♪ bgm : Girl’s Day-If You Give Your Heart For Me ♪
Special thanks untuk Mbak @Hyereoum
Selama ini, di akun twitter dan blog yang saya asuh, saya terkesan hanya nge-spazzing aktor atau idol namja dibandingkan yeoja. Lee Changsub, Park Bogum, Ji Chang Wook, Lee Seung Gi, Lee Won Geun, Yook Sungjae, Seo In Guk... Rameeee nian. Pertanyaan yang muncul selanjutnya—apakah saya tidak tertarik men-stan yang cewek? Atau, apakah saya tidak punya bias aktris/idol perempuan?
Gak rajin ngomongin mereka di timeline/blog, bukan berarti saya tidak punya atau tidak tertarik nge-fans dengan aktris/idol perempuan. Aktris dan idol perempuan yang saya sukai, lumayan banyak. Mulai dari yang senior hingga yunior. Ada yang label-nya sekadar suka begitu saja, ada pula yang tarafnya di atas sekadar suka.
Saya tidak membatasi minat hanya pada aktor/idol berwajah menyenangkan, suara bagus, atau akting kece. Tak jarang saya jatuh cinta pada akting pemeran perempuan atau idol perempuan (Cheon Song Yi di You Who Came From The Star, Im Yoo Na di Prime Minister & I). Trus kenapa dong saya jarang ngomongin mereka di blog/akun sosmed? Nah ini yang tidak bisa saja jawab secara rinci. Tampaknya tanpa saya sadari, saya memang cenderung seneng nge-spazz yang namja ketimbang yeoja—naluriah kah? Hihi...
Suatu ketika di masa lalu, sambil melakukan back track di timeline twitter timbul kesadaran kalau selama ini—sejak Majimak Sarang hidup—saya belum pernah menulis satuuu saja postingan yang menuliskan tentang aktris/idol perempuan. Sebagai salah satu penggembira di Suntaek, fokus saya waktu itu hanya terikat pada Park Bogum—Hyeri apa kabar, Azz? Dari sinilah embrio ide ini lahir. Saya meniatkan suatu saat ingin menulis postingan khusus membahas aktris/idol perempuan, bukan berupa profil, bentuknya semacam perjalanan singkat before dan after saya mengenal dekat si aktris/idol.
Jadilah saya meluangkan satu item di Majimak Sarang khusus untuk membahas aktris/idol perempuan yang saya sukai. Dan pada kesempatan ini saya memilih Girl’s Day Hyeri sebagai pembuka.
Lee Hyeri ♥
Hyeri lahir 9 Juni 1994 di Gwangju, Korea Selatan. September 2010, Hyeri dan Yura bergabung dengan Girl’s Day setelah dua member original memilih hengkang dari grup.
Dua tahun kemudian, tepatnya 2012, Hyeri bermain di drama Tasty Life (SBS).  sebagai Jang Mi Hyun Maret 2013, publik dikejutkan oleh berita dating Hyeri dan Tony Ahn, member H.OT (oppa-nya Sung Shiwonㅋㅋㅋㅋ), delapan bulan kemudian hubungan yang terpaut 16 tahun itu kandas.
Di tahun 2014, karir Hyeri mulai menemukan cahaya, sejalan dengan popularitas Girl’s Day. Akhir Desember ia bergabung Seonam Girls High School Investigators (jTBC) sebagai Lee Ye Hee. Memasuki awal 2015, ia melengkapi cast Hyde, Jekyll, Me (SBS) sebagai Min Woo Jung. Masih di tahun yang sama, Hyeri kembali membuat publik geger setelah dikasting sebaga salah satu pemeran next Reply series, Reply 1988—tak sedikit yang meragukan keputusan pihak produksi serial yang telah mengangkat nama tvN tersebut. Tak disangka justru perannya sebagai Sung Deokseon inilah yang mengantarkan Hyeri menjadi salah satu pemegang CF terbanyak. Produk-produk yang diwakilinya mengalami peningkatan dari segi penjualan. Di tahun 2016, Hyeri menempati urutan ketiga Korea Power Celebrity 40 yang diterbitkan Forbes.
Tak berapa lama setelah rehat dari sakit, Hyeri menerima peran Jang Geu Rin di Ddanddara bersama Minhyuk CN. Blue dan aktor Jisung. Sayangnya rating drama SBS ini tidak sesuai harapan.
Hyeri pernah menjadi cameo di beberapa acara televisi antara lain I Trusted Him (MBC Every1), The Clinic for Married Couples : Love and War (KBS2), dan Be Arrogant (SBS Plus).
Hyeri juga pernah membintangi beberapa MV. Shaking Heart (C-Clown)—whaattttt, akikah baru tauuk. Shaking Heart salah satu lagu kesayangan dari C-Clown selain Far Away . ketauan cuma denger lagu gak ngecek lainnya, lalu ada MV Tarzan (Wonder Boyz), My Student Teacher (NC.A)—lagu dan MV-nya bagus, dan I Am Korea (Various Artist).
#1 Before Reply 1988

Kembali ke tahun 2012-2013, bulan-bulan ketika saya masih terhitung baru di Kpop-land. Baru yang saya maksud, saya meninggalkan posisi sebagai pengamat sambil lalu dan memilih men-stan salah satu idol group. Biasanya, saya tidak pernah benar-benar menaruh perhatian pada Kpop-land news. Setelah bergabung di twitter untuk pertama kali setelah dikompori teman—saya mau tidak mau, suka tidak suka, selalu diberikan update terbaru karena saya mem-follow akun-akun yang kerjaan-nya men-share info dari dunia itu.
Saya tidak ingat persis waktunya, pernah ada satu insiden yang secara alamiah berhasil menstimulasi alam bawah sadar saya untuk membentuk kesan tidak respek terhadap Girl’s Day.
Saya—kalian mungkin akan menuduh saya munafik bla bla bla—tidak nyaman dan agak risih melihat GB nge-dance dengan gerakan er**is dengan pakaian super duper se*si itu. Tak hanya berlaku bagi GB, saya punya dua adik perempuan, kepada mereka berdua saya kerap memberi saran (menegur) dengan cara santun agar mereka memerhatikan cara berpakaian bila keluar rumah.
Apakah tidak ada pilihan konsep selain memamerkan pa*a-da*a? Selain mengeksplore kulit putih mulus mereka? Pikiran semacam ini yang mentok di benak saya kala itu. Saya begitu kritisnya memprotes. Terlebih pada saat itu—girl group sedang kepincut konsep cekcih plus sen*ual. Sungguh, dalam hal ini saya tidak berniat mau tampil sok suci.. Kalian belum lupa kan, kalau saya termasuk orang yang menganut gaya hidup konservatif? Bahkan hingga detik ini saya selalu berusaha semampunya meminimalisir postingan atau gambar yang bisa memicu khayalan liar pembaca. Hal ini berlaku tidak hanya untuk girl group/aktris perempuan, yang namja juga.
