberikan sedikit petuah untuk anaknya itu. Sunwoo—yang terkenal sangat
detail dan teliti—agar bersikap sedikit
lentur dengan begitu rumah tanggamu akan terasa nyaman. Nantinya Bora akan
tetap bekerja juga, cuci bajumu dan urus makananmu sendiri.
Kata-kata Choi
Moosung benar-benar tulus. Ia bersikap layaknya seorang ayah yang akan melepas
putera kesayangannya meninggalkan rumah, untuk membangun rumah tangganya.
Sunwoo berjanji akan melakukan itu semua.
“Aku mungkin tak
sebaik Paman, tapi selama 8 tahun terakhir, aku sudah melihat dan belajar
banyak dari Paman. Aku akan melakukan yang terbaik, untuk setidaknya bisa menyerupai setengah orang seperti Paman,” ucap Sunwoo.
“Memangnya apa
yang sudah kulakukan?” Moosung merendah. Tiba-tiba, seolah menyadari sesuatu,
ia menatap Sunwoo sambil berucap, “Sejak kapan kau tumbuh dewasa seperti ini?
Dan sekarang kau akan menikah... Ibumu dan aku, kamu tak bersedih sama sekali. Aku
tak tahu yang lain, tapi aku percaya padamu. Hiduplah dengan baik, Sunwoo. Ok?”
Sunwoo
yang dinasehati, tapi kenapa mata saya yang berkaca-kaca ㅠ.ㅠ
Sunwoo akhirnya
menyerahkan undangan pernikahannya pada Moosung.
“Apa ini?”
“Undangan.”
“Kenapa memberi
Paman undangan?”
“Ini bukan
undangan yang sama yang kukirimkan pada orang rua dan rekan-rekanku. Kukirimkan
ini untuk orang terdekatku. Paman...” Sunwoo menatap Moosung. Sorot matanya
penuh haru. “Ini undanganku sesungguhnya.”
Moosung membuka
undangan tersebut,
Sung
Sunwoo, putera dari Kim Sun Young dan Choi Moo Sung
Moosung tak
kuasa menahan luapan rasa haru ketika membaca apa yang tertera di sana. Dipandanginya
Sunwoo dan undangan di tangannya secara bergantian.
“Paman akan
duduk di samping ibuku saat pernikahanku nanti, kan? Pastikan ibuku tak
kesepian dan duduklah di sampinya...” ucap Sunwoo pelan.
Moosung
bergeming, matanya basah.
“Mereka bilang
kita akan tumbuh dewasa ketika kita menikah. Aku pasti sudah dewasa...” tambah
Sunwoo seraya tersenyum.
Moosung mulai
menangis. Sunwoo menatapnya. “Paman, terimakasih untuk tak membiarkan ibuku
kesepian...”
Moosung hanya
bisa mengangguk.
Undangan
yang diberikan Sunwoo pada Moosung berbeda dari yang diberikannya pada orang
lain. Berbeda di mana kira-kira? Penulisan ayah mempelai pria. Di undangan yang
tersebar, yang tertera adalah nama mendiang ayah kandung Sunwoo. Sedangkan yang
diberikannya pada Moosung, nama Moosung-lah yang tertulis. Begitulah cara Sunwoo
menghargai Moosung sebagai ayahnya. Ia ingin agar Moosung menyadari terlepas
dari tidak adanya ikatan darah di antara mereka, Sunwoo sangat menghargai dan
menyayangi Moosung layaknya ayah kandungnya. Dan bahwa ia bersyukur ibunya
didampingi orang sebaik ayah Taek.
Di hari
selanjutnya, di rumah keluarga Sung. Calon mempelai perempuan—Bora sedang
membaca buku, ibunya menyetrika baju yang akan dikenakannya nanti, dan ayahnya
menggosok-gosok sepatu baru yang jelas-jelas sudah mengkilap begitu. Il Hwa
mendadak teringat kelupaan membeli satu keperluan pernikahan Bora nanti. Ia
tetap pergi meski Bora melarangnya. Tak berapa lama Noeul juga ikut keluar—ke
rumah teman, pamitnya. Dan tinggalah Bora berdua saja dengan ayahnya. Awkward. ☺
Bora di kamar,
telepon-an dengan calon suaminya. Aheeem. Bora curhat pada Sunwoo. Suasana rumahnya berubah aneh seminggu
belakangan.
“Bagaimana?”
tanya Sunwoo.
“Rasanya seperti
aku menjadi tamu.”
“Keluargamu jadi
bersikap sangat baik padamu, kan? Di sini sama saja. Orangtuamu melakukan itu
karena mereka merasa sedih. Aigooo, aku merasa sedih tanpa alasan.”
“Kapan pun
mereka melihatku, mereka menyuruhku tidur atau istirahat. Sunwoo-ya, aku pasti sudah
menjadi orang asing sekarang.”
“Kenapa kau tak
berusaha mengubah suasananya? Atau kalian tak coba ngobrol tentang masa lalu? Gunakan kesempatan ini...”
Mendengarnya,
Bora mendecih lalu tertawa. “Kau tak tahu apa yang sedang kau ucapkan. Jika
keluargaku mulai membicarakan masa lalu, kami akan tenggelam dalam lautan air
mata.”
“Benarkah? Aku
takkan meminta bertemu denganmu hari ini. Gunakan waktu terakhirmu bersama
keluargamu. Kali ini, aku akan mengalah.”
“Aku juga ingin
melakukan itu, tapi kelihatannya semua orang sibuk. Ibu ke toko, Noeul bertemu
temannya. Deokseon sedang bertugas. Hanya ada aku dan ayah di rumah.”
“Kalau begitu
ngobrolah dengan ayahmu sekali ini! Aigooo, kalian berdua sama-sama tak pandai
ngobrol. Atau... kau bisa keluar sebentar untuk makan siang.”
Bora tersadar. “Ya!
Sudah waktunya makan siang? Tutup dulu. Ayahku mungkin lapar.”
Obrolan telepon
itu selesai. Bora beranjak keluar, ia baru saja hendak menyiapkan sesuatu untuk
ayahnya, tapi ternyata ayahnya sudah memasak nasi goreng kesukaan Bora. Mereka
pun duduk berhadapan. Bora segera menyendokkan nasi goreng ke mulutnya. Ayahnya
terlihat kikuk.
“Ng... apakah
semua sudah siap?” tanya Dong Il membuka percakapan.
“Ya.” Bora
menyahut pendek.
Hening
sepersekian detik.
“Mau kubawakan
sup supaya nasinya cepat *turun?” (*Untuk memperlancar pencernaan maksudnya).
“Tidak apa-apa. Ayah
sebaiknya makan.”
“Ya...”
Tapi Dong Il
belum juga menyentuh sendoknya. Ia masih betah
mengamati puterinya makan.
“Apakah
sepatunya pas?” Bora bertanya. Matanya tak menatap ayahnya, melainkan ke arah
meja makan.
