Di antara
beberapa drama yang saya ikuti di paruh pertama tahun 2016 hanya Signal yang
mampu saya tonton tuntas—saya kecualikan Reply 1988 karena drama ini tayang
menjelang akhir 2015.
Signal merupakan
drama yang ditayangkan tvN hasil kerjasama antara Screen Writer Kim Eun Hee (Sign, Ghost, Three Days) dan Director
Kim Won Suk (Misaeng : Incomplete Life). Sejak pertama kali mendengar berita
kalau Kim Eun Hee hengkang dari SBS
yang telah menayangkan tiga drama besutannya, dan memilih tvN sebagai pihak
yang akan menayangkan Signal, saya sedikit pun tidak menyimpan keraguan—Signal
akan menjadi salah satu drama yang saya tunggu meski tidak se-antusias ketika
saya menunggu Remember-nya Yoo Seung Ho. Saya percaya tvN akan memberikan
dukungan sepenuhnya pada Kim Eun Hee dan tidak akan melakukan intervensi pada
penulisan naskah. Setidaknya saya selalu merasa puas dan menyukai drama-drama
Tante Kim Eun Hee sebelumnya—Sign, Ghost dan Three Days.
Dan Signal
berhasil membuktikan bahwa Kim Eun Hee adalah screen writer handal yang bisa
kamu percayai karyanya. Dua episode plot meninggalkan kesan yang menjanjikan
pada saya. Di saat saya sedang galau gara-gara Reply 1988 tamat, Signal sedikit
demi sedikit membantu saya move on.
Lucunya, tak ada satu pun pemeran utamanya yang saya merasa familiar dengannya.
Sebenarnya bagus sih, jadi saya tidak harus bersikap bias ke salah satu karakter dan hanya perlu fokus pada storyline—hal yang sama saya alami
ketika menonton Sign, Ghost dan Three Days.
Di tahun 2015
Profiler Park Hae Young dikejutkan oleh sebuah transmisi melalui walkie-talkie jadul yang tak sengaja ditemukannya di
dalam karung berisi sampah sekeluarnya ia dari kantor polisi—sebuah mobil
pengangkut barang terparkir tanpa sopir di sana. Transimisi tersebut berhasil
menyambungkan Park Hae Young ke tahun 2000, menemui
Lee Jae Han, seorang detektif
yang sedang bertugas mengusut sebuah kasus anak hilang. Transmisi melalui
walke-talkie terus terjadi di antara Park
Hae Young dan Lee Jae Han seiring dengan penyelesaian cold case yang ditangani Tim khusus yang
dikepalai Cha Soo Hyun—Park Hae Young masuk dalam tim ini.
Di drama ini,
diceritakan—andai tak ada pembatasan kasus kriminal di Korea Selatan, apa yang
akan terjadi? Para korban dan keluarga korban masih memiliki harapan untuk
mendapatkan keadilan dan para pelaku kriminal yang selama ini hidup tenang
tanpa diadili kini seolah terbangun dari tidur panjang.
Cold
case terjadi karena para polisi dan detektif menyerah
pada satu kasus entah karena kurangnya bukti, saksi mata dan lain-lain—juga
bisa karena faktor X, campur tangan orang
atas. Di tahun 80-an dan 90-an itu banyak terjadi penutupan kasus karena
alasan-alasan yang saya sebutkan di atas, tapi memasuki era modern di mana
dunia forensik dan kepolisian semakin maju dan dilengkapi peralatan canggih, cold case bisa dibuka dan dilakukan
pengusutan kembali.
Signal dibuka
dengan kasus penculikan seorang gadis kecil kecil di tahun 2000 yang
mengakibatkan hilangnya detektif Lee Jae Han secara mendadak—ia kemudian
dituduh telah meneerima suap dan melarikan diri, lalu berlanjut ke kasus-kasus
lainnya, yakni Pembunuhan berantai di Gyeonggi Nambu di tahun 1988, kasus
pencurian perumahan mewah yang melibatkan sejumlah petinggi pemerintah di tahun
1995, pembunuhan berantai
Hongwon-dong di tahun 1997 dan terakhir kasus pemerkosaan terhadap seorang
remaja SMA di Injoo di tahun 1999.