Saya menghargai cara orang-orang nge-spazz aktor/aktris/idol yang mereka suka—entah itu six pack nya-kah, bla bla bla... tapi saya—sekali lagi, selalu berusaha semampunya nge-spazz dengan cara lain (kadang sih terpeleset. Namanya juga berusaha ㅋㅋㅋ *dicubit*).
Saya pernah loh mendadak ilang feeling pada aktor kesayangan (no mensyen) gara-gara dia mamerin abs hihi. Ini soal bagaimana saya dan kamu melakoni cara yang menurut masing-masing individu menyenangkan. Sepanjang saya tidak menyibukkan diri men-judge orang lain karena cara yang dipilihnya, selama saya dan kamu tidak saling menyeberangi wilayah masing-masing dengan tujuan memenangkan siapa yang paling bener caranya—saya rasa tidak akan ada benturan di antara kita. Sepakat?
Dan demikianlah hubungan saya dengan Girl’s Day waktu itu. Saya tidak hapal nama membernya, kecuali Hyeri. Mau tahu yang paling ngenes nya? Sebelum Reply 1988, saya sama sekali tidak mengenal lekat bagaimana wajah Hyeri itu. Pasalnya, saya mengenal namanya bukan karena hal menyenangkan. Jadi, ya... saya cuek saja. Ringkasnya, beginilah trivia mengenai Hyeri yang mengendap di ingatan saya—
“... pacarnya Tony Ahn H.O.T.”
“Hyeri ngejek Beast pada sebuah program musik...”
“... Aegyo...”
“Cekcih dan sen*ual...............”
“Hyeri... Idol championship... Suzy....”
Bisa kamu bayangkan di level berapa Hyeri saya tempatkan jika memakai ekspresi negatif sebagai ukuran?
Don’t judge a book by it’s cover, kata saya suatu hari kepada adik-adik bimbingan dalam sebuah forum.
Mengingat apa yang sudah saya lakukan pada Hyeri menerbitkan rasa malu yang tidak biasa—rasanya seperti... seperti seseorang yang—lupa menengok ke belakang. Kesewenang-wenangan saya yang tanpa sadar men-judge karakter seseorang hanya berdasarkan apa yang saya lihat, saya baca, lalu saya simpulkan sepihak itu... padahal, saya sendiri tidak pernah bertemu secara pribadi, tidak pernah berinteraksi langsung... sounds familier, temans?
Terlepas dari itu semua, setidaknya saya bersyukur mengenai satu hal ini; saya tidak pernah secara terang-terangan memberikan suara lantang pada pendapat miring saya mengenai Hyeri, sebatas omongan dalam hati saja. Fokus saya thok mentok pada boy group kesayangan (waktu itu), yang lain sekadar lewat. Kalaupun saya ngasih komen soal mbak-mbak cekcih, saya berbicara secara umum—tidak mengkhususkan pada satu individu. Wasting time banget mengkritisi habis-habisan sesuatu (seolah beberapa menit ke depan langit akan runtuh) yang ditinjau pake kacamata apa pun tidak bersinggungan dengan hidup saya. Saya dan girl group cek*ih Korea Selatan ketemu-nya di mana? Kecuali misalnya dia produk dalam negeri yang tiap hari wara-wiri di layar kaca tivi dengan konsep seperti itu—saya merasa berhak dan perlu bersuara ke KPI ☺
“Mbaaaak, susah kalau girlgroup gak ngedance se*si, ga mamerin pa*a-da*a, gak bakalan lakuuu!” Deng Dong (nama kesayangan), adek bungsunya Azz (Fans EXO & Apink)
Nah loooh. Berkali-kali adek saya ngomong ke saya seperti ini setiap kali mendengar keengganan saya menonton MV-MV GB yang sarat sens*alitas.
Masuk akal juga sih. Setelah saya nonton dan mendengar lagu-lagu Girl’s Day, di awal-awal debut mereka memakai konsep cute dan lagunya juga bagus-bagus. Bagus banget malah menurut saya. Cocoklah di kuping. Tapi Girl’s Day gak menang juga di program musik mana pun. Koreksi saya bila saya keliru; Girl’s Day mulai dikenal publik dan memenangkan tropi acara musik setelah melepas konsep imut dan menyeberang ke konsep yang sangat berani., Lagu mereka seperti Something, Expectation dan Female President yang jauh dari kesan imut-imut telah menjadikan GB di bawah asuhan Dream Tea ini cetar membahana (tapi bukan ala Inces yaaa). Meminjam ucapan si adek—banyak GB (kebanyakan dari agensi kecil) bantik stir coba-coba memakai konsep ce*cih dan sen*ual, dengan harapan bisa dikenal publik.
Bahwasanya konsep seksi tidak bisa dipakai sebagai titik ukur kepribadian member-membernya. Saya ditampar telak di sini. Gimana yah... Sebuah kekeliruan yang tidak sepele bila saya menggunakan standar hidup konservatif ala saya untuk menilai kualitas kepribadian orang lain yang jelas-jelas secara geografis dan budaya berbeda jauh. Tau apasih saya....
Apakah tersebab saya tidak menyukai (baca; anti) terhadap konsep cekcih nan sen*ual pada GB, maka saya patut pula tidak menyukai (baca; anti) terhadap member-membernya? Nggak, kan? Ceritanya, Azz tercerahkan nih. ☺
#2 Lee Hyeri vs Sung Deokseon
Jangan biarkan kebencian yang tidak pada tempatnya—membuatmu kehilangan akal untuk belajar mencari tahu, mengidentifikasi serta mengenal hal-hal yang tidak terlihat atau belum kamu lihat.
Saking semangatnya membenci hingga menolak menelaah lebih dalam lagi. Saya bisa meyakinkan diri bahwa saya tidak membenci Hyeri. Tidak respek tidak sama dengan benci, bukan? Belum pernah rasanya saya tidak menyukai seseorang sampai membabi-buta. Yang sering terjadi, saya menolak menenggelamkan perhatian kepada hal-hal yang tidak saya sukai. Untuk hal-hal yang tertentu, saya bukan tipe orang yang senang membuang-buang waktu sekadar menulis atau membicarakan apa atau siapa yang tidak saya sukai. Sebab bila saya memberi keleluasaan tempat di hati saya untuk aura negatif, sewaktu-waktu saya pasti akan kalah. Jika itu terjadi, efeknya akan memengaruhi pola pikir dan pola hidup saya secara keseluruhan. Prasangka buruk beranak-pinak. Bukan lagi manfaat yang akan saya berikan kepada orang lain melainkan musibah. .
Imej Hyeri yang itu tetap tinggal di ingatan hingga akhirnya saya bertemu Sung Deokseon di Reply 1988.