“Ya. Sangat pas.
Bagaimana kau bisa tahu ukuran sepatu
ayah?”
... dan butuh
beberapa jenak bagi Dong Il untuk bisa menyendok nasi goreng itu.
Ia
menyayangi Bora, demikian pula sebaliknya. Kita tahu. Tapi ada sesuatu pada
hubungan ayah-anak ini yang membuat mereka tampak tak dekat satu sama lain.
Mungkin karena mereka memiliki karakter serupa—tak pandai menunjukkan rasa
sayang secara gamblang seperti Deokseon. Lihat bagaimana Bora memberikan kemeja
untuk ayahnya, melalui ibunya. Dan lihat betapa tak naturalnya Dong Il
meletakkan makanan di atas sendok Bora. Kenyataan bahwa mereka benar-benar
saling menyayangi membuat scene ini terasa sedih berkali-kali lipat. Dengan
sifatnya yang seperti ini, Bora dan Sunwoo memang ditakdirkan bersama. Sunwoo,
pria yang tak sungkan mengungkapkan perasaan secara terang-terangan.
Hari Pernikahan Sunwoo-Bora
Pihak keluarga,
sanak famili, sahabat serta rekan-rekan kedua mempelai sudah hadir. Kita bisa
melihat Michael, Jinjoo, nenek Sunwoo dari garis ayah kandungnya, paman-paman
dari garis ibunya. Ada pula Jungbong dan
Man Ok, Ja Hyun, Orangtua Dongryong, Uri Taekiiiiiiiiiiii yang guanteeeeeng
*gue emang bias, mau apa lo? ㅋㅋㅋㅋ kidding,
beib.* Di samping Taeki ada Noeul yang makin hari kok
makin keliatan tamvan dan fresh.
Eciiieee Taeki deket-deket calon dedek ipar. Il Hwa, Moosung, Sunyoung yang
terlihat tak tenang—antara gugup, sedih dan aneka perasaan lainnya yang campur
aduk. Moosung menepuk-nepuk tangan Sunyoung, berusaha menenangkan. Terdengar
suara Dongryong dari mic MC,
bahwa acara akan segera dimulai.
Pemandangan lain, terlihat Kim Sajang dan Miran baru datang. Tak lupa mampir
deretan kursi Jungbong, menyapa serta calon menantu—Man Ok. Ehm. Bukan Miran
namanya kalo gak bikin heboh ㅋㅋㅋ Sampai-sampai ditegur Dongryong saking
berisiknya.
“Mrs. Cheetah
dari Ssangmundong! Jika Mrs. Cheetah dari Ssangmunding diam, kita bisa memulai
acara.”
Ditegur
demikian, Miran sempat-sempatnya ngomel ㅋㅋㅋ
Tamu terakhir
yang masuk adalah Letnan Kim er Junghwan maksudnya. Sayang yah di sini sudah
gak berlaku bintang utama selalu datang
terlambat. Habisnya Deokseon udah jelas sama Taeki, dan Junghwan gak punya
kesempatan lagi. Telat ya telat, gak bisa memutar kembali waktu yang sudah
lewat. Makanya, ketika kesempatan itu datang padamu, rebut secepat yang kamu
bisa. Ga ada yang bisa menjamin kesempatan yang sama akan datang kedua kali. See, Taek tahu jika ia tak mengambil
kesempatan memastikan hubungannya
dengan Deokseon di China—ep 19, ia mungkin akan kehilangan Deokseon. Sebenarnya
Taek beruntung mendapatkan kesempatan
kedua setelah memutuskan melepaskan Deokseon
di ep 16. Kesimpulannya, Taek-Deokseon emang udah jodoh sejak Taek dan ayahnya
pindah ke Ssangmundong. Mau diapain juga, namanya jodoh ya gak bakal ke
mana-mana. Kalo ke mana-mana namanya bukan jodoh tapi PHP *hualaaaaaah Azz
ngaco ㅋㅋㅋ
Junghwan
ngomel-ngomel, gara-gara Dongryong, seluruh tamu di ruangan itu kompak menatap
ke arahnya. Dia mengambil duduk di dekat Taek.
“Ya! kubilang
aku yang jadi MC-nya,” gerutunya pada Taek.
“Kau hampir tak
bisa ke sini dari Sacheon. Dongryong tak apa. Jangan khawatir,” sahut Taek.
“Kau lihat
Sunwoo? Dia tampak gila. Dia tak bisa mengontrol ekspresi wajahnya.”
Junghwan dan
Taek tertawa. ㅠ.ㅠ bring back my Ssangmundong kids
juseyo. I miss them so much ㅠ.ㅠ
Acara dimulai.
Pengantin pria memasuki ruangan. Sunwoo ganteng.
“Senyumnya lebar
sekali...” Junghwan tak percaya. Taek tertawa sangat lebaaaar. For his brother ㅠ.ㅠ I need my Ssangmundong boys, right
now!
Di luar ruangan,
dekat pintu masuk, Bora ditemani ayahnya dan Deokseon. Deokseon memastikan gaun
Bora terlihat rapi.
“Ayah, apakah ayah
gugup?” tanya Deokseon saat dilihatnya ayahnya berdiri tak nyaman. “Jalan
sewajarnya. Jangan sampai terjatuh.” Usai berkata demikian, tatapan Deokseon
diarahkan ke sepatu ayahnya. Dihampirinya ayahnya sambil bertanya. “Ayah,
tidakkah sepatu ayah kebesaran? Bagaimana kalau terlepas?” Ia berbisik agar tak
didengar Bora.
“Tidak apa-apa. Sudah
pas kok,” kilah ayahnya.
Deokseon
merunduk. Dimasukannya beberapa helai tisu ke bagian belakang sepatu ayahnya.
Ah. Deokseon.... siapa yang tidak bangga memiliki puteri yang begitu perhatian
dan pengertian seperti dia? Deokseon yang selalu menjadi orang terakhir yang
menerima perhatian dari keluarganya... Deokseon yang tidak terlalu pintar dalam
mata pelajaran di sekolah... Deokseon yang... Aigoooo my eyes ㅠ.ㅠ
“Semuanya!
Inilah inti acara. Sejenak, mohon berbalik!” Terdengar suara
Dongryong.
Dari pintu
masuk, tampak Bora dituntun ayahnya memasuki altar diiringi tepuk tangan riuh
para hadirin.
“Mempelai
wanita akan memasuki altar, lebih cantik dan anggun dari biasanya... mohon
tepuk tangannya! Pengantin, silakan masuk!”
Sung Dong Il
akhirnya menyerahkan perwalian puterinya
pada Sunwoo.
“Ya, Bora nuna
benar-benar cantik....” Taek menoleh pada Deokseon yang duduk di sampingnya,
hanya untuk melihat betapa kacaunya make
up kekasihnya HAHAHAHA. Maskaranya luntur gara-gara kebanyakan nangis.
