Starring : Bae Suzy, Kim Woo Bin, Im Joo Hwan, Im Jo Eun
Alert : tulisan berikut ini mengandung spoiler
Bisakah kamu membayangkan apa yang akan kamu lakukan andaikan dokter menjatuhkan vonis bahwa hidupmu tak akan bisa bertahan lebih dari tiga bulan akibat tumor otak? Jika pertanyaan yang sama diberikan kepada saya, saya memilih untuk tidak berani membayangkan. Menyebut kata andaikan pun saya tak mau. Siapa sih yang mau menderita sakit parah dan berada diambang kematian? Tetapi di Uncontrollably Fond, Shin Joon Youn (Kim Woo Bin) tak punya pilihan selain menerima vonis dokter. Ya, tiga bulan. Itulah yang dikatakan dokter padanya.
Lalu apa yang dilakukan Joon Young menghadapi sisa waktu yang dimilikinya setelah melewati masa penyangkalan? Ditemuinya ibunya yang memendam sakit hati dan kecewa berkepanjangan setelah ia memilih menjadi artis daripada jaksa—Joon Young blak-blakkan mengaku kalau hidupnya tak lama lagi dan ibunya menganggap itu sebagai lelucon. Hatinya bergeming. Kemarahannya tak surut sedikit pun.
Joon Young juga mencari No Eul.
Ia ingin tahu bagaimana gadis itu menjalani hidupnya. Namun, ia tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. No Eul yang ditemuinya bukan lagi sosok yang sama, yang dikenalnya di masa lalu. Si Joon Young gak tau aja betapa kerasnya hidup yang dilalui No Eul _
Shin Joon Young merupakan aktor/penyanyi papan atas yang sebelumnya bercita-cita menjadi seorang jaksa seperti keinginan ibunya. Berharap dengan demikian ayahnya—yang meninggalkan Joon Young saat masih dalam kandungan ibunya dan telah menjadi seorang jaksa berpengaruh—akan melihat hal tersebut. Jika saat itu datang, ibu Joon Young bisa akan bangga menghadapi mantan suaminya sambil berkata, “lihat, aku sanggup membesarkannya dengan baik walau tanpa kamu disisiku”. Ibu Joon Young rela melakukan apa pun asalkan puteranya bisa menjadi jaksa. Joon Young menyayangi ibunya, sebab itu—meski tak begitu menyukai ide menjadi jaksa—ia belajar dengan giat agar harapan ibunya terwujud.
Kembali ke masa lalu, No Eul menjalani masa-masa SMA-nya layaknya anak gadis seusianya. Akan tetapi semuanya tak lagi sama setelah sebuah kecelakaan tabrak lari menimpa ayahnya tepat di depan matanya. Bahkan setelah ayahnya meninggal tak lama setelah mendapatkan perawatan rumah sakit, No Eul tetap berjuang agar ayahnya mendapatkan keadilan. Ia tahu siapa yang telah menabrak ayahnya, tetapi jaksa yang menangani kasus tersebut—tak lain tak bukan adalah ayah Joon Young—menolak kesaksiannya. Kasus tabrak lari ayahnya berakhir dengan munculnya seorang pria yang mengaku sebagai pelaku. See, keadilan mendadak tumpul dan kehilangan gaungnya bila sudah bersentuhan dengan mereka yang memiliki kekuatan juga uang.
Takdir Shin Joon Young dan No Eul sejak awal memang tak mudah. Pantas saja melodrama ini diberi judul Uncontrollably Fond. Sebuah hubungan sebab-akibat yang kuat, rumit dan tak terelakkan, yang membuat saya meragukan akhir kisahnya akan berujung happy ending.
Shin Joon Young berperan besar terhadap kekacauan hidup No Eul, sadar atau tidak. Dimulai dari kematian ayah No Eul, kehidupan sekolahnya yang berantakan hingga tabrakan maut yang nyaris merenggut nyawa gadis itu.
Bertahun-tahun kemudian mereka bertemu kembali. Joon Young melepaskan keinginannya menjadi jaksa dan malah menjadi artis. Sedangkan No Eul menjalani hidupnya sebagai PD Rookie. Hidup No Eul tidak pernah mudah. Ia bekerja keras agar adiknya bisa hidup lebih nyaman dan juga untuk melunasi tumpukan utang mendiang ayahnya.
Lantas seperti apakah kisah Joon Young-No Eul setelah bertemu kembali? Apa yang akan terjadi bila No Eul akhirnya menyadari bahwa dua pria yang berada di sisinya berhubungan erat dengan kasus kematian ayahnya? Bagaimana pula reaksi ibu Joon Young bila tahu puteranya tak punya banyak waktu lagi?
=oOo=
Membaca ringkasan plot ceritanya, sekilas tak ada yang spesial atau tampak baru dari storyline  Uncontrollably Fond—oh, mungkin ada yang menganggap duet Kim Woo Bin dan Bae Suzy spesial? Owkey. Drama ini berkisar pada; rahasia kelahiran, hubungan cinta yang sepertinya sulit diwujudkan mengingat takdir buruk dari masa lalu yang melingkupi dua tokoh utamanya, hm... ada yang bisa menambahkan? Hampir lupa; klise. Tetapi, semakin jauh menonton episodenya saya bisa merasakan ada sesuatu pada drama ini yang membuat saya terpesona terlepas dari betapa membosankan-nya Uncontrollably Fond seperti banyak dilontarkan orang.
Ketika tahun lalu keluar news mengenai main cast drama yang ditulis Lee Kyung Hee (I’m Sorry I Love You, Thank You), tak seperti reaksi kebanyakan yang WOW, super antusias, saya cenderung biasa aja. Reaksi saya tak lebih—oh *sambil lalu mencoba membayangkan akan seperti apa sih chemistry dua orang ini?* saya sedang di angkot waktu itu.
Pertama, saya bukan penggemar drama melo bin makjang. Saya tidak menonton I Miss You, Nice Guy atau Secret. Kedua, saya bukan penggemar Kim Woo Bin dan Bae Suzy. Saya memang menonton drama mereka sebelumnya, tapi saya tak pernah berniat menjadi fan. Bukan dalam konotasi negatif ya! Saya tak ada masalah kok dengan akting Woo Bin dan Suzy. Saya malah sering ngeladenin Merr ditelpon bahasin Woo Bin—doi ngefans abis sama Woo Bin, sampe bela-belain ikutan fanmeet pas Ubin ke Jakarta ㅋㅋㅋ

Eh, saya ingat lagi pernah ngomong ke Merr rada gak tertarik mengikuti Uncontrollably Fond, kira-kira sebulan sebelum dramanya tayang—pede banget lo, Azz.

