Sementara itu, di penginapan Seung Po memberikan laporan pada pangeran Seo Hyun serta menyerahkan surat yang ditemukan An Min Seo. Nampak sekali Ia berusaha memanas-manasi

“Bukankah ini konspirasi? Kupikir kau harus melihatnya,” ucapnya seraya memasang senyum nakal. Memangnya itu surat apa ya?

Pangeran Seo Hyun melirik Seung Po sejenak lalu membaca isi surat itu.

Kau tau perasaanku sama denganmu, bukan? Aku janji.Aku tak akan menikah dengan pria lain. Kalau kau tak kembali, aku mau mati saja sebagai perawan tua atau jadi biksu. Aku tunggu sampai kau ke Hanyang dan lulus ujian. Jika kau menyebut ayahku Kang Suk Ki di Hanyang, mereka akan tunjukkan di mana rumah kami. Dari Yoon Seo. 

Omo! Rupanya surat cinta!
Pangeran Seo Hyun tersenyum sehabis membacanya.

“Bukankah seharusnya kita selidiki dia?” kejar Seung Po. Yang Ia maksud adalah Dal Hyang. Siapa Yoon Seo, si penulis surat hingga orang sekelas pangeran Seo Hyun harus tahu urusan ini? Pangeran Seo Hyun lagi-lagi memberikan tatapan menyelidik ke Seung Po membuat pria itu tergagap. Hahaha.

“Sepertinya kau menikmati ini.”

Seung Po menampik. “Mana mungkin? Itu akan sangat merepotkan. Aku tak mungkin menikmatinya. Aku sangat sedih sekarang. ” Padahal iya, bener. Dia sangat menikmatinya.
Berdasarkan raut wajah Pangeran Seo Hyun, ia sangat tidak percaya pada ucapan Seung Po.
“Jadi, kita selidiki orang ini?” ulang Seong Po “Tak bisa dibiarkan juga.”
“Benar, kita harus menyelidiknya secara tuntas.” Akhirnya Pangeran Seo Hyun terperangkap juga. Seung Po bahagia sekali LOL. 

Pangeran Seo Hyun bertanya di mana mereka bisa menemukan Dal Hyang. Seung mengatakan bahwa jika surat ini penting bagi Dal Hyang maka Ia akan segera tiba di sana sebentar lagi. Pangeran Seo Hyun memicingkan matanya, kaget.

Kalau kau mencari surat datanglah ke stasiun Mapo, begitu isi surat kaleng yang diterima Dal Hyang. Yang kita sudah tahu bersama siapa pengirimnya. Dari Samchongsa. Tiga Pendekar.

Benar saja, tak berapa lama kemudian Dal Hyang datang. Seung Po senang sekali. Ia sempat berbisik pada Pangeran Seo Hyun mengingatkannya agar melakukannya dengan seksama.

Dal Hyang meminta suratnya dikembalikan. Ia tak sengaja menjatuhkannya. Seung Po meninggalkan kedua orang itu yang sama-sama merasa punya kepentingan dengan surat itu. Dal Hyang terkejut mengetahui Pangeran Seo Hyun telah membaca suratnya tanpa sepengetahuannya. Pangeran Seo Hyun dengan kalemnya tanpa rasa bersalah menyuruh Dal Hyang duduk namun ditolak. Mungkin aura kewibawaan sang pangeran lah yang mau tak mau membuat Dal Hyang memutuskan duduk pada akhirnya. Pangeran Seo Hyun menatap Dal Hyang tak berkedip membuat Dal Hyang salah tingkah.

Di luar, dari lantai dua penginapan An Min Seo dan Seung Po  menikmati pertunjukkan tari. Ralat, sepertinya hanya Seung Po yang menikmatinya Samchongsa yang satu ini agaknya genit deh. An Min Seo menanyakan kenapa Seung Po memperbesar masalah surat itu. Seru, begitu katanya.
“Aku juga ingin tahu apa yang terjadi,” lanjutnya.
“Itu seharusnya bukan untuk mainan. Seharusnya tak kutunjukkan padamu!” An Min Seo kesal. Awww, Samchongsa kita yang imut-imut. I adore this guy so much :D
“Dia terlalu keras.” Seung Po menukas. “Aku ingin lihat sisi cemburunya. Benar-benar ingin hahaha.”  
An Min Seo menarik napas panjang.

“Ini tidak bisa diberikan begitu saja padamu,” Pangeran Seo Hyun menunjuk surat di atas meja. “Aku harus dengar penjelasannmu.”
“Soal apa?
Dal Hyang seperti seorang tahanan menghadapi sidang vonis.
“Seperti yang kau tahu, kami adalah pihak yang berwenang. Tapi… surat ini terkesan seperti konspirasi. Kami harus menyelidikinya.”
Dal Hyang terbelalak. “Konspirasi? Apa maksudmu? Apa hubungan surat ini dengan konspirasi?”
“Apa kau bertunangan dengan wanita yang menulis surat ini?” tanya pangeran Seo Hyun.”
“Kenapa aku harus menjawabnya?”
“Dia adalah putri Mentri Kang. Kang Yoon Seo. Kalau seperti ini, Yoong Seo, dengan memiliki surat ini sama saja dengan konspirasi “
“Jadi apa maksudmu?” Dal Hyang sama sekali tidak mengerti arah pembicaraan Pangeran Seo Hyun. Pangeran Seo Hyun menyilahkan Dal Hyang agar menjawab terlebih dahulu pertanyaannya barulah setelah itu Ia akan menjawab seluruh pertanyaan Dal Hyang.
“Apa kau pernah bertemu lagi dengannya?” tanya Pangeran Seo Hyun.
“Apa-apaan ini!” omel Dal Hyang. Ia tidak pernah sekalipun bertemu kembali dengan perempuan yang menulis surat tersebut, Yoon Seo. Ia bercerita pertemuan pertama mereka terjadi lima tahun lalu saat Yoon Seo datang ke desanya dan tinggal selama dua bulan. Surat itu diberikan Yoon Seo menjelang kepergiannya.
“Aku baru saja tiba di Hanyang, jadi aku tidak bertemu dengannya selama lima tahun!”
“Lalu mengapa kau peduli sekali dengan surat ini?” cecar Pangeran Seo Hyun.
“Kenapa aku harus menjawabnya?”
“Kalau kau tidak mau menjawabnya, akan kukirim kau ke penjara. Jawab aku.”
Dal Hyang merasa terpojok. “Setelah aku ujian, aku ingin menemuinya.”
“Kau mau menemuinya setelah lulus?”
“Ya. Kenapa? Apa hubungannya ini dengan konspirasi?”
Pangeran Seo Hyun mendecih. Wajahnya berubah serius. “Putri Mentri Kang sudah menikah.”