Ekspresinya Taek HAHAHAHA. Gak papa. Di mata Taek, Deokseon selalu terlihat
cantik kok. HAHAHAHAHA. ♪...and if my
love is blind, I don’t wanna see the light ♪ ㅋㅋㅋ
Akad nikahnya
berlangsung khidmat. Saat memberikan penghormatan pada ayah-ibunya, Bora tak
bisa menahan tangisnya. Ia tak sengaja melihat tisu yang menyembul dari
belakang sepatunya. Ia baru menyadari bahwa ayahnya berbohong kalau ukuran
sepatu itu cocok demi menjaga perasaannya. Hal yang sama dilakukan ayahnya
ketika memakai kemeja hadiah dari Bora.
Tanpa
merusak keharuan secene ini, saya makin sedih melihat nun di belakang Dong Il ada
Taek yang ikut menangis—di saat aktor/aktris lainnya hanya terlihat terharu.
Bogum-ah.... Aigo, uri Bogumi benar-benar terbawa suasana, mengingat dia bisa
menangis bahkan hanya dengan membaca skrip, saya gak heran....
ㅠ.ㅠ
Bora terisak
meski ayahnya memberikan isyarat agar ia jangan menangis.
Rangkaian acara
berikutnya adalah sesi foto bersama.
Ada
yang bisa membantu saya mencari sosok Junghwan di foto ini? Taeki megang tangan
adeknya. Jinjoo beruntung banget punya dua oppa kayak Sunwoo dan Taek. Mau dooong
Hayati diadopsi Keluarga Choi... ㅠ.ㅠ
Next,
giliran
segmen “Sunwoo, ayo foto bareng!” kata Dongryong. Maksudnya, foto bareng geng
Ssangmundong.
“Semua, ayo ke
depan! Apa yang sedang kalian lakukan? Deokseoni eodini?” seru Dongryong jenaka.
Dongryong... Ah.
ㅋㅋㅋㅋ
Taek, Dongryong,
Deokseon dan Junghwan naik ke altar bersama Sunwoo dan Bora.
“Deokseon-ah,
kenapa dengan matamu? Apa kau panda?” goda Dongryong. Tertawa.
“Diam!” cetus
Deokseon galak.
Masih dengan
wajah tersenyum Dongryong beralih ke juru fotonya. “Ajussi, tolong ambil yang
bagus, ya!” pintanya sungguh-sungguh.
“Teman?” tanya
ajussi-nya.
“Ya, mereka
tetanggaku. Tolong ambil yang bagus!” Sunwoo menjawab.
“Apa itu
sebabnya kalian mirip satu sama lain.” Komentar ajussi bikin mereka tertawa.
Bora menoleh pada Deokseon. Mereka sekilas saling menatap. Bora meraih tangan
adiknya, menggenggamnya.
“Kalau kuhitung ‘satu, dua, tiga’, senyum
yang lebar untukku! Hana dul saet!”
ㅠ.ㅠ
Dong Il mencegat
Deokseon dan Noeul di lobi, bertanya apakah Bora sudah pergi. Tentu saja belum,
kata Noeul. Bora tidak mungkin pergi tanpa kehadiran ayahnya. Deokseon
buru-buru mau ke toilet. Ia menitipkan tasnya pada Noeul dan tas Bora pada
ayahnya.
Dua pihak
keluarga melepas pengantin bulan madu. Il Hwa masih belum bisa sepenuhnya
melepas kesedihannya. Bora menghiburnya. Ia juga memeluk ibunya dan mengucapkan
terimakasih telah membesarkannya dengan baik. Pada ayahnya, Bora menyerahkan
sepucuk surat.
Dan
taraaaaaaaaa, Taeki jadi sopir ㅋㅋㅋㅋ Gak papa, masih ganteng kok *plak*
Moosung mengajak
mereka pulang dan mengusulkan bagaimana kalau ada acara minum-minum sekompleks
Ssangmundong? Il Hwa setuju. Saat itu mereka baru menyadari Dong Il menghilang,
padahal ia masih di sana beberapa menit lalu.
Dalam mobil yang
dikemudikan pak sopir kita yang ganteng—Taek, Bora masih menangis.
“Aku tak
menyadari Bora-ku, punya banyak air
mata...” canda Sunwoo.
“Ya. Aku juga
tak menyadarinya...” timpal Bora. Masih menangis. Ia membuka tas, mengambil
sapu tangan dan.... ditemukannya sepucuk surat. Dari ayahnya.
Masih di
ruangan yang dijadikan tempat pernikahan. Para tamu sudah banyak yang pulang.
Dong Il duduk di salah satu kursi. Ia membuka surat dari Bora dan mulai
membaca.
Untuk
ayahku tersayang,
Aku
pikir aku tidak bisa mengatakannya dengan kata-kata, sebab itulah aku menulis
sebuah surat.
Mengapa
aku tidak pernah bisa mengungkapkannya secara langsung? Kurasa karena aku
terlalu mirip denganmu, Ayah.
Ayah,
aku tidak pernah tahu semua yang ayah rasakan.
Aku
tahu, ketika ayah memanggil namaku, “Bora-ya...”, saat itu ayah hanya meminta
agar aku menoleh padamu.
Dan
ketika ayah meletakkan makanan di atas nasiku, aku tahu itu artinya kau
menyayangiku.
Mengapa
aku berpura-pura tidak menyadarinya? Itulah yang paling menyakitkan
hatiku—berpura-pura tak peduli padamu. Maafkan aku, ayah...
Ayah,
aku ingin menatap wajahmu dan mengatakan sesuatu padamu sebelum pernikahanku.
Tetapi aku akhirnya mengatakannya melalui surat ini. Aku, anak perempuanmu yang
punya terlalu banyak hal yang harus kumintai maaf padamu. Karena aku merasa aku
akan menangis meski hanya dengan mendengar atau membaca kata “Ayah”.
Ayah,
aku mencintamu... dan terima kasih.
Aku
akan hidup bahagia bersama Sunwoo, karena dengan itu ibu dan ayah tidak akan
merasa khawatir.
Meskipun
hanya sebuah rumah bawah tanah, aku menerima banyak cinta.
Ayah, jika aku terlahir kembali, aku ingin terlahir
kembali sebagai puterimu.
Ayah,
maafkan aku, dan aku mencintaimu...
Dong Il
menangis. Saya juga ㅠ.ㅠ
Giliran Bora
yang membuka dan membaca surat dari ayahnya.
Untuk
puteriku tersayang
Bora-ya...
Pasti,
ini waktu yang sama, sekitar 27 tahun lalu. Kudengar ibumu berteriak lalu
terdengar suara tangisan sesudahnya. Ayahmu masih bisa mendengarnya. Kapan
sesuatu yang kecil sepertimu, tumbuh cepat lalu menikah?
Bora-ya...
Sejak
kau lahir, dan setiap momen antara dulu dan sekarang, jangan lupa, kau selalu
menjadi permata ayah yang paling berharga.