Sedari awal,
saya sudah bertanya-tanya kenapa Park Hae Young yang menerima transmisi dari
Lee Jae Han? Ada hubungan apa di antara kedua orang ini? Saya pernah beramsumsi
bahwa kematian Park Sun Woo—kakak Park Hae Young di tahun 1999 ada kaitannya
dengan Lee Jae Han. Dan belakangan perkiraan saya itu terbukti benar. Lee Jae
Han termasuk salah satu detektif yang bertanggung jawab pada kasus pemerkosaan
siswi di Injoo di tahun 1999. Tak hanya sampai di situ, akibat kesalahan yang sengaja dilakukan kepolisian saat itu,
Park Sun Woo harus merelakan dirinya mendekam di penjara anak selama 6 bulan
dan pada akhirnya ia ditemukan bunuh diri
tak lama setelah keluar dari tahanan. Park Sun Woo adalah benang takdir
yang menghubungkan adik tersayangnya, Park Hae Young dan Lee Jae Han.
Tak ada satu pun
yang kejadian di dunia ini yang terjadi karena kebetulan. Everything happens for reason. Tahu butterfly effect kan? Mengutip salah satu blurb novel favorit saya, “Kepak
sayap kupu-kupu di Kirgiztan bisa menyebabkan badai di Pantura”. Bahwa
seluruh penghuni semesta saling berikatan satu sama lain—besar kecil, bergerak
dan yang tidak bergerak. Satu kesalahan kecil yang dilakukan Pak Polisi
terhormat, bisa menghancurkan hidup seorang anak lelaki kecil yang belum
mengerti apa-apa. Ada sebab, ada akibat.
Bagi saya,
Signal adalah sebuah kritik menggelitik, tegas tanpa tedeng aling-aling. Untuk
kepolisian, untuk pemerintah dan khususnya kita sebagai manusia dalam hidup
bersosial. Kim Eun Hee masih menggunakan pattern
yang sama seperti drama-drama beliau sebelumnya. Ada pak polisi korup, ada
pak polisi yang hatinya lurus, ada oknum-oknum pemerintah yang lupa untuk apa
ia sebenarnya dipilih oleh rakyat—yang mestinya bukannya memerintah melainkan mengurus rakyat, lalu ada pula orang-orang
kaya yang berlagak bisa membeli seluruh sendi dunia dengan uangnya yang banyak
itu, serta tak lupa akan selalu ada masyarat yang sakit entah karena ketakutan
terhadap tekanan dari orang-orang di atas
atau akibat tuntutan hidup yang kian hari kian bikin napas sesak sehingga
rasa-rasanya tak ada pilihan selain menjual
diri di hadapan uang. Yang membedakan di Signal dan drama Kim Eun Hee
sebelumnya, sebut saja Ghost, tidak ada pengkhianat di Tim khsusus cold case. Lega. Mianhae, Gye Chul
Sunbaenim, saya sempat mencurigai Anda.
Ada beberapa
wajah yang saya kenal di sini karena
sudah pernah melihat mereka bermain di drama Kim Eun Hee lainnya, ada Pak Presiden baik hati di Three Days tapi di
Signal jadi Anggota Kongres Jang yang jahatnya bikin berdecak ngeri, ada juga
Ketua Pengawal Presiden di Three Days yang jadi jahat gara-gara kena hasut,
kini di Signal si Bapak ini memerankan Kim Beom Joo, Kepala Kepolisian Seoul
yang licik, ambisius dan rela melakukan apa saja demi memuluskan langkahnya—termasuk
membunuh seorang remaja tak bersalah. Wajah si bapak yang kalau gak salah inget
pernah ikut Appa Eodiga MBC ini sudah
kadung nempel di benak saya sebagai spesialis pemeran karakter jahat, jadinya
bila nanti beliau main drama lagi tanpa dikomando alam bawah sadar saya pasti
langsung nyeletuk, “duh, nih orang pasti
jahat...”