Alangkah terkejutnya Dal Hyang mendengar pengakuan Pangeran Seo Hyun.  Yang lebih menyentak lagi adalah kenyataan bahwa Yoon Seo merupakan istri dari Pangeran Mahkota, yang kelak akan menjadi ratu di Joseon. Tak terperikan sakitnya perasaan Dal Hyang. Ia teringat kebersamaanya dengan Yoon Seo lima tahun lalu. Kala itu Ia meminta Yoon Seo datang ke istana jika Ia telah lulus ujian.
“Kau sungguh tidak tahu?” tanya Pangeran Seo Hyun. Dal Hyang mengangguk Ia masih terdiam karena shock. Matanya berkaca-kaca.
“Di kota ini, siapa yang tidak mengenal istri putra mahkota?”

“Desaku sangat jauh, butuh dua bulan untuk sampai di sini… tak satupun orang di desaku yang mengetahui hal ini. Lalu untuk apa aku berjuang sekeras ini?” Dal Hyang menangis. (Yang nulis synopsis ini juga ikutan nangis liatnya). Pangeran Seo Hyun tampak terharu melihat kesedihan Dal Hyang.
“Kau menangis?”
Dia kaget kali ya, seumur hidup baru kali ini liat laki-laki menangis karena patah hati. 

Di depan kamar pertemuan, Seung Po mengintip, ia merasa aneh kenapa di dalam sepi sekali. An Min Seo berdiri tak jauh darinya seolah tak peduli.

Pangeran Seo Hyun membuka pintu dan keluar. Seung Po berjingkat terkejut. Ia bertanya apa hasilnya. Pangeran Seo Hyun malah menyuruh supaya Dal Hyang diberikan minuman. Tentu saja itu tak sesuai harapan Seung Po, Ia gagal melihat sisi kecemburuan Pangeran Seo Hyun.
“Ini agak rumit dijelaskan. Harusnya aku menyiksanya, tapi… aku ingin menghiburnya dan membelikannya minuman.” kata Pangeran.
Tak hanya Seung Po yang heran melihat pangeran Seo Hyun. An Min Seo juga.

Putri Mahkota, Yoon Seo sedang membaca buku di ruangannya. Seorang dayang datang mengingatkan hari sudah larut, sudah saatnya Yoon Seo beristirahat. Namun tak disangka Pangeran Seo Hyun datang menemuinya. Yoon Seo tidak menyangka akan dikunjungi Pangeran selarut itu apalagi tanpa pemberitahuan sebelumnya.
“Apakah Anda dari luar?” tanya Yoon Seo.
“Tadi aku keluar sebentar.”
“Selarut ini? Kalau Anda sering keluar istana sesering ini, aka nada rumor. Jika Raja tahu…”
“Apakah kau mengenal Park Dal Hyang?” potong Pangeran Seo Hyun.
“Apa? Apa yang Anda katakan?” Yoon Seo tergagap.
“Park Dal Hyang dari Gangwon-do.”
Detik itu juga, Yoon Seo tak sanggup menahan kekagetannya. Ia ingat siapa Park Dal Hyang.
“Karena kau ingat, sepertinya dia tak berbohong.”
“Bagaimana Anda bisa mengenal dia?”
“Orang itu saat ini sedang berada di Dal Hyang, setelah berlatih keras selama lima tahun. Ia datang untuk menikahimu jika lulus ujian. Ia sangat berbakat. Bahkan bisa saja juara satu. Masalahnya dia baru saja tahu kau telah menikah. Jadi sekarang, dia tak peduli lagi dengan ujian dan ingin menghancurkan hidupnya. Jadi aku cemas  aku akan kehilangan calon jendralku. Aku memberitahumu karena aku frustasi karena hal itu,” kata Pangeran Seo Hyun.
“Yang Mulia… aku tidak tahu apa yang telah dikatakan orang itu, tapi tolong jangan salah paham. Aku tidak begitu ingat, ah.. ya. 5-6 tahun lalu ibuku sakit dalam perjalanan. Kami harus tinggal di sana selama dua bulan. Ia berlatih sangat keras untuk Negara kita. Jadi aku memujinya. Ya, seperti yang diajarkan ibuku. Sepertinya dia terlalu muda untuk mengerti.”  Yoon Seo seperti kehilangan seluruh tenaga. Ia terbata-bata menjelaskan perihal hubungannya dengan Park Dal Hyang.
“Kau tahu kalau alasanmu sangat tidak masuk akal? Menurut surat ini, kau sangat tergila-gila padanya.”
“Ya?” Yoon Seo ketakutan.
“Surat yang kau tulis untuknya.” Pangeran Seo Hyun mengeluarkan surat itu dari balik pakaiannya. “Kau tidak boleh membuat lelaki lugu sepertinya bingung kemudian menyangkalnya. Ia mempertaruhkan nyawanya demi ini…” 

Pangeran Seo Hyun lantas membentangkan surat itu di atas meja. Duh, pangeran Seo Hyun ini maunya apa sih?