Aku
mencintaimu, puteriku...
Terimakasih
telah terlahir sebagai puteriku.
Tangis Bora
makin menjadi-jadi. Sunwoo beringsut dan memeluk istrinya.
=2016=
Taek dan
Deokseon menatap foto pernikahan SunBora bersama geng Ssangmundong lainnya.
Taek menunjuk wajah Deokseon yang... pada tau sendiri kenapa ㅋㅋㅋ
“Tak bisakah
kita memperbaiki ini dengan photoshop atau lainnya?” tanya Deokseon. Yang dia
maksud adalah maskaranya.... ☺
“Apa yang salah
dengan itu? Itu adalah bagian dari kenangan kita,” sela Taek.
“Siapa yang
menyuruhmu menangis sebanyak itu di pernikahanku?” tambah Bora, yang saat itu
kebetulan datang berkunjung ke rumah adiknya.
“Lihat, siapa
yang bicara. Aku tidak menangis sebanyak yang kau lakukan,” Deokseon membela
diri.
Ponsel Bora
berdering. Stalker tertulis sebagai
inisial si penelepon. Stalker itu tak
lain tak bukan adalah.... Sunwoo! ㅋㅋㅋ
“Oh, yeobo!”
sambut Bora.
“Kau di mana?”
“Di rumah
Deokseon.”
“Lagi?”
“Apa maksudmu, ‘lagi’? Aku ke sini minum kopi.”
“Ulang tahun
ayahmu sebentar lagi. Sudah putuskan kadonya apa?”
“Belum. Nanti
saja kupilih sendiri. Kau tidak sibuk?”
“Aku sibuk. Bye!”
Begitu saja. Awalnya... ㅋㅋㅋ
Bora meletakkan
ponselnya di atas meja. Ia beralih pada Deokseon dan Taek. “Tim itu—interview,
pasti mengganggu kalian, ya?”
“Tidak—“
“Mereka bilang
hanya wawancara sekali...”
Obrolan itu
terputus. Stalker is calling.... Bora
menarik napas panjang sebelum mengangkat telepon itu.
“Oh, Jagiya...”
“Bagaimana kalau
sepatu lari? Ayah terlihat keren memakainya.” Suara Sunwoo di seberang sana
“Ya. Ide bagus.”
Bora terdengar seperti menahan geram.
Deokseon dan
suaminya mulai merasakan firasat tak enak HAHAHAHA.
“.... Tapi yeobo. Aku saja yang membelinya. Kembalilah
kerja.” Suara Bora masih lembut.
“Ok!” Sunwoo
berseru ceria. Telepon terputus. Bora kembali membahas topik wawancara yang
dijalani Taek dan Deokseon.
“Apa temanya?
Ah, ya...” Bora berusaha mengingat. “Masa muda? Kurasa temanya tentang masa
muda.”
Telepon
berdering lagi. Taek dan Deokseon saling lirik. ㅋㅋㅋㅋ
“Yeoboseyo!”
Bora masih berusaha menahan kesal. No Yeobo, no Jagiya HAHAHA. Di seberang
sana Sunwoo bersuara dengan sangat ceria.
“Sayang, apa sebaiknya kita belikan ayah sandal? Bagaimana menurutmu? Tidak
buruk, kan? “
Taek mulai
menghitung mundur... 4...
Sunwoo masih
bicara. “Kalau kau beli, belilah sepatu berukuran besar.”
... 3, 2, 1
Bora berdiri
kesal. “Sudah kubilang aku akan mengurusnya! Ya! Berapa kali dalam sehari kau
telepon aku? Kita bisa bicarakan di rumah! Jika kau menelepon sekali lagi, aku
akan... khuackk! *mengeluarkan suara
seperti ancaman*... paham?” Kesabaran Bora jebol gara-gara stalker ㅋㅋㅋㅋ
“Ya, ok. Aku
tutup.”
Panggilan
telepon selesai. Bora duduk kembali. “Apa yang kita bicarakan tadi?” Bora
sampai lupa apa yang mereka obrolkan sebelumnya. Stalker oh stalker...
Deokseon menoleh
pada Taek sekilas, sambil tertawa ia membalas ucapan kakaknya. “Tidak ada.”
Bora meminum
kopinya.
“Sepertinya
sepatu lari untuk ayah bagus untuk hadiah ulang tahunnya. Perlu kubelikan?
Ukuran ayah 270, kan?” tanya Deokseon.
“Sepatu lari
ukurannya 275 dan sepatu resmi 270. Tapi berbeda, tergantung merek apa. Biar
aku saja yang membelinya.”
Ah
ya... Bora akhirnya tahu nomor sepatu ayahnya. Ia bahkan menghapal detail yang
cocok untuknya ☺
Pesan singkat
dari Sunwoo masuk.
=Kau marah? Maaf. Kapan kau pulang?=
Kekesalan Bora
tak tertanggungkan lagi. Ia mengomel. Diambilnya tas dan jaketnya sambil
berdiri. Pamitan pada Deokseon dan Taek.
“Temanmu bakal
mati hari ini!” ancamnya.
Deokseon tak
berkomentar hanya ekspresi wajahnya yang keliatan... um, ngeri? Taek ketawa
saja.
Interview
terakhir
“Dia—Taek—bukan
lagi bintang besar di kompleks kami,” ucap Deokseon pada orang yang
mewawancarainya. Tanpa mengalihkan pandangannya, diambilnya toples yang
tutupnya sangat sulit dibuka Taek—Taek mah
tutup bungkusan eskrim aja susah dibuka ckckck. “Kim Jung Bong, kan?”
tanyanya memastikan pada Taek. Tutup toplesnya akhirnya terbuka. Taek
mengi-yakan—Jungbong is the next star di ‘kompleks
Ssangmundong’.
“Jungbong jadi
sangat terkenal. Belakangan ini... kau tahu, Home Cooking Chef Bong... Kau tahu acara itu, Chef Bong, benar kan? Aku menontonnya. Tapi aku melihatnya memasak.
Dan dia masih sama seperti dulu,” kata Taek setengah menerawang.
Deokseon
mengangguk.
“Dia dulu sangat
suka gula,” tambah Taek.
“Benar. Ramyun
Jungbong Oppa masih jadi favoritku.
Man Ok pasti sangat bahagia, ya? Suaminya koki yang hebat.”
“Nanti malam
akan kumasakkan kau ramyun!” sela Taek dengan percaya dirinya. Deokseon bilang
tidak usah. Semacam kayak ‘No, thanks’ tapi
dengan ekspresi wajah kasihan. Gak di
tahun 88, sampai di tahun 2016 gak ada yang percaya pada ramyun buatan Taek.