Signal telah
sukses menampar pusat sadar dan titik emosional saya secara telak. Padahal ini
bukan drama melankolik, apalagi drama romance. Tapi saya berkali-kali menyusut
mata saya yang tanpa saya sadari basah—beberapa kali saya terisak bahkan
setelah satu episode selesai saya tonton. Signal adalah drama yang menggunakan
dunia kepolisian dan kriminal sebagai latar kisah. Hubungan sebab-akibat yang
mengungkungi cerita setiap episodenya bisa membikin kamu terpekur lama dan
berpikir soal banyak hal—tentang hidup itu sendiri.
Episode pertama
mengenai penculikan seorang gadis kecil, bila saja Park Hae Young kanak-kanak
mau membagi payungnya pada gadis kecil di teras depan sekolah di tahun 2000
itu—maka penculikan itu tidak akan pernah terjadi. Dan andaikan ada satu saja
dari sekian banyak orang di Hongwon-dong yang menolong Kim Jin Woo kecil dari
siksaan ibunya yang mengalami gangguan mental—mungkin, ia bisa tumbuh seperti anak-anak
normal seusianya dan tidak menjadi pembunuh berdarah dingin akibat depresi
berat yang dialaminya sejak kecil—ketika seorang gadis diam-diam menyukainya,
itu sudah sangat terlambat bagi Kim Jin Woo. Tak ada yang pernah mengajarinya
tentang perasaan semacam itu. Sesungguhnya dibutuhkan kepedulian terhadap
sekitar kita. Jika empati masih terasa berat dilakukan, maka cobalah bersimpati
sedikiiit saja. Tak ada yang salah
dengan sekadar bertanya, “ada apa?”, “ada yang bisa saya bantu?” atau paling
tidak berikan senyum pada orang yang berpapasan dengan kita di jalan—tapi
jangan nyengir tar dikira orang baru keluar RSJ. Saya sering ngajak orang yang
saya temui di jalan, di angkot, di pasar, di ruang tunggu sebuah rumah sakit,
di mana saja. Kadang-kadang saya bahkan sampai menanyakan nama mereka xD
Scene-scene yang
meninggalkan kesan mendalam bagi saya antara lain,
-
Lee Jae Han menonton di bioskop sendirian, di saat
orang-orang sekelilingnya tertawa karena film yang mereka tonton, ia malah
menangis hebat. Film yang seharusnya ia tonton bersama gadis yang sudah lama
ditaksirnya kini pupus karena gadis tersebut termasuk salah satu korban
pembunuh berantai Gyeonggi, Nambu 1989. Suer, sedihnya gak ketulungan ㅠ.ㅠ
-
Ketika pembunuh berantai Hongwon-dong
akhirnya ditangkap, Kepala polisi Kim Beom Joo, menyebut Kim Jin Woo sebagai
sampah. Di lain pihak, Park Hae Young merasa terusik. Benarkah Kim Jin Woo yang
telah membunuh sebelas perempuan memang pantas disebut sampah? “Ada
orang-orang yang memang terlahir sebagai monster, tapi ada juga yang dijadikan
monster oleh orang lain.” Ucapan Park Hae Young serta merta
mengingatkan saya pada Hello Monster. Jika saja ada seseorang yang mau
mengulurkan tangan pada Min, pada Kim Jin Woo.... Kasus Hongwon-dong merupakan
salah satu sindiran halus tentang kehidupan sosial masyarakat yang sedang ‘sakit’
ㅠ.ㅠ
-
Saat Lee Jae Han diseret keluar dari
ruangan Kim Beom Joo, lontaran kalimat berupa sindiran kritis untuk Kim Beom
Joo bikin mata saya berair. Saya turut merasakan kesedihan dan rasa frustasi
yang dialami Lee Jae Han. Ia hanya ingin menolong Park Sun Woo, remaja belasan
tahun yang sudah diperlakukan tidak adil oleh hukum dan perangkatnya hanya
karena ia miskin, tak punya orang-orang kuat di belakangnya. Park Sun Woo
adalah korban keserakahan orang-orang
besar di atas sana. Episode Injoo ini benar-benar menyedihkan. Sungguh. ㅠ.ㅠ
-
Menjelang ending episode 12, saat Park
Hae Young dan Cha Soo Hyun akhirnya menemukan Lee Jae Han. Saya Speechless dan ikutan nangis ㅠ.ㅠ Penantian 15 tahun Cha
Soo Hyun akhirnya menemui akhir.