Yoon Seo bertanya apakah saat ini pangeran sedang meragukannya? Pangeran Seo Hyun tersenyum manis. Bukan demikian maksudnya. Ia hanya ingin memberitahu Yoon Seo mengenai perasaan Dal Hyang padanya.
“Ini adalah cinta tulus yang sulit ditemukan pada pria-pria di Hanyang.”

Yoon Seo tak urung menghembuskan napas lega. Usai mengkonfrontasi Yoon Seo, Pangeran Seo Hyun pamit. Namun sebelum pergi, Ia membalikkan badan menatap Yoon Seo.
“Tapi, ke mana perginya gadis pemberani di dalam surat itu? Apa kau mengubah kepribadianmu setelah masuk istana? Sepertinya aku terlalu menakutkan bagimu.”

Sepeninggal pangeran Seo Hyun, Yoon Seo melepaskan kegugupan dan ketakutannya. Ia masih gemetar. Keringat dingin membasahi kening dan wajahnya. Kasian ya? Keliatannya emang bener, Pangeran Seo Hyun terlalu menakutkan baginya sehingga Ia tak leluasa bila sedang bersama pangeran. Yoon Seo melihat surat yang ditinggalkan pangeran Seo Hyun. Kenangan manis bersama Dal Hyang pun merebak di pelupuknya. Sedihnya….

Dan di sinilah Dal Hyang berada, di atas bukit yang di bawahnya menampakkan suasana istana Joseon pada malam hari. Broken heart. Ia bergumam, nun jauh di sana Yoon Seo tinggal. Dia tidak akan keluar istana. Jadi aku tak bisa menemuinya lagi. Dal Hyang lantas teringat pertemuan terakhirnya dengan Pangeran Seo Hyun. Ia hendak pulang ke kampung halamannya namun ditahan sang pangeran.

“Luluslah ujian dan jadi peringkat pertama. Maka kau tak bersalah.”
“Apa?”
“Kubilang luluslah ujian dan jadi yang pertama. Jangan berpikir untuk kembali. Kami belum mengakhiri rencana konspirasimu. Kalau kau langsung kembali kami akan menganggap kau memiliki perasaan pada putrid mahkota.”
“Tak masuk akal! Bagaimana bisa begitu? Mana mungkin aku…”
“Jika tidak, maka ikutlah ujian. Tunjukkan kesetiaanmu pada Negara.”
Dal Hyang sungguh tidak bisa percaya ini. Hingga saat itu tiba Ia akan selalu diawasi. Surat itu adalah bukti penting sebab itu untuk sementara akan mereka pegang. Dal Hyang menolak, Ia tidak pernah menyangka akan seperti sekarang situasinya.
“Bukankah kau bilang kau percaya diri?”
“Percaya diri bukan berarti aku bisa juara 1. Aku butuh keberuntungan dan…”
“Kalau ka uterus menjadikkan putri mahkota sebagai alasan, kami akan melaporkan pada putra mahkota. Kalian tahu, bukan? Dia bukan orang yang penuh toleransi.” Hahahaha kan yang lagi ngomong ini putra mahkota. Coba Dal Hyang tahu….
Seung Po menimpali. “Ah, tentu saja tidak. Kau mungkin tak tahu. Dia berbahaya.”
Pangeran Seo Hyun melirik An Min Seo yang diam saja. Ia mengedipkan sebelah mata mengisyaratkan agar An Min Seo turut memanas-manasi Dal Hyang tentang betapa mengerikannya Pangeran Seo Hyun itu. LOL.
“Dan putri mahkota juga bisa terancam. Seluruh keluarganya bisa dieksekusi. Putra mahkota sangat keras dan pencemburu.” Akhirnya Min Seo turut menambahkan setelah dikode.
“Kejam?” gumam Pangeran Seo Hyun. Ia tak setuju dibilang kejam. “Dia… tak sekejam itu…” Ia mencoba meluruskan akan tetapi Seung Po justru semakin membuatnya kelihatan benar bahwa putra mahkota memang kejam.
“Bukan Cuma kejam, Ia juga licik. Aku jadi sedih memikirkan putri mahkota. Kasihan sekali dia…”
Pangeran Seo Hyun melirik kejam pada Seung Po. Seperti pengen bilang, “Heh bro lu ngomong apaan sih?”. Hahahaha.
Pangeran Seo Hun berdehem, “Bagaimanapun kau harus menang di posisi pertama demi keselamatan semua orang. Paham?”
Dal Hyang tercenung.
Suitan ala Three Musketeers pun terdengar. Ketiganya pun pergi.

Kembali pada Dal Hyang yang merenung di atas bukit. Ia menyimpulkan bila Ia bisa merebut posisi pertama berarti Yoon Seo akan selamat. Ia merasa sedikit aneh, namun ia memutuskan akan percaya pada para Samchongsa itu sebab hanya merekalah yang bisa menolongnya di Hanyang.

Narasi : Dal Hyang datang demi lulus ujian dan menikahi Yoon Seo. Kini, dia mengikuti ujian demi menjaga kebahagiaan Yoon Seo. Dan itu haruslah dengan menjadi juara 1.
Keesokan harinya, ujian masuk prajurit kerajaan pun dimulai. Hanya aka nada 28 yang lulus. Dal Hyang berhasil memperoleh nilai sempurna di tahap seleksi.
Memanah, juara 1.
Menombak, juara 1.
Memanah busur besi, juara 1.
Memanah dari atas kuda, juara 1.
Menembak, juara 2.

Park Dal Hyang lulus ke tahap selanjutnya. Tahap terakhir yaitu Junsi. Yang penilaiannya akan diberikan langsung oleh raja. Raja menjatuhkan pilihan pada memanah di atas kuda sebagai ujian final para calon prajurit karena di point tersebut banyak yang mengalami kegagalan. Saat sedang berlangsungnya ujian, Raja mendapat laporan bahwa nilai ujian tertinggi dipegang oleh Park Dal Hyang. Bersamaan dengan itu Pangeran beserta rombongan tiba di lokasi ujian. Raja menegur mengapa di acara penting begini Pangeran justur terlambat. 