Melihat bagaimana reaksi teman-temannya, sepertinya sebelumnya Taek sudah
pernah membuat ramyun tapi gagal total, makanya mereka kapok meminta Taek bikin
mie sekali lagi. Atau—mereka belum mencicipi ramyun ala Taek, karena gak percaya Taek bisa memasaknya. Hemat kata,
mereka gak mau ambil resiko makan mie buatan pemain baduk profesional ㅋㅋㅋㅋ
Pewawancara
mengucapkan terimkasih, mungkin ucapan selamat tinggal juga mengingat itu
adalah wawancara terakhir—dan episode terakhir.
Merekalah yang
seharusnya berterima kasih, menurut Deokseon. Setelah membicarakan tentang masa
muda, Taek baru menyadari mereka sangat bahagia pernah tinggal di Ssangmundong—na do, saya sangat menikmati mengenal dan
akrab dengan suasana dan orang-orang di Ssangmundong.
Mereka lalu
membahas soal kepindahan para penghuni Ssangmundong. Keluarga Taek yang pindah
duluan. Il Hwa menangis sejadi-jadinya. Deokseon merasa ibunya menangis lebih
dari saat kematian neneknya.
Sunyoung pamitan
pada Il Hwa dan Miran. Mereka saling bertangisan ㅠ.ㅠ
Dinarasikan oleh Deokseon
Yang
pertama meninggalkan Ssangmundong adalah Taek dan Sunwoo. Paman Moosung dan
Bibi Sunyoung tinggal di apartemen baru sebelum menua. Mereka meninggalkan
kompleks ini pertama.
Selanjutnya
adalah keluarga Dongryong. Dan selanjutnya, Cheetah abadi Ssangmundong
meninggalkan kompleks ini.
Keluarga
terakhir yang pindah adalah kami.
Noeul memanggil
Deokseon supaya cepat-cepat ke mobil. Sebentar lagi mereka akan berangkat.
Dengan
pindahnya keluarga kami, jalan Ssangmundong 10-2 menjadi sepi.
Kali kedua Noeul
memanggil kakaknya. Deokseon segera berlari ke mobilnya.
Pak Sopir
bertanya ke mana Sung Family akan pindah?
“Agak jauh dari
sini,” sahut Sung Appa. “Bangyo. Kita ke Bangyo.”
“Oh, baiklah. Kau
benar-benar pergi begitu jauh. Kau pasti mau bertani?”
“Apa?” Sung Appa kaget.
“Tidak ada
apa-apa di sana,” kata si sopir.
... Sung Dong Il
speechless. HAHAHAHA. Kim Appa sukses
menipunya. Tapi tahun itu masih 90an.
Bangyo kelak akan menjadi sebuah tempat yang ramai, bukan?
Jika ditanya
apakah ia ingin kembali ke saat itu, Taek menjawab tak mau. Ia tak mau kembali
ke saat-saat itu. Ia sudah senang dengan keadaannya yang sekarang. Kembali ke
masa itu, ia adalah orang yang sangat sensitif. Belakangan ini, ia pikir ia
menyukai cahaya matahari dan dia bisa mendengar air hujan. Ia lebih suka saat
ini. Tapi—jika mereka kembali ke masa itu, ada satu yang ingin dilakukan Taek. Menghabiskan
setiap malam bermain bersama gang Ssangmundong di kamarnya. Main Blue Marble,
membuat ramyun, menonton film, bila tanpa mereka, ia tak ingin kembali ke sana.
Sedangkan
Deokseon, ia ingin kembali. Kenapa? Taek bertanya. Ada satu orang yang ingin ia
temui. Siapa? Tak lain tak bukan, adalah orangtuanya. Saat mereka masih muda
dan terlihat sebesar gunung. Orang tua yang muda dan sebesar gunung, Deokseon
ingin melihat mereka. Deokseon tak bisa menahan air matanya.
“Mereka sudah
tua, bukan?”
Taek mengelus
tangan istrinya. “Apa yang bisa kita lakukan pada waktu yang berlalu?”
Deokseon menyeka
ujung matanya yang basah. “Kau tahu lagu Youth yang dinyanyikan Kim Chang
Wan? Dulu saat mendengarnya pertama kali di masa lalu, tak benar-benar
menyentuh hatiku.
“Tapi sekarang
kau merasakannya kan?”
“Ya. Rasanya
lagu itu adalah tentang diriku.” Deokseon menghela napas berat. “Sepertinya
hari seperti ini akan datang padaku.”
“Kau merasa
sudah tua sekarang?” goda Taek.
Deokseon
mengangguk, setengah menerawang.
“Mau ke
Ssangmundong akhir pekan nanti?” tawar Taek.
“Tidak. Tempat
itu sudah berubah drastis. Banyak apartemen bertingkat di sana.”
“Bisa berubah
sedrastis itu?”
“Yah. Kau akan
trauma pergi ke sana,” kata Deokseon. Ia ke sana sekira 10 tahun silam. Tempat
itu sudah terlihat sangat berbeda. Adalah pilihan terbaik tak ke sana.
Ada kilas balik
setelah Ssangmundong dikosongkan. Sedih ㅠ.ㅠ
Saat
aku ke sana mencari jalan kompleks kami, jalannya sudah sangat tua. Kau bisa
merasakan waktu telah berlalu. Aku tak bisa kembali ke masa muda, atau ke jalan
ini. Keduanya sama.
Waktu
selalu berlalu. Semua akan berlalu. Mungkin itu sebabnya masa muda indah. Berseri,
sangat ceria dan dalam sesaat. Tapi kau takkan pernah bisa kembali ke sana.
Saat
di mana air mata menetes...
Masa
mudaku begitu juga.
Sebuah pintu
terbuka...
Kamar Taek.
Empat orang yang
sedang menonton tivi sontak menoleh ke arah pintu. Sunwoo, Dongryong, Taek,
Junghwan.... ㅠ.ㅠ
“Ya! Last place! Kenapa kau selalu datang
terlambat?” cetus Junghwan.
“Kau sudah
datang?” sambut Taek tersenyum.
“Kenapa baru
datang, Deokseon?” tanya Dongryong.
“Cepat ke sini,
Deokseon-ah!” panggil Sunwoo.
Deokseon berdiri
di ambang pintu yang terbuka. Air matanya bergulir jatuh. “Kenapa kalian di
sini?”
“Apa maksudmu?
Memangnya kita biasa di mana? Cepat ke sini! Kita menyewa film!” kata Junghwan.
Sunwoo bertanya
apakah Bora memukulnya lagi? Deokseon menggeleng. Filmnya sudah dimulai, kata
Dongryong. Taek tersenyum lebar, diajaknya Deokseon agar segera duduk.
Film yang mereka
tonton masih film yang sama yang mereka tonton di episode pertama, A Better
Tomorrow. Deokseon, Dongryong dan Sunwoo ikutan nyanyi Ost-nya ㅋㅋㅋ
“Tunggu!” sela
Sunwoo. Raut wajahnya tak sedap. “Kau kentut, kan?” tanyanya pada Dongryong.
“Kentut, kentut.