Jeng! Jeng! Jeng! Plot episode pun tayang. Saat itu saya sedang mengikuti My Dear Friends—salah satu drama produksi tvN terbaik yang pernah saya tonton. Pikir saya, waktu saya cukup luang untuk mengikuti satu-dua (tiga dong!) drama. Ya udah, saya iseng aja donlot Uncontrollably Fond. Hm, lumayan lah. Drama melo dengan pola bercerita maju-mundur (ng, mirip lagunya siapa cobaaa...). Ceritanya rumit tetapi jelas dan bisa dicerna, tidak membuat pusing. Gak kebayang kan, udah ceritanya melo ditambah pula dengan kerumitan kisah antartokoh, ini mah ciri-ciri penonton pengen ngegeplak guling jadinya. Contoh kasus cerita yang rumit : penonton tahu apa yang terjadi di dalam drama, satu-satunya yang belum tahu adalah para tokohnya. Alih-alih sabar menunggu rahasia terbongkar, kita udah kadung senewen pengen nyekik orang menyaksikan konflik tarik-ulur nan dramatis. Kalau kamu pernah nonton sinteron Tersanjung 1-7 kamu akan paham maksud saya ini. Btw, Tersanjung sampe berapa part sih? 7 atau 8? Trus bukannya Tersanjung yang terakhir ganti nama jadi Adilkah Ini? YA ALLAAAAAH, INI DRAMA KOREA NONAAAAA BUKAN SENETROOON.   Jangan salaaah loh, banyak kok drama Korea yang konfliknya mirip sinetron kita...
Saya bilang ke Tea Eonni, gak akan sungkan mendrop drama ini andaikata ceritanya nge-drag atau lost in the mountain secara ajaib—itu di minggu kedua penayangannya.
Yang terjadi kemudian adalah saya semakin larut dalam pesona Shin Joon Young—heeeh aneh deh, Joon Young itu jauh banget karakternya dari Choi Taek tapi kok saya bisa suka ya? Abisnya Joon Young banyak bikin saya ngakak sih ngeliat tingkahnya yang childish dan ngambekan tetapi tetap memancarkan kharisma yang... lucunya malah bisa menarik simpati saya sebagai penonton. Menurut saya, Joon Young bukan tipikal Tsundere. Dia tahu apa yang dia lakukan, kepeduliannya ditunjukkan secara terang-terangan. Justru malah orang-orang disekitar dia yang tidak aware terhadap ketulusannya—ibunya misalnya. Saya benci mengatakan ini, orang-orang barulah akan mengingat keberadaannya setelah ia menghilang. Ouch. .
Masih dengan Tea Eonni, saya semacam curhat gitu; apa sih yang dimiliki Uncontrollably Fond sehingga sanggup mencuri perhatian dan membuat saya betah? Padahal genre-nya sama sekali bukan favorit saya. Belum lagi pace-nya yang lumayan lambat. Bikin gak sabaran #loh.
Banyak unsur sebuah drama yang bisa membuat saya betah. Itu bisa saja karena ide cerita yang tak biasa alias out of the box, storyline-nya yang menawan, plot dan intrik (non melo dan makjang), atau bisajuga karena karakter tokoh di dalam cerita. Jika di You Who Come Another Star, orang-orang terpikat dengan Do Min Joon, saya malah jatuh cinta dengan karakter Cheon Song Yi dengan segala ke-babo-an dan keunikannya itu. Kamu mungkin tidak akan percaya kalau saya bilang, saya menutup mata setiap kali ada interaksi romantis antara Do Min Joon dan Cheon Song Yi. Bukan romance-nya yang membuat saya tertarik. Sungguh ㅋㅋㅋㅋ
Dan Joon Young tampaknya akan menjadi the next Cheon Song Yi bagi saya. Saya tidak hendak menyamakan mereka, ketertarikan saya berdasarkan pada tingkah polah yang melekat pada karakter ini. Itu saja. Saking kuatnya karakter mereka, saya bisa memisahkan mana Shin Joon Young dan mana Kim Woo Bin.
Saya menaruh simpati mendalam pada Joon Young. Seolah-olah saya bisa melihat diri saya ikut bersedih bersama dirinya di episode-episode mendatang. Cieee.
Saya merasa aman dari sisi emosional menonton Uncontrollably Fond. Ajaib? Joon Young kemungkinan besar akan meninggal di akhir cerita—saya akan baik-baik saja. Sebaliknya, saya akan sedikit kecewa bila drama ini berakhir bahagia. Premis awalnya tidak menjanjikan itu. Bukankah seharusnya saya senang bila misalnya Joon Young dan No Eul bersama-sama? Ketimbang menyenangkan hati penonton, saya lebih menyukai ending yang realistis meskipun itu akan mengundang banyak protes dari para penyuka happy ending.
Baik itu Joon Young dan Ji Tae (Im Joo Hwan), sama-sama memiliki cacat di mata No Eul. Mereka memiliki ayah yang sama—yang telah berbuat tak adil pada kasus tabrak lari ayah No Eul. Ji Tae juga bertunangan dengan dengan gadis yang merupakan pelaku tunggal tabrak lari itu. Saya tidak melihat kans keduanya bisa bersama No Eul. Eh, Joon Young lebih sedikit di atas Ji Tae ding. Nyawanya tak lebih dari tiga bulan lagi. Siapa tau aja, No Eul memberikan simpatinya setelah tahu hidup Joon Young tak lama lagi (ini ide paling buruk paling terakhir yang saya harapkan akan terjadi). Saya tidak berharap No Eul memilih Joon Young berlatar rasa kasihan. Nggak banget deiiiiih. 
Perjalanan Uncontrollably Fond masih panjang. Masih banyak kejadian-kejadian (klise) lainnya menunggu. Saya siap, sejahat apa pun itu terhadap hati saya. Anyway, dipikir-pikir lagi, Uncontrollably Fond tak se-makjang yang saya kira. Sisi humornya tetap ada sebagai penyeimbang. Karakter-karakter pendukung sangat menghidupkan sisi lain drama ini. Tak ada lelucon yang garing. Gestur-gestur kecil yang ditunjukkan bahkan sanggup membuat saya tertawa lepas. Contohnya, waktu Joon Young mukul bibir No Eul gara-garanya No Eul manggil-manggil nama Ajeossi (Ji Tae) ㅋㅋㅋ
Sejauh 6 episode, drama ini menyenangkan. Aneh, bukan?