Seluruh peserta menyadari kehadiran Pangeran Mahkota. Tentu saja hal itu juga menarik perhatian Park Dal Hyang. Ia ingin melihat seperti apa tampang pria yang telah menikahi orang yang dicintainya.

Dan terkejutlah Dal Hyang setelah menyadari bahwa Pria yang mengaku-aku sebagai petugas kerajaan semalam tak lain dan tak bukan adalah putra mahkota Seo Hyun. Hal ini tentulah mempengaruhi konsentrasinya. Petugas ujian berulangkali mengingatkan bahwa sudah tiba saatnya Ia melakukan test.
Dal Hyang tidak bisa focus. Sambil memacu kuda dan panah yang terentang siap dilepaskan dari tangannya matanya terus menerus melihat ke arah sang pangeran dan kedua pengawalnya, Seung Po dan An Min Seo. Dal Hyang gagal mengontrol laju kudanya. Anak panah itu terlepas dan bersarang dip aha seekor kuda yang dikendarai salah seorang petugas.

Chaos terjadi. Kacau. Benar-benar kacau. Nyaris saja Raja, Putra mahkota dan para menteri menjadi korban. Kuda berlarian tak tentu arah. Arena ujian menjadi tak karuan. Pertemuan Park Dal Hyang beserta ketiga pendekar tertulis dana sejarah. Namun ini barulah permulaan dibandingkan apa yang akan terjadi pada mereka di masa yang akan datang.

Dal Hyang kesal setengah mati karena merasa dipermainkan. Pangeran Seo Hyun tertawa keras, seperti lupa kekacauan yang tengah terjadi.
Bersambung ke episode 2
Pics nyusul yah? ^^
Komen :
Fix, aku sukaaaa Three Musketeers! Aku ingin tahu bagaimana jalannya hubungan cinta putri mahkota Yoon Seo dan Pangeran Seo Hyun. Aku udah bisa mencium aroma romantis bahkan bukan ketika ada adegan mesra-mesraan. Iya, blom keliatan Pangeran Seo Hyun mencintai Putri Yoon Seo. Tapi aku yakin nantinya dia akan mencintainya. Putri Yoon Seo ini penurut dan polos bangett, persis Dal Hyang. Karena kepolosannya itulah Pangeran senang menggodanya tanpa tahu bahwa selama ini putri sangat tertekan dengan sikap dinginnya. Kita sudah sama-sama tahu bagaimana ending kehidupan keluarga pangeran Seo Hyun di sejarah aslinya, menyedihkan. Menonton dua episode drama ini membuatku tak tega membayangkannya. Mudah-mudahan script writernnya gak bikin ngenes banget yah? TT______TT Aku suka Pangeran Seo Hyun.

The Three Musketeers kita adalah, Pangeran Seo Hyun dan dua pengawalnya Heo Seung Po yang genit, pecicilan, suka menggoda pangeran dan An Min Seo yang tenang dan agak pendiam.

Park Dal Hyang polos sekaliiiii. Mudah ditipu, bagaimanakah perjalanan orang selugu ini hingga kelak bisa menjadi Jenderal Joseon?
Hope you enjoy my recaps!


Tahun 1780, Tahun keempat rezim Raja Jongjo
Ibukota Dinasti Qing (China), Yun Kyung

Narasi :
 
 
Pada tahun keempat rezim Raja Jongjo, Yeong Ahm berkunjung ke Yun Kyung sebagai duta. Saat mengunjungi perpustakaan besar di kota terlarang, tak sengaja ia menemukan sebuah buku. 
Memoir Park Dal Hyang


Ahm Yeong membaca sampul dalam buku tersebut. “Nama akhirnya Park, dia berasal dari Joseon,” gumamnya seraya menerawang.



Ia lalu membuka lembar demi lembar buku itu dengan antusiasme yang semakin nyata. Di saat itu, seorang rekannya datang menghampirinya dan bertanya apakah ia masih ingin tinggal di perpustakaan. Orang itu menyarankan agar ia segera pulang.
“Apakah kau tahu seorang Jenderal bernama Park Dal Hyang?” tanyanya.
“Park Dal Hyang?” ulang orang itu.
“Ya, dia seorang Jenderal tinggi yang hidup di masa Raja Sukjong. Ia juga dekat dengan Putera Mahkota So Yun.”
Sambil mencoba mengingat-ngingat, rekannya turut membaca buku itu sejenak. “Memoir Park Dal Hyang…” demikian ia mengeja.

Narasi :   
Maka dimulailah memoir mengenai Park Dal Hyang dari Joseon. Ini ditulis sekitar seratus tahun yang lalu.

Ahm Yeong kembali ke penginapan, Malam telah larut, namun ia lebih memilih meeneruskan membaca memoir itu. Rekannya terbangun. Ditegurnya Ahm Yeong yang masih saja terpaku pada buku itu daripada istirahat dan tidur.


“Anda belum tidur? Masih membaca buku itu?  Itu buku yang Anda pinjam hari ini, bukan?”
“Kau tahu Putera mahkota So Yun, anak sulung dari Raja Injo dan kakak Sulung dari Raja Sejong?” Ahm Yeong balik bertanya.
“Ada apa dengannya?”
“Apa jadinya dinasti Joseon seandainya dia yang menjadi raja? Bukankah banyak hal yang akan berubah? Mungkin saja dinasti Qing akan sudah diambil alih Joseon 100 tahun lalu. Jika yang menjadi raja adalah orang yang memiliki visi ke depan.”
“Kenapa tiba-tiba membahas itu? Apakah ada sesuatu di buku itu?”
Ahm Yeong tidak menjawab.
“Itu hanya mitos,” sambung temannya. “Katanya tak ada orang yang bernama Park Dal Hyang. Itu hanya fiktif. Kisah fiksi.” Lantas temannya kembali membaringkan tubuhnya seraya mengingatkan bahwa masih banyak pekerjaan yang mesti mereka kerjakan besok.