-
Dan tak lupa juga kedekatan Park Hae
Young kecil dan kakaknya, Park Sun Woo benar-benar menyentuh. Credit untuk pemeran Park Sun Woo, saya
melihat ada potensi bagus pada aktingnya. Wajahnya mengingatkan saya pada Do
Kyung Soo.
Seringkali
terjadi, sebuah drama bagus, kekurangannya terletak di ending. Bagaimana dengan
Signal sendiri? Saya tidak ada masalah dengan ending drama ini—setidaknya saya
tidak perlu menyiapkan monolog panjang untuk melepas Lee Jae Han—pahlawan tanpa tanda
jasa di drama ini. Kegigihannya dalam mengusut satu kasus ibarat utopia yang
membuat saya bertanya-tanya masih adakah Lee Jae Han lain di dunia nyata? Saya
berharap, ada.
Open ending yang
dpilih Kim Eun Hee dan Kim Won Suk sama sekali tak mengganggu, menurut saya itu
adalah pilihan terbaik dan cukup memuaskan bagi penonton. Lagipula Kim Eun Hee
menjanjikan kemungkinan ada Signal Season 2. Saya akan setia menunggu kok—seperti
kesetiaan saya menunggu Min Geomsa di
Vampire Prosecutor Season 3 ㅠ.ㅠ Dan semoga para
pemeran di Signal Season 2 nantinya masih memakai komposisi yang sama. Aamiin.
“Hanya satu yang pasti. Transmisi ini dimulai
karena rasa putus asa seseorang. Satu hal yang diajarkan oleh walkie-talkie ini
adalah segalanya akan berhasil selama aku berusaha.” –Park Hae Young
Kalimat apa yang
paling saya ingat dari Signal?
Jangan
menyerah.
Epilog
Apa yang paling
memusingkan dari film/drama bertema time
traveler? Pertukaran current time dan
masa lalu. Jika kamu tidak jeli dan kurang konsentrasi kamu akan kecele dan
kebingungan sendiri. Untungnya Signal, pola pengambilan dan penayangan
gambarnya bisa terlihat jelas mana masa sekarang dan mana lalu. Pertanyaan
lainnya, apa yang paling tidak ingin kamu lakukan setelah menonton drama habis
drama/film dengan genre semacam ini? Menonton ulang, re-watch. Itu apa yang
saya lakukan pada Nine. Tak peduli betapa sukanya pada drama ini, saya gak
punya keberanian untuk menonton ulang. Kenapa? Kepala saya puyeng. Makin ditonton
makin kusut rasanya HAHAHAHA.
Vibe
yang
sama saya dapatkan ketika membaca novel Supernova-nya Dee. Waktu itu usia saya
sekitar tujuhbelas atau delapanbelas, bagi otak lemot saya karya Dee tidak
cocok dibaca dibawah penerangan lampu 5 watt. Akibatnya pertama kali baca, saya
pusing dan mual—selain karena pengaruh penerangan juga karena tingkatan intelegensia
saya masih termasuk di bawah rata-rata untuk ukuran novel keren macam Supernova.