P.s : Pororo kok jaraaaang banget keliatan .

Starring : Sota Fukushi, Tsubasa Honda, Shuhei Nomura, Taiga, Sakurako Ohara
=oOo=
Hubungan saya dengan Dorama Jepang tak semesra dan sedekat seperti ketika saya berinteraksi dengan Drama Korea. Tak banyak yang pernah saya tonton—bisa dihitung jari, pun aktor/aktrisnya sangat tidak familiar di telinga serta lidah saat mengucapkannya. Saya dan drama Korea merupakan kebalikan dari sahabat saya—dia akrab dengan Jepang dan kebudayaannya, bahkan salah satu dosen pembimbing tugas akhirnya semasa kuliah adalah Doktor lulusan salah satu universitas dari negeri Matahari Terbit itu. Seringkali perkenalan saya dengan sebuah dorama atau film Jepang terjadi akibat ketidaksengajaan—oke, ini pattern yang tak berbeda saat saya menonton drakor. Pernah, suatu hari saya sedang berada pada masa peralihan setelah menamatkan satu drakor keren. Saya mengalami kesulitan untuk move on ke drama lainnya. Mood saya untuk nonton drakor  mendadak tumpul. Kesimpulan paling masuk akal yang bisa saya ambil adalah bahwa saya butuh menonton sesuatu yang bernuansa dan memiliki feel yang bertolak belakang dengan drakor. Apalagi kalau bukan dorama? Maka mulailah saya Searching sana-sini, tanya orang-orang yang dekat dengan Jdorama....
Saya sempat mikir cukup lama sebelum mendonlot Koinaka—review yang saya baca mengenai drama ini kebanyakan penuh komentar negatif yang merujuk pada storyline hingga akting para pemainnya. Tapi saya sudah kadung penasaran dengan sosok Sota Fukushi, si jangkung bertubuh kurus yang seumuran Bogum itu. Strobe Edge live action adalah film yang memperkenalkan saya dengan Sota pertama kali. Tau gak apa komentar pertama yang keluar dari mulut saya saat melihat Sota?
“Kurus banget nih cowok, mungkin doi kurang makan...”
Azz... Azz, ckck...
Kalau ditanya apa yang sering membuat saya tertarik memerhatikan seseorang hingga akhirnya benar-benar jatuh cinta? Jawaban saya bisa terdengar sangat absurd dan sedikit ingin terdengar romantis. Apakah itu gerangan? Mata. Eyes. Entah ini bakat alam atau bisa jadi karena saya terlalu menikmati pembawaan saya yang kelewat sensitif  dan perasa—saya tanpa sadar selalu berusaha keras memerhatikan di kedalaman mata seseorang. Dan selama ini saya cukup sukses membaca karakter seseorang lewat itu. Saya bisa tanpa ragu-ragu mengesampingkan wajah tampan dan hanya fokus pada mata. Wait—sebenarnya saya cuma mau bilang kalau saya langsung menyukai Sota Fukushi setelah melihat matanya, tapi kenapa prolognya bisa se-lebay ini? Huuuh .
Tak lengkap rasanya membahas Koinaka tanpa mengenal Sota terlebih dahulu—maafkan saya. Tak banyak aktor yang bisa memanfaatkan matanya dalam mengolah emosi ketika berakting, tanpa dialog, bisa membuat kita—penonton, tanpa sadar turut larut bersamanya. Dan Sota Fukushi punya modal untuk itu. Hanya saja dia belum tiba pada tahap excellent. Masih berada pada tahap sedang—butuh belajar banyak, mungkin dengan memerankan karakter yang bisa memaksa-nya bekerja lebih keras lagi.
Apa yang bisa kamu harapkan dari sebuah drama yang dipenuhi kritikan menyedihkan? Ceritanya klise, akting para pemeran utamanya yang jauh dari memuaskan, belum lagi plot cerita yang membosankan—kamu mungkin akan segera menebas mati rasa ingin nontonmu. Tapi tidak dengan saya. Saya dibuat penasaran, sejelek apakah Koinaka hingga jadi bulan-bulanan ketidakpuasan banyak penontonnya? Cuusss, dengan percaya dirinya, saya mendonlot kesembilan episodenya dan segera menontonnya. Hasilnya? Ouch. Tak ada asap bila tak ada api, kritikan-kritikan itu sangat beralasan—Koinaka memang penuh kekurangan. Lantas, apakah saya menyesal telah membuang paket kuota internet saya demi Koinaka? Tidak. Saya malah menonton ulang part Aoi-Akari yang saya suka ㅋㅋㅋ. Dasar aneh.
Koinaka bercerita tentang tentang Aoi Miura (Sota Fukushi) dan Akari Serizawa (Tsubasa Honda), dua orang yang sudah bersahabat sejak kecil. Kehidupan mereka yang baik-baik saja pelan-pelan berubah setelah kehadiran Aoi Shota (another Aoi yang diperankan Shuhei Nomura) dan mencapai klimaksnya menyusul kebangkrutan usaha galangan kapal milik ayah Akari. Akari menghilang setelah malam sebelumnya menghabiskan waktu bersama Aoi di festival kembang api musim panas. Akari meninggalkan sebuah memo di antara helai komik One Piece milik Aoi yang tak sengaja terjatuh tak jauh dari rumah Akari. Gadis itu tak sadar telah meninggalkan kesalahpahaman yang luar biasa rumitnya di hati Aoi. Aoi berpikir Shota dan Akari saling menyukai—yang disaat yang sama, mereka bertiga sudah dekat satu sama lain. Aoi mengorbankan perasaannya sendiri (suer, ini Enoshima Prism banget). Tujuh tahun kemudian, Shota membawa Akari bertemu Aoi. Jadi mereka berdua menjalin hubungan dan pacaran tanpa sepengetahuan Aoi. Yang sebenarnya terjadi adalah tujuh tahun silam, di hari Akari menghilang, Shota mencuri komik One Piece berisi memo yang diletakkan Akari di dalam laci meja Aoi. Shota membuat saya kehilangan respek sedini itu.
Bagaimanakah hubungan Aoi dan Akari setelah bertemu kembali? Shota jelas-jelas tak bisa semudah itu melepaskan cintanya untuk Akari. Lalu bagaimana dengan perasaan Akari sendiri?