Narasi :
Mungkin saja ini hanya novel karena namanya tidak tercatat dalam sejarah, tetapi menurut instingnya (Yeon Ahm), kisah ini bukanlah fiksi.

Waktu seolah mundur ke belakang, ke masa seratus tahun yang lalu. Di sebuah kamp prajurit yang tengah atau hendak berperang. Seorang Jenderal berusia tidak muda lagi sedang menyendiri di dalam tendanya. Malam itu, ia sedang menulis sesuatu semacam catatan.

Narasi : 

Pada kenyataannya, Park Dal Hyang sungguh seorang jenderal. Namun, karena kisahnya terlalu mengejutkan Ia menggunakan nama samaran. Kita tidak tahu mengapa memoir Jenderal seorang Joseon bisa berada di Dinasti Qing, tetapi karena kisah ini ditulis dengan sangat baik, maka selaku generasi baru Joseon Yeon Ahm memutuskan menuliskannya kembali. Kisah yang diceritakannya ini adalah legenda dari Ksatria pemberani Park Dal Hyang, yang nama aslinya tidak dikenal. Namun Ia nyata dan menjalani hidupnya di Joseon bersama kawan-kawannya.


[Maka bisa dibilang drama ini bercerita dengan mengambil sudut pandang Yeon Ahm sebagai orang yang sedang menceritakan kembali perjalanan hidup seorang Park Dal Hyang berdasarkan memoir yang Ia tinggalkan.]
Here they are, The Musketeers (Samchongsa)…



Episode Pertama Season 1
“Pertemuan Pertama”


Tahun 1636, tahun ke 14 Raja Injo.


Narasi : Lelaki ini adalah Park Dal Hyang yang masih berusia 22 tahun.



Park Dal Hyang mengakhirkan latihannya. Seraya tersenyum Ia berteriak kea rah lautan lepas, “selamat tinggal semuanya! Aku akan ke Hanyang! (Hanyang merupakan ibukota Joseon).
Narasi : Kisah hidupnya dimulai dari sini. Saat Ia pertama kali meninggalkan kampung halamannya untuk ujian militer di ibukota, Ayah Dal Hyang tidak memberinya uang melainkan sepucuk surat untuk perjalanan panjangnya. 

Ayah Dal Hyang berkata begitu Dal Hyang tiba di ibukota, carilah menteri di distrik itu. Jika Dal Hyang bertemu orang itu maka semuanya akan beres.
“Kau tahu betul kan hubungan seperti apa yang aku miliki dengannya?” Ayahnya menegakkan badannya, “Aku siapa?” tanyanya.
“Ayah adalah sepupu dari kakak ipar Menteri Choi!” kata Dal Hyang bangga.
“Hahaha betul-betul…” Ayahnya tertawa senang sampai terbatuk-batuk, berbeda dengan wajah ibunya yang tertekuk dan masam melihat lagak suaminya. 

“Hubungan kami istimewa sekali, dia tidak akan menyangkalmu,” lanjut ayahnya. “Kalau kau menunjukkan surat ini, Ia akan menerimamu dengan tangan terbuka. Jadi, sampai kau lulus tinggalah di rumahnya, paham?”
Ibunya menyela, “Apa benar begitu?”
Ayah Dal Hyang menggertaknya menyuruhnya diam.
Dal Hyang kemudian berterima kasih dan pamit pergi.

Saat Ia menggiring kudanya, hendak meninggalkan kampung halamannya, ibunya datang menghampirinya membawa sekantong uang. Awalnya Dal Hyang menolak. Ia mengatakan tidak butuh itu. Ibunya tetap memaksa, perjalanan yang akan ditempuh Dal Hyang sangat jauh, Dal Hyang pasti akan membutuhkan uang. Dal Hyang meminta ibunya agar tidak usah khawatir, bila Ia cepat, dalam sebulan Ia akan tiba di Hanyang dan seperti kata ayahnya Ia bisa tinggal di menteri Choi.
“Mana bisa kau percaya begitu saja ucapan ayahmu?” ucap ibunya.
“Lalu harus percaya pada siapa lagi? Hanya dia yang pernah pergi ke Hanyang.” jawab Dal Hyang *Polos amat nih anak*
Ibunya mengomel pendek. Tampaknya ibu Dal Hyang sangat tidak bisa mempercayai ucapan suaminya. Dal Hyang akhirnya pergi diiringi tatapan sedih ibunya serta ayahnya yang belakangan datang selepas Dal Hyang memacu kudanya.
“Aku tak yakin kuda itu sanggup berjalan hingga ke Hanyang,” lirih ibu Dal Hyang menangis sedih.
“Kuda itu bahkan bisa sampai ke Ming!” sambar ayahnya.
Ibu Dal Hyang murka dengan tingkat kepedean suaminya. “Kau kira masuk akal? Kau tahu berapa usia kuda itu? Seusia puteramu! Kuda itu hidup selama 22 tahun! Masih ajaib dia bisa hidup! Ming jidatmu!”
Ayah Dal Hyang pura-pura tidak mendengar dan malah bergumam bahwa cuaca hari ini bagus.
“Kau sungguh-sungguh pernah ke Hanyang?”
Ayah Dal Hyang terbatuk-batuk kecil lantas cepat-cepat meninggalkan istrinya yang masih marah.
“Ujian di sini saja dia tidak lulus. Mana bisa dia ke Hanyang?”
Hahahahahah Dal Hyang sepertinya ditipu bapaknya sendiri. Kasian kamu naaaaaaaaak…
Sementara itu, Dal Hyang telah jauh meninggalkan kampung halamannya.
Narasi : Ia memulai perjalanannya dengan kuda tua yang bisa mati kapan saja serta surat untuk saudara jauhnya. Ia mempercaya ucapan ayahnya, namun kenyataannya sangat jauh dari itu…


Dan benar saja, pada jarak yang kesekian kuda Dal Hyang akhirnya terhempas kelelahan antara hidup dan mati.

