Apakah gerangan yang membawa langkah kaki Yeon Doo ke ruangan klub Baek Ho? Gadis itu dengan penuh percaya diri hendak mendaftarkan diri sebagai anggota klub Baek Ho. Tentu saja hal ini mengangetkan sekaligus membuat seluruh penghuni klub tersebut kebakaran jenggot. Kwon Soo Ah mengingatkan bahwa Yeon Doo sama sekali tidak memenuhi syarat—em, nilainya ehm—hanya yang punya nilai di atas 5% yang bisa bergabung dengan Baek Ho. Yeon Doo menangkis dengan mengatakan ia tidak melihat syarat itu di tertulis di lembaran pendaftaran. Syarat itu—yang dibilang Soo Ah—hanya dia-adakan sepihak klub Baek Ho. Seo Ha Joon memukul meja karena kesal, tak tahan dengan kehadiran Yeon Doo.


Sementara itu, si tengil bin ngegemesin—Kim Yeol—tenang-tenang saja mengamati keributan sepagi itu. Nampaknya ia menikmatinya hahahaha, beneran deh minta ditabok banget ini cowok!

Ha Joon maju ke depan dan menendang meja yang dibawa Yeon Doo. Yeon Doo kaget,  menarik mundur ke belakang tubuhnya. Ha Joon menyuruh Yeon Doo berhenti membuat keributan dan segera angkat kaki dari ruangan itu. Bukan Yeon Doo namanya kalau gertakan semacam itu mempan padanya. Meskipun Ha Joon berteriak keras menyuruhnya keluar. Ia bersikeras tidak mau pergi. Sebagai gantinya, Yeon Doo malam menggigit lengan Ha Joon. Hahahaha. Badas. Ha Joon mengangkat tangan hendak memukul Yeon Doo tapi tidak jadi. Yeon Doo berteriak, mereka kehilangan ruangan jadi dia tidak punya tempat lagi. Soo Ah bertanya apakah Yeol akan membiarkan hal itu? Yeol menjawab kenapa ia harus melakukannya? Toh akan selesai dengan sendirinya.

Benar saja, tak berapa lama terlihat Guru Im menyeret Yeon Doo keluar dari ruangan itu. LOL. Guru Im mengomelinya hingga mereka tiba di ruang guru, Guru Im tak mengetahui kehadiran ibu Yeon Doo. Ibu Yeon Doo menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana anaknya diperlakukan.
“Lepaskan tangan anda! Kubilang lepas!” seru Ibu Yeon Doo marah.
 Guru Im setengah bengong segera melepaskan cekalannya pada kerah belakang seragam Yeon Doo.
Ibu Yeon Doo meminta agar segera diberikan surat pindah. Yang lucu adalah sound effect-nya, mirip suara hembusan angin. Dingin.

“Sepertinya anda salah paham.” Guru Im berusaha membela diri.
“Salah paham? Aku baru saja melihat dengan mata kepalaku sendiri, dan kau bilang salah paham? Anda memperlakukan putriku seperti ini hanya karena tidak pintar? Anda sudah ketahuan. Guru seperti anda dan sekolah seperti ini, akan kuadukan pada kantor pendidikan!” ancam ibu Yeon Doo.
Guru Im terhenyak. Guru Yang yang sedari tadi hanya diam segera menengahi tapi tidak mempan. Diminta tenang, kemarahan ibu Yeon Doo semakin menjadi-jadi.

“Aku baru saja melihat putriku diseret-seret seperti ini...” katanya sambil memegang kerah belakang bajunya sendiri. “Dan kau memintaku tenang? Aku mau gila rasanya! Kau lihat apa? Baru pertama kali lihat orang tua berteriak di ruang guru?” Dipelototinya orang-orang yang kebetulan berada di ruang guru itu.
“Maaf, jangan seperti ini... mari kita ke ruang konseling,” tawar Guru Im terbata-bata.
“Kau bilang percaya saja padamu. Kau bilang akan menjaganya seperti orang tuanya sendiri. Tapi kau memperlakukannya seperti ini hanya karena nilainya jelek? Sekolah tidak boleh seperti ini! Jika ini sekolah yang sesungguhnya, kau akan mengajarinya tentang teman sejati, loyalitas dan perhatian yang nyata. Apa bedanya ini dengan sekolah yang hanya peduli dengan uang?”
Skakmat. Guru Im tak berkutik.
“Aku tidak bisa percayakan anakku pada guru sepertimu! Bukan. Aku tidak akan percayakan anakku pada sekolah menyebalkan ini! Berikan surat pindahannya sekarang! Se-karang!”
“Ibu... ibu...,” Yeon Doo mengibaskan tangannya berkali-kali, ia melakukannya seolah ibunya tidak menyadari kehadirannya di sana saking semangatnya ibunya marah-marah. Hahaha.
“Ibu, aku tidak akan pindah...”
Toweeeeeng! Terdengar background suara kambing mengembik. Mbeeeeek. Pwahahahaha. Dan sekali lagi sound effect hembusan angin. Koplak.