Hyeri dan seluruh kontroversi-nya berhasil memengaruhi pandangan saya terhadap dirinya. Tapi ketika namanya diumumkan sebagai salah satu pemeran utama dalam Reply 1988—saya tidak sempat memrotes. Perhatian saya teralihkan oleh urusan lain, lagipula luka hati akibat Reply 1994 belum sepenuhnya sembuh #EEEAAAAAAAK
Saya baca-baca komentar pedesss netizen sambil lalu saja dan bereaksi—OH. Ya. Begitu saja.
Nah, lanjut kisah berawal dari Min dari Hello Monster, saya memutuskan menonton Reply 1988tanpa ekspektasi apa-apa. Ingat, ini awal-nya yaaa ㅋㅋㅋ
Seusai menonton dua episode plot, saya tidak menemukan alasan kemarahan/keengganan K-netz terhadap casting role yang diberikan kepada Hyeri. Akting Hyeri baik-baik saja. Sebagai viewer yang memerhatikan detail, saya menilai peran Deokseon sudah pas diperankan Hyeri. Tidak ada ekspresinya yang awkward, semuanya serba natural. Akting nangis yang bila dibawakan dengan tidak proporsional (baca; lebay) bisa menerbitkan gelagat negatif dalam kurva penilaian netizen/viewers, tidak berlaku pada Hyeri.
Mengapa Sung Deokseon begitu lekat di ingatan saya berikut tingkah-polah, ekspresi-ekspresinya? mengapa seluruh tentang karakter ini begitu membekas di hati penggemar Reply 1988—penonton yang benar-benar menghargai Reply 1988 ya, if you what I mean ㅋㅋㅋㅋ. Tak lain tak bukan berkat kemampuan Hyeri yang sukses menerjemahkan dalam bentuk visual script yang dituliskan Lee Woo Jung-nim dan diarahkan Shin Won Hoo ini.
Menjadi Sung Deokseon, berarti berani tampil jelek. Hyeri melakoninya. Dan dia tetap terlihat cantik dan manis di mata saya. 
Moment ketika Deokseon menangis tersedu-sedu di hari ulang tahunnya... di detik itulah saya tahu, saya akan menyukainya. She’s likeable.  I can feel it.
Alaaaah. Itu kan gara-gara Deokseon berakhir memilih Taek sebagai suaminya. Coba kalau gak?
Benarkah? Andai Deokseon tidak memilih Taek sebagai suaminya—apakah saya tetap akan sesuka ini pada Deokseon?
Saya akan melemparkan pertanyaan sebelum menjawabnya. Apakah saya membenci Najung karena menolak Chilbong setelah semua yang telah dilakukannya demi cintanya pada Najung? Apakah saya lantas memasang label ‘tidak suka’ pada Go Ara atas perannya sebagai Najung? Nope. Saya tidak se-brutal itu. Ga ada efek domino pada cerita ini. Begitu juga terhadap Hyeri dan Deokseon. Saya sepenuhnya percaya diri, jika pun misalnya Deokseon memilih Jung Hwan—saya bisa tetap menyukainya sebagai satu karakter utuh. Rasa suka saya kepada Reply 1988 tidak terbatas pada satu karakter saja. Saya menyukai semuanya, termasuk karakter Jung Hwan ☺
Umm, trus kapan dong kamu mulai suka sama Hyeri?
Jangan-jangan kamu terinspirasi menyukai Hyeri karena kamu Suntaek Shipper?
Menjadi shipper satu kapel, apakah otomatis menjadikan kita fans per individu dari mereka? Berdasarkan pengalaman, ya. Tapi se-pengamatan saya (bahasa apaaah ini), saya pernah ehm menemukan fans ehm yang berbalik mengata-ngatai artis/idol perempuan/laki-laki karena ketahuan nge-date bukan dengan artis favoritnya. Barangkali merasa dikhianati?—btw, jangan lupa, sejatinya shipper tak berbeda seperti perasaan sepihak, satu arah. Keinginan/keputusan men-ship artis tertentu lahir dan berasal pada satu individu, bukan kesepakatan bersama dua pihak. Tak elok menuduh pihak tertentu sebagai penyebab karamnya ship-mu. Memilih menjadi shipper artinya sudah mengkhatamkan makna strong-heart ^^
Iya—kamu kudu musti wajib setroooong banget bangetttt.
Kronologis bagaimana saya bisa menyukai Hyeri dan menghargainya sebagai Lee Hyeri—di luar label sebagai idol dan aktris, tidak berawal dari keputusan saya menjadi shipper Suntaek. Saya masih ingat, waktu itu sore menjelang magrib—kuota saya sudah sekarat—saya iseng mendonlot V-live Hyeri yang bintang tamu-nya Park Bogum. Niatnya sih mau liat Bogum, tapi baru di menit awal saya sudah sibuk sendiri membatin tentang betapa cantik dan cerah-cerianya Hyeri. Wajah Hyeri menyenangkan. Gak ada jaimnya. Pasti ada yang nyeletuk—mukanya oplas tuh. Iya, saya tahu seterang-terangnya. Saya juga tidak setuju dengan oplas. Tapi sekali lagi, saya gak ada urusan dengan pilihan hidup Hyeri. Syukurnya, wajah Hyeri tidak berubah menyeramkan karena oplas, masih nyaman dipandang. Perubahannya tidak drastis, oplas tidak mengubah total wajahnya.
ADEK DI BELAKANG ITU MEWAKILI SAYAAAAAAA
Setelah menonton V-live Hyeri-Bogum, saya bingung sendiri—Sung Deokseon dan Lee Hyeri itu seperti satu karakter tak terpisahkan. Deokseon is Hyeri or Hyeri is Deokseon? So confused. Saya sudah menonton semua BTS Reply 1988—non DVD—dari pengamatan saya, Hyeri dipenuhi energi positif, senyumnya lepas menyenangkan. Orang seperti ini gampang disalah-pahami apalagi oleh shipper lemah kayak saya ini. Dia ramah dengan siapa saja, sifat yang bisa dibaca berbeda oleh kepala yang berbeda-beda. Dekat dengan ini—dibilang OEMJIIII MEREKA PACARAN!! YAKIN 100000000 %! Foto sambil merangkulkan tangan di pinggang—dikomentarin, DUUUUH MESRA BANGET SIIIIIIH
Pas Hyeri foto bareng aktor lain yang bukan favoritnya—Komennya, DASAR GAN*ENNNN GAT**L
ㅠㅠㅠㅠㅠㅠㅠㅠ Mbok ya ego-sentrisnya jangan dipupuk terus.... She is a human too not a doll. Perlakukan dia sebagai manusia, bukan benda yang dijadikan objek eksperimen up-down nya emosi. Saat menguntungkan—kamu memujinya setinggi galaksi Bima Sakti, lalu saat merugikan Shipper-mu—kamu menjatuhkan imej-nya serendah-rendahnya. Mari belajar mengelola emosi sebaik-baiknya.