Narasi : Kudanya pingsan di hari keempat perjalannya.

LOL, jaman Joseon ada juga ya Derek tapi yang ini versi tradisional dengan manusia sebagai tenaga dorong. Mobil eh kuda Dal Hyang diletakkan di atas gerobak besar dan didorong sejumlah pria memasuki sebuah perkampungan. 

Narasi : Perjalanannya tertunda sepuluh hari demi merawat kudanya. Ia tinggal di Pyungtak selama 20 hari karena cuaca buruk badai yang menutup jalan.

Setelahnya Dal Hyang melanjutkan perjalanan akan tetapi lagi-lagi Ia dihadang hambatan. Sejumlah petugas memalang jalan, orang-orang dilarang melintas dikarenakan ada seekor harimau liar yang sedang bergentayangan dan telah memangsa 4 orang manusia. Park Dal Hyang ngotot ingin lewat. Ia berargumen jika harimau itu sudah memakan empat manusia, pasti harimau itu sudah kenyang dan tidak akan menampakkan dirinya. Baru saja Dal Hyang menyentakkan tali kekang kudanya hendak menerobos blockade, terdengar auman harimau di kejauhan. Kuda Dal Hyang meringkik dan nyaris menjatuhkan Dal Hyang.
“Kurasa kudamu lebih pintar daripda dirimu, masih mau lanjut?” ejek si petugas.
Dal Hyang meringis, Ia terpaksa harus memutar jalan dan itu berarti akan memakan waktu yang lebih lama untuknya tiba di Hanyang.

Narasi : Ia tertunda 5 hari lagi karena harus memutar jalan melewati gunung. Sehingga akhirnya Ia tiba dua bulan setelah Ia meninggalkan kampung halamannya.
Sehari sebelum ujian.
Fiiuuuuuh!
Tetapi…. (Ada hal tak terduga menantinya di Hanyang).

Dal Hyang menemukan rumah menteri Choi. Seorang pelayan yang membukakan pintu untuknya  sedikit terkejut melihat wajah Dal Hyang dekil dan cemong hahahaha *puk-puk mantan pacar*

Dal Hyang mengenakan dirinya dan asal tempatnya. Ia dengan percaya diri menyerahkan surat dari ayahnya namun pelayan itu segera memotong kalimatnya, mengatakan bahwa mentri Choi sedang dalam perjalanan bisnis, beliau sedang tidak ada di situ.

Betapa terkejutnya Dal Hyang mengetahui hal itu. Pelayan itu lantas menyuruhnya segera pergi. Dal Hyang menahannya, Ia meminta agar diizinkan masuk dan tinggal di sana karena besok Ia akan mengikuti ujian keprajuritan (halah gw gak tau namanya apa, tapi kalau di Indo semacam test masuk kepolisian lah). Pelayan itu tertawa, di dalam sana ada banyak peserta yang datang untuk ikut ujian dan sudah tidak ada tempat lagi untuk Dal Hyang.

Kasihan Dal Hyang, dia mencari-cari penginapan tapi tak seorangpun menggubrisnya. Posisinya Dal Hyang itu seperti anak kampung yang datang ke kota dan tidak tahu bahwa situasi kota sangat jauh berbeda dari kampung halamannya.
I can feel you, my mantan pacar.

 Nahasnya, seseorang berniat mencuri kantong uang yang diberikan ibunya. Dal Hyang menyadari dan terjadi aksi rebutan uang koin miliknya belum lagi warga sekitar jalan itu turut meramaikan. Tangan Dal Hyang terinjak pulak. Kenapa jugaaaaaa itu kantong uang digantungin di luar, Dal Hyaaaaaaang! (Gemes, acak-acak rambutnya mantan pacar).

Berbekal sisa uang yang berhasil diselamatkannya, Dal Hyang tiba di depan sebuah penginapan yang disesaki calon tamu yang berjejer di gerbang depan. Dal Hyang diam-diam memotong antrian, Ia bisa lolos masuk. Namun, ujian kesabarannya belum selesai di situ (masih buanyaaaaak di depan sana menunggunya dengan manis). Sewa kamar di penginapan itu seharga 10 Nyang, sudah pake diskon loooh itu. Dal Hyang bertanya apakah Ia bisa meminta semangkok nasi karena Ia belum makan sejak kemarin. Pemilik penginapan itu meminta 2 Nyang lagi dan ditolak Dal Hyang.

Taraaaaaaa!

Dal Hyang masuk ke kamarnya dan ternyata sudah ada dua orang lainnya yang  menyewa kamar itu. Tentu saja Dal Hyang kaget, pemilik penginapan datang menyerahkan selimutnya. Dal Hyang memprotes satu kamar untuk tiga orang? Pemilik penginapan itu tertawa mengejek. Beri aku 30 Nyang maka aku akan menyediakanmu satu ruangan besar untukmu! Katanya.

Saat itulah akhirnya Dal Hyang menyadari dan berani menyimpulkan bahwa ayahnya hanya membual, Ia tidak pernah datang ke Hanyang. Tetapi bukan hanya itu yang terjadi di malam pertamanya di Hanyang.

Di sekitar tempat itu, ada sejumlah orang seperti preman bertingkah mencurigakan. Mereka membawa pemukul berupa kayu besar dan seorang yang diduga pemimpin gerakan itu membawa secarik kertas berisi catatan nama.

Dal Hyang beserta kedua rekan sekamarnya sudah jatuh tertidur saat seorang laki-laki pemimpin gerakan datang membuka pintu kamar mereka.
“Apa Oh Yun Moo dari Chung Chung-Do ada di sini?” tanyanya.
“Itu aku,” sahut salah seorang pria.
Dal Hyang ikut terbangun.
“Kau Oh Yun Moo?” ulang orang asing itu.