Yeon Doo tidak jadi pindah. Ibunya benar-benar merasa malu. Tangannya masih bergetar. Ibu dan anak itu duduk berdua di halaman sekolah yang sepi. Rupanya Dong Jae yang melapor ke ibu Yeon Doo sehingga beliau mendadak melakukan inspeksi sepagi itu. Good job, Dong Jae! Setelah kejadian barusan, Ibu Yeon Doo khawatir itu akan berdampak buruk pada Yeon Doo. Apakah Ibu menyesal? Tanya Yeon Doo pura-pura kecewa. Ia merasa apa yang dilakukan ibunya sungguh keren. Digodanya ibunya dengan mengurutkan hal-hal tidak pantas yang diucapkan ibunya tadi. Ibunya berniat kembali ke ruang guru untuk berlutut minta maaf. Ia akan mengatakan itu kegilaan sementara dan meminta agar tidak membenci Yeon Doo meski mereka membenci dirinya. Yang terpenting, terlepas dari apapun, ibunya lega Yeon Doo tak jadi pindah. Yeon Doo memang bertekad akan tamat dari SMU Sevit dan juga akan mengembalikan Real King.
“Benar, tidak peduli meskipun kamu tidak pintar. Lagipula nilaimu tak bisa lebih rendah lagi. Dan dance, ibu membolehkanmu karena kamu sangat menyukainya...”
“Sungguh?”
“Tapi, ibu tidak akan diam saja jika kamu dikucilkan atau tersakiti, oke?”
Yeon Doo mengangguk manis. Ibunya mengelus penuh sayang kepala Yeon Doo lalu memeluknya. Andai anak-anak Baek Ho memiliki ibu seperti ibu Yeon Doo...

Dan Yeon Doo tidak menghentikan tekadnya meng-agresi Baek Ho. Sekalipun ia harus belajar dengan memakai sleeping bag. Dan seperti sudah-sudah, Guru Im selalu menggagalkan usahanya. Ia diseret keluar dari ruangan Baek Ho dengan masih memakai sleeping bag. Aduh, Yeon Doo ini... Lawak banget. Hukuman demi hukuman dilakoninya penuh semangat. Antara lain menyapu ruangan di saat murid-murid lain sedang, berdiri di depan kantin sambil memegang papan berisi himbauan cuci tangan sebelum makan dan seterusnya... Tanpa diduga Hyo Shik—si gendut yang loyal—datang bergabung lengkap dengan dua bilah papannya. Isi himbauannya, sikat gigi tiga menit setelah makan ㅋㅋㅋ

Guru Im mengawasi sambil makan tentunya. Tanpa sepengetahuannya, Yeon Doo dan Hyo Shik menulis sesuatu di belakang papan. Mereka membaliknya selagi Guru Im tak melihat dibantu kode dari Dong Jae. Yeol hanya tersenyum menyaksikannya. Sayang sekali pada percobaan selanjutnya, Guru Im menangkap basah mereka. Hahaha.

Hukumannya adalah membersihkan ruang olahraga. Kali ini dua anggota Real King—Da Mi dan Kyung Eun—datang bergabung. Bukannya sedih kena hukuman, mereka malah bersenang-senang. Membersihkan sambil bermain. Hukuman lainnya, menyiram taman. Anggota Real King yang lain—Seung Woo, menawarkan diri ikut membantu. Sepertinya hukuman diartikan Real King sebagai ajang bebas bermain. Mereka saling menyipratkan air ke seragam masing-masing sambil tertawa lepas tanpa beban. Yeol dan Ha Joon yang kebetulan lewat geleng-geleng kepala.

“Mereka bodoh sekali,” ujar Yeol. “Jawabannya sudah jelas (pembubaran Real King), kenapa pakai cara brutal?”
Ha Joon menimpalinya dengan menyebut Real King psiko nila A. Ia segera mengajak Yeol pergi dari situ di saat yang sama tanpa sengaja salah satu selang mengarah pada mereka. Alhasil, separuh seragam Yeol dan Ha Joon basah. Ha Joon tersulut emosi, tapi Yeol menahannya.
“Biarkan saja,” selanya. “Mereka anak usia 18 tahun yang sebenarnya.”
Ha Joon tidak bisa menangkap maksud ucapan sahabatnya itu. Mereka pun berlalu dari taman. Dari jauh Guru Im melihat anak-anak Real King bukannya menjalani hukuman dengan baik justru bermain-main, melangkah cepat-cepat menghampiri anak-anak itu sembari mengacungkan tongkatnya. Mengetahui dirinya menjadi sasaran Guru Im, Yeon Doo melesat melarikan diri. Malang, ia tidak melihat jalan di depannya saat berlari. Yeol yang berjalan tak jauh jadi korban tubrukan Yeon Doo. Gadis itu kehilangan keseimbangannya dan akibatnya terjatuh menindih Yeol.