Sekali lagi, dorama ini sangat klise. Pola penceritaannya pun cenderung lamban—banyak scene kesalahpahaman yang berulang dan menurut saya tak perlu ada. Justeru ini akan dianggap upaya memanjang-manjangan cerita yang berakhir pada kebosanan penonton—tarik ulur yang tidak memikat sedikit pun. Kenapa tidak ceritanya dikembangkan di sektor lain? Atau tidak mustahil range cerita Koinaka terlalu sempit hingga writer-nya keculitan sendiri mengembangkan plot. Nah, kenapa tidak dipendekkan 6-7 episode saja? Bukan apa-apa, saya udah keburu esmosi tingkat kabupaten ngeliat Aoi diam-diam menatap kemesraan Shota dan Akari dari balik pintu, dari kejauhan. Gak cuma sekali. Berkali-kali.  Sebeeel pengen nabok orang.
Oh, saya tidak akan lupa menyinggung betapa miskin-nya ekspresi Sota Fukushi dan Tsubasa Honda sebagai pemeran Aoi dan Akari. Memang sih tidak semua scene untuk Sota—ia masih harus belajar mengolah ekspresi wajahnya ketika marah atau kaget tanpa harus melototkan mata berkali-kali. Saya gak tega (baca; gak nyaman) liatnya dan terpaksa mengalihkan tatapan dari layar laptop ke arah lain. Dan untuk Tsubasa, jujur saya tidak bisa menyembunyikan kekecewaan ketika tahu dia-lah yang mendampingi Sota di Koinaka. Saya sangat tidak menikmati penampilannya di Ao Haru Ride live action. Ya mau gimana lagi. Saya sudah terlanjur menyukai versi anime-nya terlebih dahulu .. Paling ilfil tuh kalau udah ngeliat Tsubasa dalam perannya sebagai Akari, berakting nangis. Gak nyaman banget, asli. Gak natural. Terkesan maksa. Jelek. *sadis lo, Azz*
Bagian lain dari drama ini yang bikin saya betah adalah sinematogfari-nya. Pemilihan warna dan sudut-sudut pengambilan gambarnya terasa familiar. Menurut saya, salah satu perbedaan mendasar antara drama Korea dan dorama Jepang adalah ini; sinematografi. Kdrama cenderung smooth dengan pemilihan warnanya, sedangkan Jdorama jauh lebih sederhana—seperti memindahkan potret satu tempat di dunia nyata ke dalam lensa. Tak banyak mengalami pengeditan di sana-sini, namun justru itulah yang membuatnya lebih terasa dekat dengan kehidupan nyata. Dari segi pendekatan budaya, saya merasa lebih akrab dengan sinmetografi dan setting Jdorama. Tentu saja, baik itu kdrama dan Jdorama tetap bisa memukau dengan orisinalitasnya masing-masing.
Apa yang paling saya ingat dari Koinaka? Aoi Miura yang kebanyakan lari kenceng. Refleks saya teringat Propsal Daisakusen. Alih-alih menampilkan kesan dramatis, saya malah merasa terganggu. Pola yang terulang. Hah.
Bagi saya best part kebersamaan Aoi-Akari yakin ketika mereka saling bertengkar untuk hal-hal ringan dan saling mengobrol lepas tanpa menaikan tensi romantisme ke level yang bisa bikin saya lari ke pojokan kamar—gak kuat nonton. Cringe. Mereka terlihat jauh lebih natural saat melakoni scene-scene yang tidak menonjolkan sisi romantis.
Jika kita mau menoleh ke belakang, tak sedikit drama yang mengusung tema yang sama—first love never die, misalnya—namun tetap bisa menyerap perhatian penonton. Kembali ke cara bercerita plus pemilihan para pemeran utamanya. Tak masalah menampilkan tema yang tak baru, asalkan pola pengembangan ceritanya fresh dari yang sudah pernah ditampilkan. Sayangnya Koinaka tak punya keduanya. Storyline yang flat, akting para pemeran utamanya pun tak cukup memuaskan.
“Someone said that people live in accordance with the blueprint so-called a life. It could be that. In her blueprint, she planed a life with another Aoi, but not with me. If that is the case, this is a miracle. It might be that miracles could happen easily. We might be able to change our destiny no matter how small our first step is. We might be able to be a bit happier than now. Even though I am like this, I told my first love how I feel, and have a wonderful day like today.”
Monolog Aoi Miura menjelang akhir episode benar-benar menggambarkan keseluruhan cerita dengan sempurna. Saya lalu berpikir ulang, mengingat-ingat apa saja yang bisa saya dapatkan dari Koinaka. Seseorang pernah berkata kepada saya bahwa, sebuah karya entah itu berupa tulisan atau dalam bentuk lain, seburuk apa pun kita menilainya—dia telah melalui sebuah proses yang mungkin panjang dan tidak mudah bagi pembuatnya. Oke, sebagai penikmat kita boleh merasa berhak punya hak mengkritisi atau sejenisnya, namun pada akhirnya kita tak boleh lupa memberikan apresiasi. Saya menghargai niat baik yang ingin ditampilkan dorama ini. Takdir, ada dua. Ada yang bisa diubah dan tidak. Saya menyukai ide ini—di buku kehidupan Akari Serizawa, jodohnya tertulis Aoi. Tak ada yang tahu Aio manakah yang dimaksud Tuhan. Aoi Shota sudah keliru mengambil langkah awal demi meraih hati Akari, dia mencuri memo yang diperuntukkan kepada Aoi Miura. Dengan ini rasanya cukup jelas kiranya, Aoi Shota keluar dari takdir masa depan Akari karena tujuh tahun kemudian, Aoi Miura mendapatkan kesempatan memperbaiki jalannya di masa lalu menuju Akari. Ini bukan keajaiban—sejak awal Aoi tulus menyayangi Akari dan Shota. Ia berhak menjadi pendamping Akari. Drama ini, anehnya seperti memiliki benang merah yang kuat dengan film Enoshima Prism. Bukan karena ketiga pemeran utamanya sama dengan Koinaka, melainkan ceritanya. Anggap saja, Koinaka berhasil menyembuhkan kesedihan saya gara-gara ending Enoshima Prism yang nyesekkin itu.
Terlepas dari banyaknya kredit minus yang diberikan kepada Koinaka, drama ini tetap asik dan bisa dinikmati di sela-sela waktu senggang. Tolong jangan nonton pas mood buruk—yang lagi putus cinta, yang dapet nilai C untuk mata kuliah 4 SKS, atau bagi kamu yang sedang meratapi isi dompet yang menipis padahal masih pertengahan bulan—jangan sekali-kali nyoba nonton Koinaka. Saya aja yang gak lagi bad mood sukses dibikin ba-per. Rasa-rasa pengen nge-smash apa aja. Saya memiliki love-hatred relationship dengan Koinaka. Di satu sisi saya memberikan banyak komentar negatif namun di sini lain saya tidak bisa menolong diri saya sendiri karena menyukai drama ini—untuk alasan yang saya sendiri bingung gimana cara menjelaskannya. Mungkinkah karena Sota Fukushi? Owh. Lihatlah, betapa biasnya saya .