“Benar. Ada apa mencariku?”
Orang asing itu memberi kode berupa suitan kepada rekan-rekannya. Dan datanglah gerombolan orang-orang yang tadi membawa kayu pentungan ke dalam kamar yang dihuni Dal Hyang serta dua orang lainnya yang salah satunya menajdi target orang-orang itu. 


Dal Hyang masih belum sadar sepenuhnya ketika penyeroyokan itu terjadi. Oh Yun Moo dipukuli hingga nyaris mati. Setelah memastikan Oh Yun Moo sekarat, orang-orang suruhan itupun pergi.
“Ada orang yang membayar orang-orang itu,” cetus salah satu rekan Dal Hyang.
“Kau bicara apa?” sela Dal Hyang.
“Kau tidak dengar? Para bangsawan membayar orang untuk memukuli siapapun yang berkesempatan lulus ujian agar mereka gagal. Aku dengar banyak yang dipukuli semalam.”

Dal Hyang menggenggam erat pedangnya. Kemarahan nampak dimatanya. Ia memutuskan mengejar dan member pelajaran kepada para preman itu. Dalam pengejarannya preman-preman itu berpencar sehingga menyulitkan Dal Hyang, saat itulah samar-samar dari kejauhan terdengar derap kaki kuda yang mendekat kea rah Dal Hyang. Dal Hyang berlari ke arah suara-suara itu.

Daaaaaaan mereka adalaaaaaaaah…. (Tunggu setelah pesan-pesan berikut ini :D)

Dal Hyang merentangkan tangannya menahan tiga pria berkuda di hadapannya.

“Maaf, boleh aku pinjam kudanya?”
“Apa?” tanya salah seorang pria yang paling muda.

An Min Seo
“Aku harus menangkap orang. Lihat! Mereka melarikan diri!” teriak Dal Hyang seraya menunjuk ke arah jalan yang gelap.
Ketiga orang yang kita tahu salah satunya merupakan putera mahkota Seo Hyun, satu dari tiga Musketeers kita, saling berpandangan.
“Minta saja pada orang lain, kami harus pergi.” tolak pria yang paling muda, An Min Seo.
Dal Hyang memohon setengah memaksa. Ia lalu melompat ke atas kuda pria itu tak peduli kemarahan pemiliknya. Pangeran Seo Hyun lirik-lirikkan dengan dua rekannya. Dal Hyang berdalih Ia harus menangkap orang-orang yang telah memukuli para peserta yang akan ujian besok. Pangeran  Seo Hyun bertanya apa yang dimaksud oleh Dal Hyang.
“Kau tidak tahu? Seseorang menyewa mereka agar orang-orang yang berbakat gagal. Kami sudah susah payah, tak punya uang dan dukungan. Tapi kami juga dipukuli! Orang yang sekamar denganku nyaris mati! Ini bukan terjadi sekali dua kali. Kita harus menghentikan mereka sebelum mereka melakukan hal yang sama pada yang lain!”
Pangeran Seo Hyun dan dua pria itu bertukar pandangan membuat Dal Hyang berteriak tak sabar, “kalian tak perlu membantu, cukup ijinkan aku meminjam kuda ini!”
“Ke mana mereka pergi?” tanya pangeran Seo Hyun.
Dal Hyang menunjuk arah.
Pangeran Seo Hyun lekas menuju arah yang ditunjuk Dal Hyang, diikuti oleh pria satunya. Sementara Dal Hyang dan pria yang lebih mudanya bergegas ke arah lain.

Dugaan Dal Hyang benar. Preman-preman suruhan itu masih melanjutkan misi penggebukan mereka. Target selanjutnya adalah  Nam Kim Soo dari Namwoon. Sebelum mereka sempat bergerak, pangeran So Yun dan satu rekannya sudah menghadang jalan mereka. Pangeran So Yun bertanya siapa yang membayar mereka untuk melakukan itu semua? 

“Kami adalah polisi, sebaiknya kalian menjawab!” kata rekan pangeran Seo Hyun, Heo Seung Po.
Bukannya menjawab, preman-preman itu justru berpencar dan melarikan diri.
Setelah berbagi tugas, seluruh preman-preman itu berhasil diringkus tentunya setelah melewati proses gedebak-gedebuk terlebih dahulu.
Dal Hyang meringis kesakitan di atas tubuh salah seorang preman yang tergeletak tak sadarkan diri. Pria yang se-kuda dengannya bertanya apakah Dal Hyang baik-baik saja? Aku baik-baik saja, katanya.
“Bagaimana denganmu?”
“Apakah kau sedang mencemaskanku?” Pria yang lebih muda itu tersenyum maniiiiiiiis (mukanya mirip mantan pacarku yang laiiin, Park Shi Ho).
Dal Hyang kikuk, “apakah aku tidak boleh mencemaskanmu?”
(Tunggu sebentar, ini dialog apaaaaaaaaah hah? Kalo antara laki-perempuan sih gak masalah xD. Ciri-ciri bromance ini mah).

Proses penangkapan itu berlangsung lancar di bawah pengawasan langsung Pangeran Seo Hyun. Mereka menyimpulkan itu adalah ulah Kim Wong Sung karena dua orang puteranya ikut dalam ujian esok hari. Dal Hyang heran mengapa semuanya bisa diselesaikan dengan cepat. Belum tau diaaa, siapa yang sedang dihadapinya. Itu pangeran mahkotaaaaaaaa, Dal Hyaaaang!
Pangeran Seo Hyun bertanya apakah Dal Hyang akan mengikuti ujian itu juga. Dal Hyang mengiyakan. Pangeran Seo Hyun berkata Dal Hyang tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa lagi, rawat luka-lukanya dan mendoakan semoga Dal Hyang beruntung dalam ujiannya besok.
“Aku yakin kau lulus,” jamin Pangeran Seo Hyun.
“Aku juga lumayan percaya diri.” Dasar Dal Hyang pede tingkat dewa, ketularan bapaknya nih. 