Menjadi orang ramah, murah senyum, memang gak mudah. Cenderung melelahkan malah. Tapi memiliki sifat sebaliknya, hasilnya jauh lebih gak ngenakin. Suka kasian dan sedih, tidak sedikit orang yang menjelek-jelekkan Hyeri dengan alasan yang bikin geleng-geleng kepala—gak rasional. Kalian abis diapain sih sama Hyeri sampe segitunya? Bagian mana dari Hyeri yang membuat kalian merasa dizholimi? Atau jangan-jangan kalian yang mendzholimi diri sendiri dengan menabung rasa tidak suka sebanyak-banyaknya hingga bermetamorfosis menjadi kebencian? Kebencian akut serupa candu yang merusak kejernihan hati. Jangan dong.
Saya gak ngefans Hyeri karena saya shipper Suntaek dan fans Bogum. Saya menyukai Hyeri karena dia Hyeri. Bila nanti dia atau Bogum pacaran atau bahkan pahitnya nikah dengan orang lain—saya tetap suka dengan mereka. Mosok orang lain pacaran/nikah saya yang rempong? Ada loh batasan-batasan yang tidak boleh dilewati oleh fans—oleh saya dan kamu sekalian. Ada. Yuk, jangan bertindak berlebihan ^^V
Berkat Sung Deokseon dan Reply 1988—saya bisa melihat Hyeri dengan warna yang berbeda. I’m the happiest fan.
#3 After Reply 1988
Reply 1988 sudah setahun-an tamat. Semua cast-nya sudah terlibat berbagai project drama, movie, dan lain-lain... Tidak seluruhnya saya ikuti, saya tahu yang kebetulan lewat di timeline aja.
Saya ga bisa up to date lagi kayak dulu-dulu itu, apalagi alasannya kalau bukan faktor sibuk. Senin-Sabtu, ngajar. Ahad-nya dipakai menemani anak-anak di taman baca yang baru saya rintis—well semua orang sibuk, Azz—plus saya juga udah gak aktif di grup LINE dan sejenisnya. Gabung, masih. Tapi gak ikut chit-chat. Chat group-nya lebih sering dihapus ketimbang dibaca saking full-nya.
... tapi rasa sayangnya saya terhadap Hyeri dan Park Bogum tetap sama. Tidak ada yang berubah. Saya orangnya setia kok—setiap tikungan adaaaaa. Gak ding becandaaa ㅋㅋㅋ. Saya tuh kalau sudah terlanjur menyukai sesuatu, entah figur, novel, lagu, artis dsb—akan tetap di situ sampai muncul something big yang bisa menghancurkan rasa suka saya.
Semoga kambek Girl’s Day bisa segera tiba. Semoga Hyeri bisa mendapatkan project drama yang tepat. Semoga fan-meet nya Bogum dilancarkan, setelahnya Bogum bisa istirahat dan setelahnya lagi dia bisa kembali kepada kita dengan drama yang tidak kalah bagusnya (jauh lebih bagus lagi) dari drama dia sebelumnya. ^^
Dan semoga kita—sebagai fans, selalu mengingat di mana seharusnya kita berada.
#4 I love Hyeri, because....
She’s hardworking.
Saya tahu banyak sekali yang menganggap popularitas Hyeri disebabkan ia pernah pacaran dengan Tony Ahn dan aegyo legendarisnya di Real Men. Saya tidak akan memungkiri, kedua hal tersebut punya andil dalam karir Hyeri—tapi apakah kemudian Hyeri konsisten memanfaatkan itu?
Hyeri dan Tony Ahn sudah putus. Aegyo-nya di Real Men memang masih diingat. Waktu tetap berjalan, rising star datang silih berganti. Hyeri termasuk satu dari sedikit idol perempuan yang masih bisa mempertahankan karir dan popularitasnya. Hyeri tidak nebeng di mana-mana. Tidak menggunakan aji mumpung. Dia bekerja keras hingga bisa berada di titik di mana dia berada sekarang.
She has a good heart.
Tidak hanya sekali saya membaca news Hyeri memberikan donasi/bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan. Biasa aja kaleeee, doi kan punya banyak duit. Wajarlah dia nyumbang. Percaya atau gak, tidak semua orang punya keleluasan dan kesadaran hati mengeluarkan uang dari saku pribadi untuk diberikan kepada yang membutuhkan. Gak ada jaminan orang berduit sudah pasti senang memberikan donasi.
She’s humble.
Fakta Hyeri masih menjalin hubungan baik dengan aktor/aktris yang pernah bermain drama bareng dengan dirinya, bisa dijadikan salah satu bahan pertimbangan. Ada Park Bogum, Ra Mi Ran, dan teman-teman dari Reply 1988 lainnya. Baru-baru ini Hyeri mengirim foodtruck ke lokasi syuting Jisung (Defendant). Dia juga masih jalan bareng geng dari Ddanddara.
Saya emang gak berani mengklaim apa yang saya lihat dan saya rasakan adalah mutlak kebenaran. Tapi feeling saya terhadap Hyeri sangat kuat, saya percaya dia orang baik.
Adik perempuan Hyeri ketika ditanya siapa orang yang paling dihormatinya dalam sebuah wawancara di perguruan tinggi—ia menjawab Hyeri. Kakaknya. Dari situ, kelihatan  kulaitas seorang Hyeri.
Hyeri, maknae Girl’s Day yang di tengah popularitasnya masih sempat memberikan jaminan kepada fansnya bahwa Girl’s Day tidak akan bubar jalan.
I love her. I really do.
Sincerely,

Azz

[Girl Crush] Girls Day Hyeri

by on 2/19/2017 01:53:00 AM
♪ bgm : Girl’s Day-If You Give Your Heart For Me ♪ Special thanks untuk Mbak  @Hyereoum Selama ini, di akun twitter dan blog yang sa...
Starring : Gong Yoo, Kim Go Eun, Lee Dong Wook, Yoo In Na, Yook Sungjae
-konten di bawah ini mengandung spoiler-
Demam Descendant of The Sun belum sepenuhnya mereda bagi para fans saat Kim Eun Sook mengumumkan calon proyek terbarunya—Goblin, kali ini, Kim Eun Suk digandeng tvN, si content trend leader. Sebuah lompatan yang sebenarnya tidak begitu mengagetkan mengingat sahabat-nya Kim Eun Hee (Signal) sudah terlebih dulu mencoba peruntungan dengan tvN. Well, SBS di waktu yang hampir bersamaan telah kehilangan dua screen writer terbaiknya.