Kapan aku kentut?” elak Dongryong. “Sunwoo-ya, kau pikir aku kentut di depan—“
Dongryong mengangkat selimut yang sedari tadi menutupi separuh tubuh bagian
bawahnya. Taek sudah batuk-batuk duluan. Gak kebayang gimana bau-nya kentut
Dongryong. Taek sampe kayak kehabisan napas begitu HAHAHAHA. Seketika acara
nobarnya jadi kacau dan heboh.
Junghwan
menyuruh teman-temannya diam sebentar. Ia seperti mendengar suara ibunya.
Yep. Miran eomma
berteriak kenceeeeng manggil Junghwan makan.
Kembali ke
episode 1 ketika satu persatu emak-emak manggil anaknya pulang makan. Ra Miran,
Sunyoung, dan Deokseon. Satu persatu
anak-anak meninggalkan kamar Taek menyisakkan Taek seorang diri. Lalu datanglah
Moosung memamggil puteranya, makan.
Kembali ke masa
kanak-kanak kelima anak-anak geng Ssangmundong kita....
1988.
inilah akhir kisah Ssangmundon kami.
Merindukan
saat itu dan merindukan jalan itu, bukan karena kerinduanku pada masa mudaku. Tempat
masa muda ayahku, masa muda ibuku, dan masa muda teman-temanku... itu adalah
tempat yang menyimpan masa muda semua yang kusayangi.
Di
tempat itu, kami takkan bisa berkumpul lagi seperti yang sering kami lakukan. Aku
menyesal tak bisa mengucapkan selamat tinggal.
Sekarang,
pada hal-hal yang telah berlalu...
Pada
waktu yang sudah berlalu...
Aku
ingin mengucapkan selamat tinggal
Selamat
tinggal masa mudaku,
Selamat
tinggal, Ssangmundong.
***
Sebuah
masa yang hangat dan ceria, yang menyakitkan. Bisakah kau mendengarku? Jika kau
bisa mendengarku, jawab aku.
1988-ku,
hari-hari di masa mudaku.
=oOo=
Tak banyak yang
bisa saya komentari mengenai ending Reply 1988 ini karema sebelumnya saya sudah
membuat postingan khusus mengenai ini. Sila cek di sini. Tapi tetap ada beberapa
poin yang coba saya tangkap dan cerna dari scene-scene di part 2 ini :
-
Taek tetep ganteng *gubraaaak* ㅋㅋㅋㅋ
-
Jungbong sudah mengenalkan Man Ok secara
resmi kepada keluarganya.
-
Di
tahun 2016, orang tua Taek dan Deokseon masih hidup, bisa dilihat dari
percakapan Deokseon dengan Bora dan Taek.
-
Junbong jadi koki hebat dan terkenal. Berkat
Man Ok akhirnya ia menemukan apa yang selama ini cari. Jurusan hukum memanb tidak pernah cocok dengannya.
Lalu
bagaimana dengan para penghuni Ssangmundong yang lain? Kita punya banyak waktu
untuk sibuk mengira-ngira apa yang terjadi pada mereka. Junghwan punya karir
yang cemerlang di dunia dirgantara dan akhirnya menemukan perempuan yang tepat
untuknya dan tentu saja kali ini ia tidak akan ragu-ragu mengejar cintanya.
Dongryong sukses dengan dunia bisnisnya dan menikahi
kekasihnya yang muda itu ㅋㅋㅋ. Jinjoo tumbuh dewasa,
dan mungkin telah menikah. Noeul—gak bisa ngebayangin dia jadi apa mengingat
pemeran versi tuanya sudah sukses bikin saya speechless dan mrangas-mringis gak rela HAHAHA, mianhe ajussi... Dan terakhir, para orangtua di Ssangmundong,
mereka hidup tenang menikmati masa tua mereka di suatu tempat yang teduh.
Ada
ironi berbalut kesedihan mendalam yang saya dapati ketika menonton ulang
episode 2 yakni episode di mana Taek menemani Sung Dong Il minum-minum di
bale dekat lorong rumah mereka. Mungkin
kalian masih ingat scene ini?
Taek
memenangkan sebuah pertandingan baduk. Ia lalu kembali ke Korea untuk merayakan
ulang tahunnya ke-18. Il Hwa dan Dong Il menonton berita iitu melalui tivi.
Il Hwa : Aku yakin ibu Taek sangat
bahagia di surga. Dia benar-benar anak yang berbakti.
Saya percaya, Lee Woo Jung sengaja menulis scene
ini, memadukan dunia nyata dan fiksi. Setelah Youth Over Flower in Afrika
tayang, orang-orang dikagetkan oleh fakta bahwa ibu Park Bogum sudah meninggal
ketika dia masih kecil. Melihat bagaimana Bogum tumbuh dan dewasa dengan sangat
santun meski tanpa ibunya, semakin membuat saya nyesek menonton scene ini.
Bogum yang murah senyum dan rendah hati, yang dikira banyak orang sempurna
hidupnya rupanya menyimpan begitu banyak rahasia.
Orang yang paling lebar senyumnya, adalah dia yang menyimpan banyak waktu-waktu
sulit. Cara Bogum menghargai setiap momen dalam hidupnya membuat saya tertunduk
malu. Tak semua orang bisa seikhlas itu
menjalani hidupnya. Pahamlah saya tatkala pada satu scene YoF Afrika Bogum hanya bisa tersenyum menimpali tawaran Ryu
Jun Yeol soal foto keluarga—bukan masalah uang, dengan popularitasnya sekarang,
Bogum bisa mengambil seribu kali foto
keluarga. Tapi masalahnya adalah, keluarganya sudah tidak lengkap lagi. Ibunya
sudah pergi lelbih dulu. Saya
percaya, kalau kamu manusia berhati, kamu tidak akan tega menuduh kalau Lee Woo
Jung memilih Taek sebagai suami Deokseon hanya
karena kasihan karena ibunya sudah meninggal—if you know what I mean. Tolonglah, kalau mikir jangan pake
dengkul.
Di
episode dua juga diceritakan ibu Dong Il meninggal, dan setelah beberapa hari
Reply 1988 tayang, ibu kandung Sung Dong Il di dunia nyata—meninggal. Apakah
kamu juga akan menyalahkan Lee Woo Jung? Ha.
Yang tak terkatakan mengenai ending
Reply 1988
Jika
membandingkan ending tiga Reply series, saya memilih Reply 1988 yang memiliki
ending yang bikin hati nano-nano. Meninggalkan
ruang kosong di hati penonton—bukan karena dramanya memiliki ending tak
memuaskan, tapi seperti halnya masa muda seseorang,
ia ada di sana di dalam kenangan yang tak bisa diputar balik, hanya bisa
dikunjungi sesekali. Reply 1988 juga demikian. Drama ini sudah selesai, tapi
perasaan sedih yang ditinggalkan di hati penonton tidak akan pernah selesai—setidaknya
itu yang saya rasakan. Saya selalu ingin kembali
ke Ssangmundong. Lagi dan lagi. Bagaimana dengan kamu? Atau hanya saya saja
yang terlalu melankolis?