Ingat, ini hanya tulisan dari seorang penonton awam yang belum banyak menonton Jdorama. Saya boleh jadi tidak objektif dengan seluruh apa yang sudah saya tulis. Apa yang kamu rasakan ketika menonton Koinaka mungkin bertolak belakang dengan isi pikiran di bawah batok kepala saya ini. Maafkan
Skor : 6,5/10
Sekali lagi, jika kau memiliki sesuatu yang ingin kausampaikan kepada seseorang, bicaralah. Sebab diam tak akan pernah bisa membantumu. Sebelum terlambat, sebelum waktumu diisi penyesalan.
Apakah saya percaya dengan cinta pertama? Sayang sekali tidak. Cinta pertama saya sebentar lagi akan menikah, dan saya baik-baik saya. Cinta pertama sudah lewat. Ia hanya akan menjadi milik masa lalu.
Bye~ing
=Azz=

Jangan lupa bahagia ^^
Yuhuuuu, how’s life?
Pertama-tama saya ingin mengucapkan maaf lahir & batin kepada Readers sekalian—yang merayakan dan yang tidak merayakan  Idul Fitri. Gak ada kata terlambat untuk mengharapkan agar diberi penerimaan maaf yang tulus, kan? Syawal belum berlalu. Momentum belum pergi menjauh. Maafkan bila selama mengasuh blog Majimak Sarang, ada di antara Readers yang tersinggung atau hatinya terluka oleh tulisan-tulisan saya. Saya juga manusia biasa—terdengar klise memang tetapi begitulah, adakalanya saking emosionalnya menanggapi sesuatu saya tidak bisa menjaga kesadaran lalu melontarkan kata-kata yang tidak sepantasnya dilontarkan seseorang yang mengaku berakal—sekali lagi maafkan saya ^^
Setelah off beberapa waktu dari drama Korea, saya kembali lagi. Drama terakhir yang saya tonton adalah Descendants Of The Sun, begitu dramanya tamat saya segera hiatus sebentar karena alasan teknis—sok formal banget ㅋㅋㅋ
Ketika mendapatkan kembali jaringan internet yang lumayan bagus—dan hape baru ehm—saya tidak langsung berburu donlotan Kdrama melainkan Variety Show hihihi. King of Mask Singer dan menggenapkan We Got Married-nya Bbyu Couple. Kelar itu, barulah saya mikir-mikir kira-kira drama apa yang bagus untuk dijadikan umpan supaya saya semangat nonton drakor. Setelah timbang sana timbang sini, dipilihlah Dear My Friends yang dibintangi Go Hyun Jung. Selain itu saya juga memutuskan menonton beberapa drama ongoing yakni Uncontrollably Fond, The Good Wife  dan Let’s Fight Ghost/Bring It On Ghost!
Berikut sekilas pandang saya terhadap drama-drama yang sedang saya tonton :
My Dear Friends-tvN
-Starring : Go Hyun Jung, Kim Hye Ja, Na Moon Hee, Go Do Shim, Park Won Suk, Yoon Yooh Jung, Joo Hyun, Kim Young Ok, Shin Goo-
Special cast : Jo In Sung, Lee Kwang Soo, Sung Dong Il, Danaiel Henney, Shin Sung Woo
Pertanyaan yang paling sering saya dapatkan dari teman-teman sesama penikmat drakor ketika meminta file drama kepada saya adalah, “apakah pemerannya ganteng/cantik? Romantis gak? Happy ending kah?” dan bila jawaban yang saya berikan berkebalikan dengan apa yang mereka harapkan, mereka dengan mantap menolak menonton drama-drama yang saya sebutkan. Tidak lucunya, selera saya soal drama jarang sekali bisa cocok dengan teman-teman saya. Saya tidak pernah memasang standar fisik aktor/aktris atau dramanya harus memiliki happy ending—ketimbang memaksa harus bahagia, saya lebih suka penyelesaian yang realistis. Seringkali, empat episode pertama memengaruhi pendapat saya apakah dramanya layak saya lanjutkan atau tidak. Pernah juga, saya tanpa alasan jelas dan sedikit absurd, menampik menonton satu drama meski saya langganan  menonton drama-drama pemeran utamanya.
My Dear Friends bukanlah drama yang pemeran utamanya diisi aktor-aktris muda nan bening seperti porselen—memanjakan mata pemirsaa. Drama ini menampilkan para aktor-aktris kawakan/veteran yang usianya setara nenek saya, dengan cerita berkisar kehidupan mereka di masa tua. Siapa yang menyangka cerita sederhana dan jauh dari kesan dramatis ini bisa membuat saya betah sejak episode perdana hingga saat ini menuju ending. Tidak ada satu pun episodenya yang membiarkan kelenjar mata saya istirahat .
Saya menonton It’s Ok That’s Love-nya Noo Hee Kyung, saya tak hentinya memuji kesolid-an cerita dan chemistry antarkarakter di drama tersebut. Ceritanya natural, manusiawi dan tidak muluk-muluk. Saya mengikuti news yang mengumumkan kepindahan No Jakkanim ke tvN, tetapi saya yang saat itu on-off dengan internet segera melupakannya. Saya tidak pernah ngeh kalau My Dear Friends adalah karya No Jakkanim yang dimaksud, barulah setelah membaca postingan di Kkuljaem, pencerahan itu datang. Pantas saja, saya merasa familier dengan pattern di Dear My Friends. Mulai dari style bercerita hingga background music-nya yang sangat mirip It's Ok That's Love.