Pangeran So Yun dan dua rekannya tersenyum penuh makna.
“Kuharap kau lulus dengan nilai tinggi, besok.” Ucap pangeran So Yun tulus sebelum menarik tali kekang kudanya mengajak kedua rekannya meninggalkan tempat itu.
“Tunggu!” tahan Dal Hyang.

Pangeran So Yun dan kedua rekannya menoleh.
“Meskipun Cuma sebentar, setidaknya kita perlu berkenalan. Aku Park Dal Hyang dari Gangwon-do! Siapa nama kalian?”
Background Music : siulan ala Three Musketeers film
“Samchongsa!” jawab pangeran So Yun setelah terdiam sejenak. Samchongsa dalam bahasa Indonesia, tiga pendekar.
“Apa?” Dal Hyang mengerutkan keningnya.
“Kami biasa dipanggil Tiga pendekar.”
Dal Hyang masih terheran-heran. Ia mengulang-ulang nama itu. Pangeran So Yun dan dua rekannya meninggalkan Dal Hyang.
“Sejak kapan kita jadi tiga pendekar?”
“Entahlah…” sahut Pangeran So Yun.
“Apa?”
“Aku hanya asal bicara. Aku tak tahu kenapa.”
Salah satu rekannya tertawa. Samchongsa, ia menyukai nama itu.
Narasi : Ini adalah pertemuan pertama mereka. Layaknya takdir.
Samchongsa tiba di sebuah penginapan. Mereka akan mengadakan pertemuan dengan mata-mata dari Qing di sana (kalau mereka sedang bertiga jalan bareng kita sebut saja pake julukan ini biar gak rempong.) samchongsa yang masih muda, An Min Seo menemukan sepucuk surat ikut terjatuh sewaktu Ia menambatkan kudanya.



Ia lantas teringat pada Park Dal Hyang yang tadi duduk di belakangnya. Ia membuka dan membaca isi surat itu dan seetika wajahnya berubah tegang.

Di dalam penginapan sedang ada pertunjukkan dan tarian music. Dan tau gak lagu apa yang menjadi pengiringnya? Lagunya Crayon Pop yang ada lirik, “Jumping! Jumping, everybody!” LOL awalnya aku gak tau tapi kok ngerasa familiar gitu ya? Setelah pikir lama-lama baru deh inget, lagu itu pernah dinyanyiin MBLAQ waktu konser di Jepang. Laaaah jadi ke mana-mana nih kite.

Pangeran So Yun dan samchongsa yang satunya lagi, Ho Seung Po naik ke lantai dua untuk bertemu tamu mereka dari Qing. Gara-gara genit, Ho Seung Po ditampar salah seorang gisaeng yang lewat hahahaha.

Di dalam sebuah kamar di penginapan itu, satu dari Qing/Cina dan seorang pria dari Joseon telah menunggu kedatangan Pangeran So Yun. Begitu melihat kemunculan sang pangeran, pria Joseon itu langsung mengenalkan mata-mata itu.
“Dia datang saat subuh. Sulit baginya datang diam-diam.”
“Aku ingin dengar tentang perang. Karena waktu kita tidak banyak.” Kata Pangeran So Yun sambil duduk.
Dari penjelasan mata-mata tersebut, diketahui bahwa telah terjadi perang besar-besaran oleh Qing. Mongol bahkan telah jatuh. Dinasti Ming hancur, para jenderal banyak yang melarikan diri. Hal itu tidak dilaporkan dengan benar di pemerintahan pusat.  Bahkan Ming berpikir sebentar lagi seluruh dinastinya akan jatuh. Artinya, perluasan perang itu lambat laun akan merambat ke Joseon.

Ho Seung Po sedang asik mengintip orang yang berjudi saat An Min Seo datang menghampirinya. Seung Po meminta Min Seo menggantikannya berjaga di depan kamar pertemuan karena Ia ingin sejenak menikmati keberadaan di penginapan tersebut. Min Seo menahan tangan Seung Po.


“Lihat ini sebentar.” Ucapnya sembari menyerahkan surat yang ditemukannya.
“Apa ini?” tanya Seung Po.
“Park Dal Hyang menjatuhkan ini.”
“Ini Cuma surat.”
“Isi suratnya bermasalah. Bacalah.”

Seung Po terkejut setelah membaca isi surat itu. Ini luar biasa, katanya. Min Seo bertanya apa yang harus mereka lakukan dengan surat itu.
“Di mana dia menginap?” tanya Seung Po. Tidak usah diragukan, sepertinya dia sudah punya rencana lain di dalam kepalanya.

Sementara itu, Park Dal Hyang seorang diri membersihkan lukanya. Ia masih juga penasaran dengan ‘samchongsa’. Diulanginya berkali-kali kata itu. Ia menyimpulkan samchongsa berarti Pendekar yang pintar menembak (?). Sewaktu membersihkan bajunya barulah Ia tersadar surat yang Ia selipkan di balik bajunya telah lenyap. Ia mencari ke mana-mana namun tidak menemukannya. Dua orang rekan sekamarnya, yang satunya babak belur dan satunya lagi merawat luka akibat penyeroyokan itu terheran-heran melihat Dal Hyang kalap mencari cari surat. Bukan surat dari ayahnya namun satu surat lain yang nampaknya sangat berharga baginya.

Dal Hyang keluar dari kamarnya bermaksud mencari surat itu di luar, di saat yang sama sebatang anak panah melesat tepat menancap di tiang dekat Dal Hyang berdiri. Beruntung Ia sempat merunduk dan tersentuh anak panah itu. Ia melihat sekeliling, terdengar derap kaki kuda tetapi tak nampak siapun di luar halaman.
“Apa ini?” Dal Hyang menatap batang anak panah itu sambil bertanya-tanya.
=Bersambung ke part 2=
Komentar :
Aaaaacccckkk baru inget kalo yang jadi An Min Seo ini yang pernah main di The Bridge of The Century sebagai adeknya Lee Hong Ki. Mengenai  keseluruhan dramanya akan aku komenin setelah part 2 diposting :D