Saya
bisa mengerti mengapa Taek tak ingin kembali ke tahun-tahun di masa mudanya
jika tanpa anak-anak Ssangmundong lainnya. Kalau kamu menonton Misaeng, kamu
akan mendapatkan gambaran utuh mengapa seorang pemain baduk profesional tumbuh
dewasa menjadi orang yang kurang lebih seperti Taek. Taek dan Jang Geurae punya
kemiripan dalam beberapa hal. Karena seseorang yang memutuskan memilih untuk
fokus menjadi seorang pemain baduk pro, itu artinya ia siap melepaskan masa
kecilnya—hidup normal-nya. Tumbuh tak
seperti layaknya anak-anak kebanyakan. Tidak ada waktu bermain, sekolah dan
lain-lain. Mereka memasuki dunia baduk rata-rata di usia yang masih sangat
belia, di bawah usia 10 tahun. Tak ada hal lain yang mereka lakukan, belajar
baduk secara terus menerus. Makanya Choi Moosung sempat keberatan dan melarang
Taek bermain baduk—ia khawatir Taek akan kehilangan masa kanak-kanaknya. Taek
pun tumbuh menjadi anak yang dipenuhi tekanan—soal baduk. Ia dewasa lebih cepat
melampaui anak-anak seusianya—operasi ayah Junghwan, operasi Jungbong, tentang
pernikahan ayahnya dan masih banyak detail lainnya yang luput saya baca. Usianya
masih sekira 18-19 waktu itu. Jang Gaeurae di usia 26 tampak seperti anak
laki-laki yang tahu apa-apa soal hidup.Yah—menjadi pemain baduk pro memang
dibutuhkan pengorbanan yang besar. Terimakasih karena Taek memiliki Deokseon
dan Ssangmundong yang ramah, jadi Taek akan selalu punya kenangan manis yang
patut dikenang dari masa mudanya.☺
Ng.
Ngomong-ngomong pelatih Taek dan Jang Geurae ternyata orang yang sama. Di tahun
1988 dan tahun 2014, ada yang tahu apa resep awet muda ajussi ini? ㅋㅋㅋ
It’s
over. Kkeut. Selesai. Alasan mengapa saya selalu menunda
menyelesaikan sisa sinopsis episode 20 Reply 1988 bukan karena saya malas atau
sinyal internet saya yang—ngajakin berantem atau bukan karena listrik di lokasi
tempat tinggal saya bermasalah. Satu-satunya alasan adalah karena saya
khawatir, setelah saya selesai menulis sinopsisnya, saya merasa benar-benar telah resmi melepas salah
satu drama terbaik yang pernah saya tonton ini. ㅠ.ㅠ
Drama ini sudah
mengajarkan banyak hal pada saya, entah itu kebaikan, kesederhanaan hidup,
bagaimana mencintai orangtua, bagaimana menghargai kenangan.... Ah, terlalu
banyak untuk dijabarkan—lebih dari yang saya harapkan, lebih dari ekspektasi
yang saya miliki sebelum dramanya tayang. Saya pribadi tidak bisa menjamin
apakah euforia kecintaan saya pada Reply 1988 semata karena saya menyukai
dramanya secara keseluruhan atau karena pada akhirnya Choi Taek-lah yang
menjadi suami Deokseon. Saya tidak bisa membayangkan akan seperti apa reaksi
dan tanggapan saya terhadap drama ini bila Taek yang berada di posisi
Junghwan—sebab itu pada takaran tertentu, saya sering mencoba memahami alur berpikir
fans Junghwan meski lebih sering berakhir kekecewaan karena banyak fansnya
yang—yah, membuat saya gagal paham. Saya tidak peduli pada komentar-komentar
miring yang dilontarkan sejumlah oramg tentang Reply 1988. Barangkali, ini hanya soal sudut pandang mana yang kita
pakai saat menontonnya. Saya merasa harus meminta maaf jika postingan-postingan
saya sebelumnya ada tulisan yang terkesan childish
dan hanya fokus pada satu karakter saja—maafkan karena saya juga penonton
yang gak bisa menepis pesona aktor yang aktingnya di drama sebagus pembawaannya
di real life. Saya sedang berusaha
menjadi pembelajar yang tabah dan tahu diri. Sebisanya mengoreksi diri jika
salah. Saya sangat menerima kritik dan saran, asalkan disampaikan dengan cara
bertutur yang baik—benar-benar baik.☺
Terimakasih tak
terhingga pada seluruh readers blog Majimak
Sarang yang sudah mau datang membaca, bahkan banyak dari readers yang
bela-belain meninggalkan komentar. Saya tahu itu tidak mudah. Sungguh, saya
tidak pernah menyangka blog ini akan menjadi seramai ini. Setiap kali saya
memposting sesuatu, saya tanamkan di otak saya—tidak akan ada yang membacanya,
jadi yah saya menulis apa adanya, blak-blakan sesuka dan seenak perasaan saya ㅋㅋㅋㅋ. Di blog ini, saya
jujur mencurahkan sudut pandang saya yang mungkin berbeda dengan apa yang kamu
pikirkan. Maafkan saya yang keras kepala dan kaku ini. Tentang readers, itu
berarti bicara tentang penyemangat saya ngeblog.
Saya tidak akan melupakan Nisa, orang pertama yang meramaikan postingan Reply
1988 di blog ini—Allah knows how much I
love you, dek. Percayalah, saya bukan orang yang sulit. Hayoloooh, masing sering stalking
ke mana-mana gak nih? Untuk teman-teman grup di LINE—I miss you all. Azz kangen. My
partner in crime—Lia, yang dalam banyak hal kita memiliki banyak kemiripan.
Jangan lupa kita masih 17 taon, titik! ㅋㅋㅋㅋ Dek Melia yang sering jadi penengah, di
grup LINE, di fb, di twitter, himnaeseyo,
my lovely dongsaeng! Lalu teman-teman readers yang sudah mem-follow saya di
twitter—semoga kalian tidak menyesal mem-follow
akun @Azzhuragreen, karena saya sejatinya adalah spammer ㅋㅋㅋㅋ
Semoga kita bisa
bertemu kembali di drama-drama keren lainnya dan bila nanti ada Reply
selanjutnya, saya berdoa semoga kita semua masih sehat dan bisa satu team lagi. Kan seruuuuuu bisa reunian
lagi ☺
P.s
: Tentang
drama barunya Park Bogum, saya belum mau menulis ulasannya jika belum ada kepastian
mengenai cast secara keseluruhan. Dan lagi, saya berusaha menjaga ekspektasi di
kepala saya agar tetap low. Kenapa?
Sudah banyak sekali drama yang jauh-jauh hari sebelum penayangannya, saya
tunggu dengan memasang harapan tinggi eh, setelah tayang malah mengecewakan.