Saya percaya pada Kim Eun Sook dan tvN, tetapi saya bukan termasuk orang yang menaruh antisipasi tinggi terhadap Goblin. Perhatian saya sedikit teralihkan saat nama Yook Sungjae dengan sangat mengagetkan masuk ke jajaran cast yang akan mengisi Goblin. Secara keseluruhan saya tidak baik-baik saja dengan cast-nya, berbeda dengan netizen yang memprotes mengapa lead female-nya Kim Go Eun, bukan Yoo In NaSaya menyukai kedua aktris ini—sekadar suka, bukan ngefans. Menurut saya akting Kim Go Eun di Cheesy in The Trap tidaklah seburuk yang dikatakan orang-orang. Dan lagi, Kim Eun Sook selalu menemukan cara untuk membuat seluruh karakter di drama yang ditulisnya, bersinar. Tidak peduli sekecil apa peran yang dimainkan. So, gak usah ngerempongin siapa lead-nya siapa supporting role-nya.
Hubungan saya dengan Goblin agak rumit. Love-hate relationship. Yah, semacam itulah. Biasanya, saya gak sungkan mendrop drama di separuh jalan bila sudah tidak klop dengan minat. Tapi Goblin lain daripada yang lain. Sama halnya dengan Descendant of The Sun, saya tetap bertahan menonton hingga akhir, di tengah lautan protes yang memenuhi kepala. The power of Kim Eun Suk  kah? ㅋㅋㅋ
Review singkat berbagai aspek di Goblin berikut ini, murni berasal dari pendapat sepihak—jika kamu, kalian, merasa tidak sependapat, itu hak kalian. Saya tidak bisa melakukan apa-apa. Kita memang menonton drama yang sama, tapi bagaimana kita menangkap dan menerjemahkan apa yang kita tonton tidak serta merta membuatnya harus seragam, harus sama. Bukan begitu?
Ok, let’s check it out!
Casting
Gong Yoo as Kim Shin
Saya tahu, banyak K-drama fans yang memfavoritkan Gong Yoo setelah menonton Coffee Prince. Tapi tidak dengan saya. Saya tidak se-suka itu pada Coffee Prince dan Gong Yoo, biasa saja. Pun ketika Big tayang, drama besutan Hong Sister ini tak meninggalkan kesan yang bagus di ingatan saya.
Adalah Train to The Busan yang membantu saya jatuh cinta kepada Gong Yoo. Lucunya, saya tidak pernah menonton Train to The Busan dengan utuh—saya gak suka film/drama tentang zombie dan sejenisnya. Trus kenapa dong bisa jatuh cinta sama Gong Yoo?  Jadi, yang saya tonton itu hanya sekian menit menjelang filmnya berakhir ㅋㅋㅋㅋ
Scene ketika Gong Yoo melepaskan anaknya dan mengorbankan dirinya—beuuughh, saya berhasil dibikin nangis. Banjeeeeer. Beneran nangis sampe sesenggukan. Kelar filmnya tau gak apa yang seketika muncul di benak saya?
“Iiiih, Om Gong Yoo-nya kok cakep ya?” #diulekfanssiom
Ke maneeee aje eluuuu, Azz!!
Thanks, I’m wake up now.
Yah, begitulah kisahnya bagaimana saya tersihir pesona Gong Yoo.
Dan peran Gong Yoo sebagai Kim Shin di Goblin benar-benar emeejiiiiing! Cocok banget. Emang kapan siiiih Kim Eun Suk gagal menciptakan karakter yang luar biasa bagi aktor utama dramanya? Sependek ingatan saya, belum ada.
Kim Go Eun as Ji Eun Tak
Hingga detik saya menulis ini, saya belum bisa memahami kenapa banyak sekali kritikan untuk akting Kim Go Eun. Nope. Saya bukan fans si nona. Saya cuma salah satu viewer yang enjoy dengan akting Kim Go Eun. Menurut saya, aktingnya tidak sedikit pun membuat saya tidak nyaman. Pernah menonton cuplikan China Town—karena Park Bogum, dan Cheesy in The Trap—tidak saya tamatkan, saya oke-oke aja tuh. Owh, saya hampir lupa kalau standar penilaian setiap orang berbeda—maafkan.
Badai penolakan netizen terhadap peran utama Kim Go Eun di Goblin sangat keras. Saya teringat kasus Lee Hyeri dan Sung Deokseon-nya—dalam perjalanannya K-netz menjilat ludah sendiri, akting Hyeri cocok aja tuh dengan karakter yang diberikan padanya. Tentang Goblin dan Kim Go Eun, waktu itu saya berpikir begini, Kim Eun Suk bukan penulis skenario kemarin sore yang gampang didikte. Beliau memilih Kim Go Eun pasti ada alasannya. Secara tidak langsung reputasi sebagai penulis skenario drama yang ngehits dipertaruhkan di sini.
Dan lihatlah apa yang terjadi saat Goblin tayang..... Tidak selamanya penilaian K-netz benar, bukan? ^^
Lee Dong Wook as Grim Reaper
Pertama kali menonton akting Lee Dong Wook adalah di Oh My Girl—tahun berapa itu, saya lupa saking lamanya. Sebelum Goblin, akting Dong Wook di Scent of Woman telah terlebih dulu mencuri perhatian saya. Bagi saya, drama yang memasangkan si ajeossi dan Kim Sun Ah ini merupakan salah satu drama terbaik yang pernah saya tonton. Dan begitu saja, saya tak lebih dari non-fan yang menikmati akting si oppa. Ketimbang sukses, drama-drama Dong Wook lebih banyak yang gagal jika memasang rating sebagai parameter sukses tidaknya sebuah drama. .
Ketika nama Lee Dong Wook keluar sebagai salah satu pemeran di Goblin, di benak saya muncul keyakinan; bakal jadi sesuatu nih. Gong Yoo-Lee Dong Wook, sebuah perpaduan yang tidak biasa. Perfecteu! *Louie’s style*
Yoo In Na as Sunny
Queen In Hyun’s Man!
Drama bergenre komedi-romantis dalam balutan time-traveler ini menjadi jalan Yoo In Na meraih kepopuleran. Sejauh ini, saya tidak mengalami masalah menonton aktingnya. So far so good.
Sebelum Goblin, Yoo In Na pernah bekerja sama dengan Kim Eun Suk di Secret Garden sebagai sahabat Gil Ra Im (Ha Ji Won). Karakternya agak sarkas tapi baik, lucu.
Yook Sungjae as Yoo Deok Hwa

Melalui peran-peran kecil di drama sebut saja salah satunya Reply 1994, Yook Sungjae perlahan tapi pasti mulai menjajaki peluangnya di bidang akting. Buah manis itu berhasil dipetik Sungjae berkat perannya di School 2015 sebagai Gong Taekwang. Tak hanya melejitkan namanya sebagai acting-dol, popularitas Sungjae diiringi dengan mulai dikenalnya BtoB—idol group di mana Sungjae berasal. Masih di tahun yang sama, Sungjae menerima tawaran beradu akting di Achiara’s Secret bersama Moon Geun Young. Yang lebih melegakan dari apapun, akting Sungjae selalu menerima respon positif dari K-netz.