Sekilas, barangkali ada yang akan menggumam, apasih yang bisa diceritakan dari kakek-kakek dan nenek-nenek itu? Rasanya mustahal membayangkan adanya kisah cinta atau tragedi-ironi yang biasa diangkat di drakor—yang pemerannya masih muda-muda itu. Kurang lebih, begitulah yang terbesit di kepala Park Wan ketika ibunya memaksanya lagi-lagi menghadiri acara reuni teman-teman ibunya. Orangtua yang usianya sudah uzur hanya tinggal memikirkan perihal kematian yang sewaktu-waktu bisa datang. Berapa banyak dari kita yang memiliki pemikiran serupa? No Hee Kyung datang membawa cerita yang sukses menampar pikiran picik saya. Pertanyaan paling ringkas yang bisa membuka jalan menuju banyak kemungkinan jawaban melalui drama ini yakni, apakah menjadi tua, menjadi keriput, menjadi limapuluh, enampuluh, tujuhpuluh bahkan seratus lantas membuat makna hidup di dalam batok kepala kita menjadi sangat sempit bahkan nyaris tak punya nyawa? Dipenuhi seribu macam ketakutan tentang mati, tentang waktu yang tak banyak tersisa?”.
My Dear Friends dengan tegas menggusur pikiran-pikiran tersebut. Nenek Oh Ssang Bong yang enerjik tetap turun tangan mengelola tanah pertaniannya, mengasuh suaminya yang sakit-sakitan serta anak lelakinya yang cacat. Saya tidak pernah mendengar Nenek Oh mengeluh. Ada juga pasangan suami-istri Suk Gyun dan Jung Ah dengan semua konflik rumah tangganya yang kerap bikin saya geleng-geleng kepala melihat ulah Kakek Suk Gyun. Tipikal suami yang ingin selalu dihormati, berhak berkuasa penuh, dan egois gak ketulungan . , namun dalam perjalanannya sedikit demi sedikit diperlihatkan bagaimana Nenek Jung Ah melakukan pemberontakan terhadap suaminya dan akhirnya menuntun Kakek Suk Gyun pada jalan yang benar dan lurus ㅋㅋㅋ. Banyak menjengkelkan namun di satu sisi sarat kelucuan yang membuat saya berada di tengah-tengah. Tertawa, tetapi dalam hati merasa kasihan pada Kakek Suk Gyun.
Lalu ada ada Lee Young Won, aktris senior yang sering mendapat peran jahat di drama-drama. Di kehidupan nyata, di tengah teman-temannya yang setia, ia adalah sosok menyenangkan, pemegang rahasia paling sabar dan baiiiiiiik sekali. Young Won yang masih belum bisa move on dari cinta pertamanya menderita kanker akut, tak lantas itu membuat semangat hidupnya surut. Lee Young Won merupakan salah satu karakter favorit saya di drama ini.
Jang Nan Hee memiliki seorang puteri—Park Wan—ayah dan ibu (Nenek Oh) yang dicintai dan mencintainya dan seorang adik laki-laki. Luka lama atas perselingkuhan suaminya dengan teman Lee Young Won begitu membekas di ingatannya. Ketimbang mengenangnya dengan menjalani hidup tanpa rasa bahagia, Nan Hee memilih jalan bahagia. Ia masih punya teman-teman yang peduli, dan Wan—anaknya yang selalu punya alasan untuk adu argumen. Ia juga bertemu seorang lelaki baik—yang sepertinya jatuh hati padanya. ☺
Punya banyak anak dan rata-rata sukses bukanlah jaminan utama seorang ibu bisa hidup bahagia di usia senjanya. Ia bisa saja sangat kesepian karena kesibukan anak-anaknya menjalani hidup masing-masing. Jo Hee Ja adalah contoh nyatanya. Setelah suaminya meninggal, Hee Ja hidup sendirian. Sekembalinya dari Filipina—ada rumah anaknya yang mirip istana di sana—kekasihnya dari masa lalu muncul. Lee Sungjae (kenapa harus Sungjae ㅋㅋㅋ) Tak berapa lama Hee Ja divonis mengalami demensia oleh dokter. Ah, kisah ini sangat sedih. Saya tidak main-main .
Beruntung, dari sekian anaknya, ada Yoo Min Ho yang menyayangi Hee Ja lebih daripada apapun. Di awal penampakan Min Ho yang diperankan dengan cemerlang oleh Lee Kwang Soo, sedikit meninggalkan kesan negatif di mata saya. Saya pikir dia sama dengan kakak-kakaknya yang lain—dengan ringan menelantarkan ibu mereka. Min Ho adalah pengecualian. Ia benar-benar menyayangi ibunya. Tulus. .. Jika sebelumnya Lee Kwang Soo identik dengan jerapah dan label King of Betrayal (salahkan Running Man ㅋㅋㅋ), setelah menikmati perannya sebagai Min Ho, saya terpesona. Ng, Kwang Soo bisa kelihatan ganteng juga ahahaha. Soal akting, tidak usah ditanya. Two thumbs up!
Di geng, hanya Oh Chong Nam yang memilih menjadi single sepanjang hidupnya. Dikorbankannya hidupnya untuk merawat sanak-kerabatnya yang sakit-sakitan. Berangkat dari kisah hidup yang tak biasa (baca; rumit, pelik dan keras), Chong Nam merasa perlu dan harus bertanggungjawab atas seluruh hidup keluarganya. Kalau bukan dirinya, siapa lagi? Terlebih dari segi finansial ia memiliki kelebihan. Ada sentilan halus sekaligus mengharukan, bagaimana Chong Nam yang emoh berhenti belajar dan ikut ujian meski gagal berkali-kali. Tampaknya Chong Nam memegang teguh prinsip tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat. Ngapain malu sama usia? Gitu.
Adalah Park Wan yang menjadi tokoh sentral di dalam cerita ini. Ia, si narator yang membantu kita memahami setiap karakter. Bagaimana latar belakang hidup dan pemikiran mereka. Setelah melalui konflik yang tak ringan dan sangat melelahkan dengan ibunya, ia akhirnya menyanggupi untuk menuliskan kisah ibu serta teman-temannya dalam wujud buku. Bagian hidup Wan yang tak kalah menarik adalah kisah cintanya dengan Yeon Ha, seorang kartunis yang hidup di Slovenia. Cinta yang menggebu-gebu seringnya hanya menyisakan sepotong luka yang tak bisa sembuh sekuat dan seampuh apa pun obat yang coba diberikan. Bukan karena pada akhirnya, cinta itu mencapai antiklimaks lalu padam. Mati. Bukan seperti itu. Wan dan Yeon Ha saling mencintai. Seolah tak ada celah untuk cinta lain di antara mereka. Bagi Wan, ada satu cinta yang rupanya bisa menyandingi cintanya pada Yeon Ha—cintanya pada ibunya. Bagi ibunya ada dua jenis pria yang tidak boleh dinikahi Wan. Satu, pria cacat. Dua, pria beristri. Dan Yeon Ha adalah salah satu jenis pria itu. Sebuah kecelakaan menyebabkan Yeon Ha cacat. Hal itu pula yang membuat Wan meninggalkannya dan kembali ke Korea. Di benak Wan, ia mengorbankan cintanya pada Yeon Ha demi ibunya. Maka cinta pula yang kemudian membawanya kembali.