Drama barunya
Lee Hyeri, hm. Saya akan coba menontonnya. Kalau bagus, biasanya akan saya
bikin postingannya. Please, do well!
Reply
1988 dimulai di kamar Choi Taek, lalu diakhiri di kamar Taek juga. Andai bisa
sejenak saja kamu membuang seribu macam pikiran burukmu terhadap Lee Woo Jung
dan Shin Won Ho, kamu tidak akan bisa mengelak fakta nyata bahwa sejak awal
Taeklah suami Deokseon—dan bagi saya, dugaan skenario diubah agar menguntungkan
satu pihak tidak akan pernah ada dalam kamus saya. Kenapa? Karena drama
se-detail ini tidaklah ditulis asal-asalan, atau asal tempel sana-tempel sini. Menulis naskah entah itu drama/novel/novelet/cerpen
dsb, tak segampang kentut.
Semoga waktu lekas menyembuhkan
kekecewaanmu.
See
you, again!
= Reply 1974? =
Let’s say, aamiin... ☺
wow akhirnya di posting juga part 2 nya..
ReplyDeleteterima kasih banyak kak azz..
scene pernikahan sunwoo-bora bener2 sukses bikin mata aku bengkak karena air mata setiap kali aku menonton ulang..
kalo boleh jujur setelah menonton reply 1988, aku jadi punya sudut pandang baru mengenai arti keluarga, kesederhanaan hidup, meraih mimpi masa depan dan memilih pendamping hidup.. aku benar2 berterima kasih kepada tim produksi reply 1988 yang sudah memberikan tontonan yang luar biasa sampai meninggalkan kesan yang sulit untuk ditinggalkan.. aku juga ingin berterima kasih kepada kak azz dan teman2 setia blog majimak sarang yang telah berbagi pandangan dan ulasan terhadap drama ini.. semoga nanti kita bisa kembali lagi berkumpul bersama mengupas drama lain yang lebih bagus lagi..
sukses selalu untuk kak azz..
aku selalu setia menunggu postingan review drama baru dari kakak..
Mbak Sharfinaaaaaaaa *kirim lope-lope satu karung*
DeleteGomawoyo ㅠ.ㅠ
Masih sulit yah nemu tandingan untuk Reply 1988. Sekarang ini yang kadang-kadang aku re-run cuma 2. Healer dan Reply 1988 xD
Ng, semoga kita bisa ngumpul lagi di drama barunya Bogum. Oh, drama barunya Hyeri jugaaaa
ya allah akhirnya aku tau jawabannya kenapa kak azz jarang nge-post tulisan.. aku doakan mudah mudahan hp kakak segera bisa digunakan dan sinyal internetnya bisa normal seperti sedia kala..amin
Deleteaku ndak punya line jadi cuma bisa ngandelin tulisan blog majimak sarang buat share sama ngobrol bareng kakak dan temen2..hehe..
iyah ka masih sulit buat bener2 lepas dari Reply 1988. seminggu sekali aku pasti re-watch lg per 1 episode dan masih baca jg komentar sun-taek shipper di soompi.hehe..
setelah signal tamat sekarang ini cuma drama memory yang bener2 aku ikutin dan tunggu2 tiap minggu.nya..
aku berharap kak azz bisa buat review atau ulasan drama memory..hehe..
under-rated drama yang heartwarming dan realistis dari segi cerita dan 'excellent' dari segi acting and directing..
iya kakak semoga kita bisa kumpul lagi share dan ngobrolin drama baru-nya bogum. jujur aku suka dan lega banget akhirnya lead female-nya kim yoo jung..
aku udah suka aktingnya yoo jung dari jaman-nya the moon embrace the sun.. she can deliver the scene and talented.. mudah mudahan naskah sama eksekusi drama-nya bagus..
semangat dan sukses selalu buat kak azz..
wahhhhh mbak azz is back :D hahaha makasih sinopsisnya mbak hehe
ReplyDeleteAzzzzzz,my partner in crime.Always seventeen yak.Hihihi
ReplyDeleteHatiku cekit2 baca ini.Susah ya ternyata say goodbye sm ssangmundong gank.Drama ini terlalu dekat sm kita sampe rasanya mau ngucapin selamat tinggal ke mereka kayak mau ngucapin selamat tinggal ke tetangga kita sendiri.Aih curhatanku ke km soal bogum dirulis jg.Aku msh sedikit bete sm org yg berkomentar jelek soal bogum dan ibunya.Hehehe
Reply 1974?Semoga kita satu kapal lagi yak.
Dramanya bogum kl msh blm fix 100% aku blm mau berharap apa2.Tp melihat lead femalenya sepertinya aku hrs say goodbye sm kiss scene semodel kiss scenenya suntaek.Wkwkwk
Hadeuh komenku panjang gila.Azzzzzz kangen nih.Hihihi
makasih banyak ka azz maksih buat apa aja :)
ReplyDeleteaku sering ga nyadar sendiri kalo kaka bikin tulisan terbaru tadi aja dikasih tau ayu baru tau hha. .
Tenang ka lia kita masih ada harapan mah ka tanggal 22 september nanti si yoo jung usianya 18 tahun (usia korea) jadi minimal kissing scene nya biar ga yg se-wah di reply mungkin barangkali mirip yg di moorim school ato potato star yg lumayan itu *ramalan random*
jangan say goodbye dulu ka lia kita masih ada harapan ka wahaha
buat ka azz semoga cepat balik ke grup semua hal penting soal bogum yg mungkin terlewati ka azz udah aku simpen rapi di notes grup,demi kaka aku ngelakuin ini *didramatisir dikit*
serius ka cepat balik ya ke grup pas dramanya bogum tayang agustus nanti dan semoga kaka hpnya cepet sembuh,makasih banyak udah bela-belain pinjem hp tetangga buat online,aku terharu T.T
udah segini aja deh,
baik-baik disana ka~
setelah ini bkin tulisan ttg drama age of youth ny jtbc donk....
ReplyDeleteBelum tau nih, Mbak. Belum nonton dramanya xD
Delete🙏
ReplyDeleteOya aku gak tau yang lain pada nyadar ato gak..kalo sebenarnya junghwan udah ada feeling ma deokseon dari ep 1.. soalnya. Ep 1 itu tertanda bulan september 1988..sedangkan ep 3 itu masih di bulan agustus 1988..ep 3 itu deokseon yg mulai suka sunwoo gara dibilang temennya,and junghwan yg mulai ada feel buat deokseon..dan itu terjadi sebelum sept 1988.. terus dikasih backlink murah berkualitas” jadi kalo gitu di ep 2 kayaknya emang sunwoo yg dkasik coklat sama deokseon.. trus juga kayaknya yg dimaksud deokseon dia lagi suka seseorang di diarynya yg dibaca bora itu si sunwoo cuman bora gak tau siapa yg dimaksud karna emang gak ditulis namanya sama deokseon....
ReplyDelete