Saya sebenarnya pernah punya feeling kalau Sungjae akan bermain drama sebelum 2016 berakhir, namun sedikit demi sedikit saya meragu—Sungjae berkali-kali menampik tawaran kasting. Entah karena saat itu BtoB sedang sibuk menyiapkan album baru atau Sungjae yang belum sreg dengan tawaran kasting yang datang padanya. Terakhir, ia menolak peran Louie di Shopping King Louie—di mana saya sangat bersyukur dia menolak. Seo In Guk sukses besar memerankan karakter Louie. Selain In Guk, saya tidak bisa membayangkan orang lain berperan sebagai Louie. Tidak juga Yook Sungjae.
Lalu Sungjae ditawari peran di Goblin. Ini namanya dream comes true untuk saya. Saya pernah berharap Sungjae diajakin maen drama salah satu penulis drama ngehits favorit saya. Dan kali ini ia tak lain tak bukan adalah Kim Eun Suk. *tumpengan*
Sejak kemunculannya pertama kali, Yoo Deokhwa digambarkan sebagai generasi ketiga keluarga chaebol yang agak genit, terobsesi pada credit card. Ke mana-mana yang dinyanyiin keuredit katteu. Meskipun harapan saya tidak terwujud (Deokhwa ketemu cewek yang tepat), tapi saya cukup lega, Deokhwa diceritakan menemukan jalan pulang melalui Sekretaris Kim. Saya menyukai dialog mereka di ending itu. Pas sekali menguliti apa kelemahan Deokwha sebagai manusia. Dia kelewat sibuk dengan diri sendiri dan keuredit katteu hingga gak aware dengan dunia di sekitarnya, dia bahkan gak tahu sekretaris kepercayaan kakeknya sudah menikah dan punya anak. Keterlaluan!
Story Line
Garis besar cerita Goblin kira-kira seperti ini; tentang seorang jenderal perang di masa Joseon yang dihukum Tuhan karena perbuatannya menghilangkan nyawa banyak orang via perang. Kim Shin gak bisa mati—kecuali ia bertemu calon pengantinnya. Ji Eun Tak. Dia  menjadi satu-satunya orang yang bisa mencabut pedang yang tertancap di dada Kim Shin. Tapi, cerita sesungguhnya tidak se-sederhana yang kamu pikirkan. Ada serangkaian ikatan takdir dan nasib yang mengikuti.
Paruh awal hingga memasuki pertengahan episode dari jumlah episode yang dijadwalkan saya menjumpai banyak scene penghibur yang sebenarnya tidak di-adakan pun tak akan memengaruhi keutuhan cerita Goblin. Efisiensi yang minim, PPL alias iklan bertebaran. Plot berkali-kali draggy. Akibatnya, konsentrasi saya sebagai penonton teralihkan. Sedikit menjengkelkan, memang. Kendati demikian saya tetap bertahan untuk alasan yang saya sendiri tak sepenuhnya mengerti. ㅋㅋ
Kalau tidak salah ingat, di postingan Descendant of The Sun, saya pernah menulis begini :
Dan lagi, dialog-dialog di drama ini bagi saya sesuatu banget. Kadang menggelitik, lucu, sarkas, penuh parodi. Kim Eun Suk’s style.
Hal yang sama berlaku pula di Goblin. Saya revisi sedikit—cerdas, menggelitik, komikal. Salah satu kelebihan skenario Kim Eun Suk terletak pada dialog antartokoh di dalamnya. Gabby pernah ngetwit tentang betapa bersyukurnya ia mempelajari Hangul, banyak dialog di Goblin yang berkurang maknanya atau konteksnya tak tepat setelah diterjemahkan ke bahasa selain Korea. Setidaknya ini membuat saya berpikir—nonton pake sub aja bisa sebagus itu dialognya, apalagi kalau ngerti Hangul? Kim Eun Suk punya kelas-nya sendiri.
Berbicara lebih jauh, saya menyukai tema sentral yang diangkat di drama ini. Goblin tak sekadar drama yang mengajak penontonnya berhaha-hihi, having fun bareng Kim Shin, Grim Reaper, Sunny, Eun Tak, dan Deok Hwa. Walau harus saya akui hampir 70% cerita Goblin berisi kegembiraan menyenangkan. Saya pernah menimbang-nimbang, jika fokus pada premis—Goblin tak akan mencapai 16 episode. 12?
Pelajaran macam apakah yang bisa kita baca dari kisah Kim Shin dan teman-temannya ini?
Tak sedikit dari kita pernah berdoa kepada Tuhan agar diberikan umur panjang—tak disebutkan sepanjang apa dalam doa itu—pokoknya, kita senang meminta umur panjang. Lalu bagaimana bila Tuhan misalnya benar-benar mengabulkan doa kita. Diberinya kita umur sangat panjang—lebih panjang yang dari kamu bayangkan. Bagaimana rasanya? Berdasarkan sudut pandang Kim Shin, kita diajak merenung secara seksama, tak selamanya panjang umur itu menenangkan sekaligus menyenangkan. Kim Shin menyaksikan orang-orang yang dikenalnya pergi satu-persatu. Sedang ia tetap bernapas. Menunggu dalam ketidakpastian, kapan waktunya tiba. Betapapun nikmatnya berumur panjang, ada jeda tak bernama berisi kejenuhan-kejenuhan yang melelahkan. Kamu tidak akan pernah tahu rasanya bila tidak pernah berada di posisi yang menjalani.
Tak pelak ini mendatangkan pertanyaan-pertanyaan ini di kepala saya; saat meminta usia dipanjangkan, hal-hal apakah yang menstimulasi alam sadar kita saat itu? Panjang umur agar lebih lama menikmati hidup kah? Panjang umur agar bisa berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya? Atau ini—bahwa kita sejatinya selalu khawatir dan ketakutan pada satu sosok tak berwujud bernama kematian? .
Di tengah penantian tak berujung Kim Shin, lahir-lah Ji Eun Tak—ia yang seharusnya tak dilahirkan. Missing Soul. Sudah tertulis bahwa sewaktu-waktu hidupnya bisa berakhir. Ia dikejar-kejar Grim Reaper sepanjang hayatnya.
“... Above all else, every human dies at some point. That’s why life is even more beautiful. That’s why the first thought I had once I got my memory back was to live each day as if it were my last. If today is my last day, this will be my final memory the person I love. So I’d better live hard and love.–Ji Eun Tak
Menyadari bahwa setiap dari kita akan mati dan di saat yang sama kita tidak pernah tahu kapan waktu itu datang, sepatutnyalah itu menjadikan kita agar selalu menghargai setiap detik yang kita miliki. Bukan begitu?