Oke, saya kira saya perlu mengatakan ini... Jo In Sung sebagai Yeon Ha benar-benar mencuri perhatian saya. Sebelumnya saya tidak pernah merasakan rasa suka yang berlebihan pada karakter yang diperankan Jo In Sung, bahkan pada Jo In Sung sendiri. Tetapi, sebagai Yeon Ha, saya terpukau dan jatuh cintaaaa. Tsk tsk tsk.... Gestur tubuh, cara bicara, cara Yeon Ha tersenyum, cara Yeon Ha merayakan kesedihannya, kesepiannya, kehilangannya, saya menyukai seluruhnya . Lucunya, Jo In Sung adalah cameo. Tapi kenapa ya saya merasa karakternya sama pentingnya dengan karakter-karakter utama di drama ini?
Kisah di Dear My Friends bisa kita temukan di lingkungan hidup kita tak hanya pada orang-orang tua, bahkan bisa juga terjadi pada pasangan muda. Perselingkuhan, KDRT persahabatan, pasang-surut hubungan anak-orangtua. Saya cemburu pada persahabatan antarkarakter di Dear My Friends. Chy, kita bisa gak ya tetap menjadi sahabat hingga usia senja datang? I hope so.
Bertambahnya usia memang sesuatu yang pasti, tetapi tak lantas itu membuat semangat hidup kita ikut menua bersamanya. Hargailah para orang-orangtua di sekitar kita, betapa pun hebatnya hidup kita, tak ada yang bisa menandingi kehebatan hidup mereka. Mereka telah melewati pengalaman-pengalaman hidup yang luar biasa, menjalani masa-masa yang barangkali tak akan pernah kita rasakan hingga akhir hayat kita.
Saya sangat menyayangkan bila ada yang melewatkan menonton drama keren ini. Semua karakternya likeable. Di awal episode, kita tanpa sengaja akan memandang negatif hampir semua karakter yang muncul, semakin jauh episode semakin dalam rasa simpati kita terhadap mereka. Drama ini sukses memainkan emosi penontonnya. Satu menit tertawa, menit berikutnya kita dibuat menangis ^^

Uncontrollably Fond-KBS
Starring : Suzy, Kim Woo Bin, Im Joo Hwan, Im Joo Eun, Lee Seo Won
Dulu, dulu banget. Saya tidak sempat memikirkan apakah Stairway to Heaven atau Sorry I Love You terlalu melelahkan untuk saya tonton. Saya lupa apakah saya menontonnya karena memang tidak ada pilihan lain di tivi atau memang waktu kecil saya doyan nonton drama yang memeras air mata. Sekarang, jika saya diminta menonton Sorry I Love You, saya akan menolak. Bukan karena saya sudah tidak menyukai ceritanya. Cukup sudah, hati saya kurang kuat untuk menonton drama makjang dan melo. Hayati punya hati yang lemah, Bang ㅋㅋㅋㅋ. Saya tidak ingin berubah jadi ahjumma rempong yang pengen banget banting tivi saking keselnya pada karakter di drama yang saya tonton .
Oke, intinya saya jarang bisa tertarik pada drama yang terlalu makjang. Si A jatuh hati pada B, tapi ayah si B menjadi penyebab kematian ibu C, si A sakit maag akut dan bentar lagi koit. B jadi bingung sendiri mau milih siapa. B aja pusing, apalagi saya yang nonton. Alih-alih, ikut mikir. Saya lebih baik matiin lepi dan tidur.
... akhirnya Si A dan C pun menikah dan hidup bahagia selamanya. Si B kemudian ngungsi ke ketub Utara, meneliti populasi pinguin yang hampir punah. Ya Allah, drama banget ini hidup orang .
Tanpa ekspektasi apa-apa, saya iseng nonton Uncontrollably Fond. Rasanya saya tidak perlu menjadi fans Suzy atau Kim Woo Bin hanya agar minat saya tumbuh untuk drama ini. Cukup sedikit rasa penasaran plus iseng tak beralasan, maka lahirlah apa yang dinamakan ‘selamat anda terkena jebakan betmen’.
Uncontrollably Fond tanpa banyak cincong tampil sebagai drama melo dan seratus persen makjang. Harusnya saya—seperti yang sudah-sudah—akan segera undur diri lalu beralih pada drama lain. Faktanya, saya tidak bisa. Ini drama melo dan makjang. Iya, saya sangat tahu. Tetapi kenapa masih betah menonton? Sungguh, ini masih menjadi misteri. Saya pun mencoba membuat hipotesa sementara, sedari awal Lee Kyung Hee sudah memberikan isyarat dengan gamblang mengenai ending bagi tokoh utama di Uncontrollably Fond. Barangkali karena inilah saya merasa aman mengikuti per episodenya. Sudah ada bayangan kesedihan macam apa yang sedang menunggu saya di depan—sebagai penonton. Drama ini tak mengikuti pola melodrama yang sering saya nonton. Ajaibnya, sejauh ini selama menonton 3 episode perdana, belum muncul niat banting lepi atau yang lebih sadis—menyantet penulis skripnya. Hey, siapkan tisu yang banyak—anggap saja ini firasat. Takdir Noeul (Suzy) dan Shin Joon Young (Kim Woo Bin) sudah tak mulus sejak awal. Kisah cinta mereka adalah tragedi paling pilu yang mungkin bisa terjadi—kecuali Lee Kyung Hee punya sedikit belas kasihan dan membiarkan keduanya bersama di akhir, dan bagi saya itu sulit. Kemungkinan lain, drama ini termasuk pra-produksi. Syutingnya sudah kelar. Tidak ada itu namanya cerita yang tiba-tiba berubah haluan secara mendadak demi mengikuti mood penonton—keinginan banting lepi bisa diminimalisir. Fiuh.