Benang merah antara Nine dan Supernova adalah kedua-duanya bikin saya pusing ㅋㅋㅋㅋ
Nah, rupanya
Signal datang kepada saya dalam paket yang berbeda dari Nine. Ditilik segi
kualitasnya, bagi saya tak ada yang lebih baik satu sama lain. Dua-duanya
termasuk drama yang ditulis dan divisualisasikan dengan cemerlang dan cerdas. Susah
looooh nulis cerita menggunakan tema time
traveler. Tapi khusus Signal, saya tidak mengalami pusing saat mencoba
mencari titik temu antara Lee Jae Han dan Park Hae Young di masa depan
(2015-2016). Saya mencoba menjabarkan bagaimana Signal dibangun dalam satu
gambar yang utuh.
Di tahun 2015,
Park Hae Young menerima transmisi dari Lee Jae Han tahun 2000. 15 tahun ke
belakang. Tahun itu, merupakan tahun lenyapnya detektif itu secara misterius.
Namun rupanya, transmisi tersebut bukan yang pertama kalinya bagi Lee Jae Han.
Ia menerima transmisi pertama kali dari Park Hae Young di tahun 1988. Artinya,
waktu Lee Jae Han terus bergerak dari 1988 hingga 2000 tapi waktu di masa Park
Hae Young tak bergerak secepat itu. Apakah ini termasuk kekurangan Signal?
Mengingat ini merupakan fiksi fantasi thriller, rasanya bisa dimaafkan. Toh, fokus cerita tak berpusat pada
keanehan pergerakan waktunya melainkan cold
case-nya. Ini menurut pendapat pribadi saya. Lalu ke mana Lee Jae Han
menghilang selama kurun waktu 2000-2015? Hanya satu kemungkinan ia mengalami
koma akibat penganiayaan berat. Ayahnya sengaja menyembunyikannya selama itu.
Karena kalau sampai ketahuan Anggota Kongres Jang, sudah bisa dipastikan Lee
Jae Han akan berusaha dihabisi.
Pada akhirnya,
Signal bisa dijadikan sebagai pengingat bagi kita khususnya para aparat hukum
dan pemerintah, amanah diberikan bukan untuk diselewengkan. Bukan pula hukum
disusun untuk ditajamkan ke bawah dan ditumpulkan ke atas—sayang sekali drama
seperti Signal ini terasa sangat mustahil untuk dibikin versi Indonesia-nya xD
Maaf jika saya
harus mengatakan ini, barangkali terdengar sangat pesimis tapi memang demikian
apa yang membenak di kepala saya bahwa, Lee Jae Han adalah simbol keadilan dan kejujuran yang kini
menyepi entah ke sudut mana. Keadilan itu—ia ada, tapi oleh banyak orang dianggap
terlalu usang untuk digunakan lagi.
Lee Jae Han, sebagai sosok yang kukuh memegang prinsipnya sebagai polisi yang
lurus hatinya meski demi itu ia selalu menerima tekanan dari berbagai pihak
yang tak menyetujui tindakan-tindakannya. Satu-satunya (yang dianggap)
kesalahan karena ia berdiri tegak di sisi kebenaran. Sedih sekali. Ironis.
Script
yang
bagus di tangan director hebat lalu diisi aktor/aktris dengan akting mumpuni
hasilnya adalah satu paket drama yang keren. Signal merupakan salah satu drama
terbaik yang pernah saya tonton. Terimakasih Tante Kim Eun Hee, selamat telah
menebus kesedihan karena Three Days
yang menerima banyak sekali kritikan tahun kemarin.
Jangan menyerah ^^
[Review] Signal (tvN, 2016)
by
Azzy
on
3/21/2016 08:04:00 AM
Di antara beberapa drama yang saya ikuti di paruh pertama tahun 2016 hanya Signal yang mampu saya tonton tuntas—saya kecualikan Reply 19...