Dalam mitologi Korea, ada yang namanya reinkarnasi. Sunny—Kim Sun—dan Grim Reaper—Wang Yoo, diberikan kesempatan menebus kesalahan mereka di masa lalu berupa reinkarnasi, dilahirkan kembali. Singkirkan soal reinkarnasi-nya, sadar atau tidak, Tuhan sebenarnya berkali-kali memberikan kita kesempatan menebus kesalahan yang kita buat. Hanya saja, kita manusia cenderung bebal. Kesempatan kedua, kesempatan ketiga, dan kesempatan-kesempatan lainnya terbuka bagi siapa saja. Akan tetapi, tidak semua orang menyadari ia sedang diberi kesempatan. Seringkali kesempatan itu terlewatkan atau dilewatkan dengan sia-sia. Kemudian penyesalan itu datang di saat yang sudah benar-benar terlambat.  Saya tidak memercayai reinkarnasi—kehidupan setelah mati yang saya yakini, saya akan berada dalam dimensi lain. Isi-nya bukan lagi mengenai penebusan dosa masa lalu, melainkan mempertanggung jawabkan kelakuan saya sebelum mati. Kesempatan menebus dosa? Maaf—sudah tertutup, kata Tuhan. .
Tuhan-nya Kim Shin di Goblin, memberikan hukuman bukan tanpa alasan. Masih ada bagian penting dari masa lalu yang belum diselesaikan. Karena Kim Eun Suk memercayai reinkarnasi, demikianlah yang terjadi. Saya tidak lupa genre Goblin adalah fantasi, tak ada gunanya mendebat logis atau tidaknya story line drama ini ㅋㅋㅋ
Tapi, apakah genre fantasi tidak memungkinkan terjadi-nya plot-hole? Menurut hemat saya, peluang pada genre fantasi jauuh lebih besar dibandingkan genre lain.
Chemistry
Bro-mance? Yes. Sist-mance? Yess Lovey dovey? Iyess.
Di Goblin kita menemukan seluruhnya. Part paling menyenangkan drama ini tentu saja interaksi Kim Shin dan Grim Reaper yang sejak pertemuan perdana sudah mengindikasikan lahirnya next bromance yang akan membuat banyak hati klepek-klepek. Dan memang benar terjadi. Ditambah kehadiran Yoo Deok Hwa, segitiga bermuda pun lengkap. Alhasil, saya berkali-kali ngakak melihat tingkah polah ketiga orang ini. 
Siapa yang bisa lupa scene Eun Bi puterinya Hye Jin? Reaksi natural yang diberikan Grim Reaper dan Deok Hwa beserta seluruh pengunjung restoran di pagi itu—lucu sekali. Ada Grim Reaper doyan nonton drama, tolonglah ㅋㅋㅋㅋ
Hubungan yang terjalin antara Ji Eun Tak dan Sunny juga tak kalah menghibur dan mengharukan.
Kim Eun Suk sudah sedini mungkin menarik garis tegas bahwa tidak akan ada cinta segitiga, atau cinta segi-banyak pada drama yang ditulisnya kali ini—mengikuti jejak Descendant of The Sun. Cinta platonis, mungkin ada. Tapi tidak untuk jenis cinta yang bisa melahirkan Young Do-Young Do yang lain. Cukup sudah. Penonton pun lega.
Menyoal bromance, tak hanya sekali, pada bagian tertentu saya merasa kehadirannya agak berlebihan. Menditraksi konsentrasi penonton yang gampang sensian seperti saya. Bukan berarti saya menentang bromance Kim Shin-Grim Reaper-Deok Hwa. I really like it, but...  porsinya jangan berlebihan sehingga kebulatan cerita dan plot tetap terjaga. Itu.
Apakah hanya saya saja yang berpikir begini; kisah cinta Grim Reaper-Sunny mengundang ketertarikan lebih besar daripada Kim Shin-Ji Eun Tak? Sayang sekali sejak awal, kisah cinta mereka tak berjalan mulus bahkan setelah bereinkarnasi. Barulah pada reinkarnasi selanjutnya, hubungan keduanya tampak berhasil.
Ending
Kali pertama menyelesaikan episode 16—saya merasa ending Goblin, hambar. Seperti ada yang kurang, tapi saya tidak tahu apa yang kurang itu. Berpegang pada premis Kim Shin baru bisa mengalami kematian setelah calon pengantinnya menarik pedang yang tertancap di dadanya—saya tahu akan ada part tidak menyenangkan (baca; sad scene) di drama ini. Namun, bila bicara ending, berbekal drama-drama Kim Eun Suk yang sudah saya tonton—tak berlebihan bila saya memercayai akan ada happy ending untuk Kim Shin dan pengantinnya. Juga ending yang lebih membahagiakan untuk Grim Reaper dan Sunny.
Lantas mengapa saya merasa kurang puas dengan ending yang sudah diberikan Kim Eun Suk untuk Goblin? Mungkin karena saya merasa Kim Eun Suk bisa memilih ending yang sedikit lebih enak dari itu. Akhir yang menutup kisah Goblin dengan perfect. Sesuatu yang utuh dan sepadan dengan kegembiraan yang kita rasakan selama menonton drama tersebut. Ha, mungkin saya yang kelewat berharap :D
Kembali kepada kepercayaan reinkarnasi Korea—setidaknya mereka akan mengalami 4 kali reinkarnasi (CMIIW). Lalu apa yang akan terjadi pada Kim Shin setelah Ji Eun Tak telah menjalani seluruh reinkarnasinya? Meminta kematian kepada Tuhan-nya? Jangan lupa Kim Shin belum mengalami reinkarnasi satu kali pun.  
Episode 1
Episode 16
Hhhhh. Just Dokkaebi and his never-ending story... .
Ketika banyak yang bertanya kepada saya bagaimana ending Goblin, happy or sad? Saya mengambil jeda sekian detik—tarik napas dalam-dalam—sebelum menjawab, ya. Happy ending. Tapi bukan happy ending seperti yang kamu pikirkan. ㅋㅋㅋㅋ
Sedikit sekali drama yang bisa saya kenang seutuhnya sebagai drama bagus—mulai dari story-line, karakter-karakternya, sinematografi, background music-nya chemistry antarkarakter hingga ending. Dan dengan nada sedikit dramatis saya harus akui Goblin tidak termasuk ke dalam golongan yang sedikit itu. Ia populer, tapi tidak istimewa bagi referensi saya. ^^
Special Credit : Yook Sungjae
Siapa saja yang mem-follow saya di twitter tahu betapa saya menyukai Yook Sungjae. Sebesar rasa suka saya pada sesuatu, semampunya saya senantiasa berusaha mengambil jarak. Agar saya bisa memberikan pandangan—yang meski tak sepenuhnya objektif, setidaknya saya tidak sepenuhnya membutakan standar penilaian dalam kaitannya dengan kualitas terhadap sesuatu. Itulah yang saya terapkan pada Sungjae dan aktingnya.