Jika Joon Young dibesarkan seorang single mother, Noeul hidup bersama ayah serta seorang adik laki-laki. Trus makjangnya di mana? Ayah Noeul menjadi korban tabrak lari dan meninggal. Kasus Ayah Noeul ditangani oleh Ayah Joon Young (yang meninggalkan dirinya dan ibunya ketika ia masih dalam kandungan). Demi menyelamatkan ayahnya, Joon Young tak sengaja menjadi penyebab kecelakaan Noeul. Oya, saya lupa bilang Joon Young menyukai Noeul. Bertahun-tahun kemudian, Joon Young yang sudah menjadi artis papan atas divonis menderita penyakit mematikan, hidupnya paling banter sisa setahun. Kesian amat. Tuh kan, makjangnya gak tanggung-tanggung. Sepertinya pertemuan kembali Joon Young dan Noeul—seorang rookie PD—akan menjadi ajang penebusan dosa oleh Joon Young. Tau gak bagian paling anehnya? Saya nunggu banget heartbreaking scenes di drama ini. Semacam udah siap banting lepi *eh*
Menyoal divisi akting, banyak yang gak sreg dengan akting Suzy. Bagaimana dengan saya? Saya mah enjoy aja. Saya akui, akting Suzy masih standar, tak jauh berbeda ketika dia ngedrama bareng Seunggi di Gu Family Book. Tapi, tetap saja komentar netizen terlalu berlebihan. Aktingnya tidak seburuk itu juga kalik.
Uncontrollably Fond masih jauh dari ending, dengan cukup percaya diri sepertinya saya tidak akan men-drop drama ini di tengah jalan. Saya penasaran akan se-tragis apa hidup Joon Young pada akhirnya....
Drama ini tidak menawarkan cerita yang unik dan fresh, polanya masih mengikuti melodrama Korea di awal tahun 2000-an. Jika kamu fans berat Sorry I Love You atau Nice Guy, mungkin kamu perlu memberikan kesempatan pada Uncontrollably Fond. Sinematografinya cakep pisan .
Ng, kamu bisa mengetahui sebuah drama makjang atau tidak bila melihat kehadiran ajeossi satu ini ㅋㅋㅋㅋ
----
Let’s Fight Ghost!-tvN
Starring : Taecyeon, Kim So Hyun, Kwon Yeol.
Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya akan nekat menonton drama horor. Mata saya sedikit sensitif dengan hal-hal yang berbau dunia lain—jika kamu mengerti apa yang saya maksud. Sebisa mungkin saya menghindari tema ini, kuatirnya tingkat paranoia saya terhadap item satu ini meningkat pada titik yang menyeramkan.
... tetapi saya kemudian—entah dari mana datangnya kenekatan itu—menonton plot episode Let’s Fight Ghost yang memadukan Kim So Hyun dan Taecyeon 2PM ini. Dramanya fun, kecuali penampakan hantu-hantunya .
Let’s Fight Ghost ini serem tapi lucu. Diadaptasi dari webtoon populer, Hyun Ji adalah setan penasaran yang masih bergentayangan di dunia karena masih punya urusan yan belum selesai berkaitan dengan kematiannya—sebelas duabelas dengan setan Oh My Ghost—melalui sebuah kesengajaan ia bertemu Park Bong Pal, si pembasmi hantu. Jangan tanyakan kemiripan drama dan webtoon-nya karena saya tidak membaca webtoon-nya.
Kalau boleh bilang, saya lebih suka bickering antara Hyun Ji dan Bong Pal dan tidak cukup yakin akan bisa menerima bila ada romance bertebaran. Habisnya lebih mirip Oppa-dongsaeng sih ㅋㅋㅋ
Karakter-karakter pendukung di drama ini tidak kalah lucunya kok. Dijamin bikin ketawa. Saya curiga, Joo Hye Sung yang diperankan Kwon Yeol ada kaitannya dengan kematian Hyun Ji.

The Good Wife-tvN
Starring : Jeon Do Yeon, Yoo Ji Tae, Yoon Kye Sang, Kim Seo Hyung, Nana After School, Lee Won Geun
Tak banyak yang bisa tulis mengenai drama terbaru tvN ini. Merupakan adaptasi serial populer Amerika yang menceritakan kehidupan Kim Hye Kyung pasca tertangkapnya Jaksa Lee Tae Joon, suaminya akibat tuduhan penyuapan. Hye Kyung memulai karirnya sebagai pengacara setelah tertunda selama 15 tahun. Ia diterima bekerja di sebuah firma hukum milik kakak-beradik Seo Myung Hee dan Seo Joong Won. Joong Won adalah hoobae Hye Kyung di kampus.
Dimulai dari penangkapan Lee Tae Joon, saya mencium banyak rahasia terselubung yang melingkupi hidup Hye Kyung. Selain dia dan kedua anaknya, saya mencurigai semua orang tak ada yang tulus menolongnya. Semua orang memiliki kepentingannya masing-masing dan mereka merasa perlu memanfaatkan Hye Kyung entah untuk alasan apa. Saya tidak menonton serial Amerika-nya jadi saya sama sekali buta dan tak punya gambaran apa-apa.
Hye Kyung semata seorang ibu dan istri yang baik. Saya terenyuh menyaksikan interaksinya dengan kedua anaknya setelah kasus suaminya merebak ke media. Apakah Lee Tae Joon benar-benar memiliki perangai yang buruk seperti yang banyak dikatakan rekan kerjanya? Menghalalkan segala cara demi kemenangan di pengadilan? Benarkah tuduhan suap yang dialamatkan kepadanya? Lantas, sanggupkan Hye Kyung menceraikan suaminya? Lalu apa motif Seo Joong Won mempekerjakan Hye Kyung di firma hukumnya?
Psssttt, karakter Lee Won Geun sebagai Lee Joon Ho lumayan menyebalkan.
Setelah menonton Punch (SBS, 2015), saya sangat pesimistis Lee Tae Joon bersih dari seluruh tuduhan. Poor Hye Kyung.
=oOo=
Demikianlah sekilas pandang—tapi kok jadi panjang begindang ya?—drama-drama yang sedang saya ikuti saat ini. Sebelum hiatus, sebenarnya saya sempat mendonlot Memory dua episode dan Goodbye Mr. Black satu episode. Apakah ada di antara Readers yang sudah menonton drama ini? Mungkin saya bisa dikasih pencerahan perlu tidaknya melanjutkan donlotan?
Upcoming drama yang sedang saya tunggu antara lain W, Moonlight Drawn By Clouds, dan K2.
Bye~ing
= Azz =
Jangan lupa bahagia ☺
P.s :  out of topic, saya sedang mencari orang yang mau dengan tulus ikhlas saya repotkan sebagai narasumber untuk bahan tulisan fiksi saya. Mereka yang mengenal kota Ternate dan Banjarmasin secara langsung .
P.s.s : Adakah seseorang yang bisa mencerahkan saya tentang satu contoh kasus yang berkaitan dengan psikologi medis—atau apapun istilahnya?