No offense—berbicara tentang akting Yook Sungjae, saya terpaksa harus mengambil perbandingan dengan idol-turned-actor yang pernah saya jadikan bias di masa lalu. Lee Joon, eks member MBLAQ. Kenapa harus Lee Joon? Sebab, bagi saya terdapat kesamaan antara Lee Joon dan Yook Sungjae. Saya terbiasa melihat tingkah polah dan kegilaan mereka di luar stage dan dunia akting. Selama jadi idol, Lee Joon terkenal dengan ke-pabo-annya, sedangkan Yook Sungjae... kalian tahu sendirilah gimana sedeng-nya anak satu ini. Julukannya saja Yook Weirdo.... ㅋㅋㅋ

Benang merah inilah yang memunculkan satu pertanyaan ini—terbiasa melihat kelakuan absurd mereka, apakah akan memengaruhi mood dan kecocokan selera saya ketika menonton akting mereka?
Dengan Lee Joon—jawaban itu sudah saya temukan. Dari sekian karakter di drama yang sudah dia perankan, hanya di IRIS 2 saya benar-benar menikmati aktingnya. Dan itu tidak bisa saya jadikan pegangan mengingat ketika itu saya sedang semangat-semangatnya ngefans pada Lee Joon. Objektifitas-nya minim. Sangat minim. Semasa Gapdong tayang, saya masih terhitung die-hard fans-nya Lee Joon—tahukah apa yang terjadi? Berbeda dengan fans lain, saya mendrop Gapdong di pertengahan jalan. Rasa sayang saya untuk dia tidak cukup ampuh untuk membetahkan saya. Saya tidak bilang akting Lee Joon—jangan langsung nyamber salah paham. Spektrum aktingnya tidak cocok dengan saya. Kenapa bisa? Banyak faktor penyebabnya.
Bagaimana dengan Yook Sungjae?
Saya menonton School 2015 tanpa embel-embel sebagai fans si ini-si itu. Semata karena saya penggemar serial School sebelumnya—School 2013 yang melejitkan nama Lee Jong Suk dan Kim Woo Bin. Tahukah scene apa yang berhasil mencuri perhatian saya terhadap Sungjae? Yakni sewaktu dia masuk RS, trus diajak makan salah satu teman Eun Byul. Scene itu saya ulang berkali-kali. Saya merasakan vibe trouble maker-nya Gong Taekwang.
Jauh sebelum School 2015, saya pernah menonton akting Sungjae di Plus Nine Boys dan Reply 1994 (cameo). Tidak ada sedikit pun komplain dari saya mengenai aktingnya. Sekarang, sebagai fans, saya bisa membedakan Sungjae sebagai idol dan sebagai aktor. Menonton Sungjae bermain drama,  tidak menimbulkan keganjalan di hati saya. Sungjae memiliki bakat akting. Meminjam kata Sekretaris Kim—akting Sungjae itu natural. Nah, itu dia. Natural.
Benar, bahwa akting Sungjae belumlah luar biasa, belum di atas rata-rata. Capaian itu masih jauh. Sungjae masih harus belajar banyak. Khususnya karena sejauh ini, karakter-karakter yang dia perankan tidak memiliki spesifikasi khusus yang mau tidak mau memaksanya bekerja keras mengeksplor titik-titik sensitif aktingnya. Ekspresi wajahnya masih perlu dilatih. Sungjae sudah punya bibit. Potensinya ada. Ia hanya butuh jam terbang yang banyak—peran-peran tepat, tidak harus pemeran utama. Dengan begitu, aktingnya akan terasah—terbaca sok tau banget ya saya? ㅋㅋㅋ Untuk selanjutnya, saya berharap Sungjae memainkan peran jahat. Hihihi.
Keberadaan Sungjae di Goblin sudah cocok menurut saya. Dia bertindak semacam penetral. Penghubung. Pelengkap kegembiraan. Bayangkan bila tidak ada Deok Hwa di antara Kim Shin dan Grim Reaper, Kim Shin dan Ji Eun Tak, Grim Reaper dan Sunny. Kira-kira apa yang akan terjadi? Yang bilang peran Deok Hwa tidak penting, mungkin kurang cermat memahami keterkaitan satu karakter dengan karakter lainnya di Goblin.
Satu pertanyaan yang masih tertinggal mengenai Deok Hwa; kapan pastinya si Butterfly mulai merasuki Deok Hwa? Apakah sebelum atau sesudah ia menyilakan Grim Reaper ngekos di rumah samchoon-nya? Jika sebelum, kenapa dia masih mengingat Grim Reaper dan siapa-siapa yang ditemuinya selama si kupu-kupu berada dalam dirinya? Bukankah siapa-siapa yang dirasuki kupu-kupu akan segera melupakan apa yang terjadi setelah kupu-kupu itu meninggalkan tubuhnya? Saya merasa ada plot-hole di sini. Atau ada yang bisa membantu saya keluar dari kebingungan ini? ㅋㅋ
Scene Favorit
Ngomongin scene favorit di Goblin, saya punya banyak. Tapi yang paling membekas adalah ini,
“Every life is touched by a deity at least once. Just when you’re drifting away from the world, if someone nudged you back in the right direction, that would be when the deity chose to visit you.”
Tepat. Menyentak. Coba hubungkan dengan ucapan Deok Hwa—The Almighty is still not listening; you were whining. The Almighty must have had his reason for erasing my memory; you were guessing my intention.
Berapa banyak dari kita yang kerap menyalahkan Tuhan untuk hal-hal tak diinginkan yang terjadi dalam hidup? Prasangka buruk tumbuh subur. Saking sibuknya mencari-cari alasan untuk dijadikan pelarian—kita tidak sadar telah berkali-kali ditolong Tuhan.
Saya teringat pada diolog menggelitik yang diceritakan anak Christopher Gardner dalam film Pursuit of Happyness. Berikut cuplikannya.
Dad, do you wanna hear something funny? There was a man who was drowning, and a boat came, and man on the boat said “Do you need help?” and the man said “God will save me”. Then another boat came and he tried help him, but he said “God will save me”, then he drowned and went to heaven. Then the men told God, “God, why didn’t you save me?” and God said “I sent you two boats, you dummy!”
Tuhan selalu ada. Kita-lah yang seringkali, sadar atau tidak—menutup pintu hati.
Akhir kata—Goblin adalah tentang hidup dan mati. Diceritakan dengan gaya humoris, di beberapa scene saya berhenti sejenak untuk merenungi potongan-potongan dialog beberapa tokohnya.
Genre-nya fantasi—salah satu genre yang tidak saya favoritkan. Tapi Kim Eun Suk dengan lihai berhasil bercerita tanpa membuat kening kita berkerut lama-lama untuk mencerna part fantasinya.

7,8/10 dari saya
Saya menyukai drama ini.

[Review] Goblin, tvN-2016

by on 2/19/2017 01:20:00 AM
Starring : Gong Yoo , Kim Go Eun , Lee Dong Wook , Yoo In Na , Yook Sungjae - konten di bawah ini mengandung spoiler- Demam Descenda...