Yeon Doo berniat bangun tapi Yeol menahannya.
“Kita selalu berakhir begini,” godanya sambil tersenyum. Ih, Yeol geniiiit tapi ganteng, he-eh.
“Hana (satu)...” Yeol mulai menghitung, menggunakan kebiasaan Hana-deul-set-nya. Belum sampe pada hitungan kedua, Yeon Doo cepat-cepat bangkit. Ha Joon membantu Yeol berdiri. Yeol tak sempat mengatakan apa-apa, Yeon Doo berseru manja pada orang yang datang dari belakang mereka.
“Ha Doooooong....”

Dong Jae muncul, dilemparkannya sebotol susu favorit mereka berdua. “Sudah selesai?” tanyanya. Yeon Doo mengiyakan. Tidak lengkap rasanya bila mereka memakan/meminum sesuatu tanpa cheeers/bersulang LOL. Yeol dan Ha Joon melihat dua sahabat itu berlalu.


Tak disangka-sangka, Yeol penasaran seperti apa sih rasanya susu yang diminum Yeon Doo dan Dong Jae? Di kantin, alih-alih menerima kaleng minuman dingin dari Ha Joon, ia memilih meminum susu. Ha Joon melongo.

Yeon Doo dan Dong Jae di ruang olahraga. Dong Jae membantu mengeringkan seragam Yeon Doo menggunakan handuk. Yeon Doo curhat teman-temannya Real King-nya mendapat masalah karena dirinya.
“Dong Jae-ya... bila Real King benar-benar hilang, bagaimana aku menghadapi teman-temanku?”
Dong Jae tak suka melihat Yeon Doo patah semangat begitu. Ia melempar handuk kecil itu dan mendarat di kepala Yeon Doo. Ia bangkit mengambil bola basket.
“Kang Yeon Doo bertahan sampai akhir,” katanya lalu melemparkan bola tersebut tepat masuk ke ring. Wohooo, Cha Hakyeon (Nama pemeran Dong Jae) beneran bisa main basket.
Dong Jae sekali lagi mengambil bola. “Kang Yeon Doo akan melawan Sevit.”
Lempar, dan masuk.
Yeon Doo tertarik ingin melakukannya juga. Tapi sayang tak ada satupun bolanya yang lolos masuk ke dalam ring. Hahaha. Sebal, ditinggalkannya Dong Jae.
“Kau mau ke mana?”
“Mandi.” Yeon Doo menyahut tak bersemangat.
Yeon Doo belum sepenuhnya keluar dari ruangan itu ketika Dong Jae mengarahkan bola terakhirnya.
“Kang Yeon Doo akan merebut kembali Real King!”
Lempar, dan masuk.


Sementara itu, Soo Ah sendirian di kamar. Ia mengingat kembali test wawancara sebuah perguruan tinggi luar negri yang ia lakukan belum lama ini. Ia gagal karena spesifikasinya tak sesuai apa yang dicari oleh Universitas yang mewawancarainya. Intinya, kualifikasi yang dimiliki Soo Ah belum pernah menyentuh nyata lingkungan, dengn bakat yang dimilikinya ia tidak memiliki pengaruh. Egois. Soo Ah meluapkan kekesalannya pada Direktur Lee selaku orang yang bertanggung jawap terhadap itu semua.

Direktur Lee mengirim pesan singkat memberitahu Soo Ah bahwa ia sudah berada di sekolah. Ketika Soo Ah hendak menemui Direktur Lee, Yeon Doo datang menghadang langkahnya di depan pintu kamar. Ia membawa peralatan kebersihan. Ia hendak menyuruh Soo Ah membersihkan kamar—pekerjaan yang tidak pernah dilakukannya selama ini—tapi Soo Ah menolak melakukannya. Soo Ah menghina Yeon Doo, jika Yeon Doo datang kembali ke sekolah bukankah seharusnya ia menundukkan kepalanya? Yeon Doo mendengus, ia hanya menuruh Soo Ah membersihkan tapi gadis itu malam berpidato panjang lebar. Yeon Doo menegaskan ia akan tetap bertahan di sekolah itu hingga akhir dan dengan begitu, ia akan melihat Kwon Soo Ah gagal dengan kedua matanya. Ia akan melihatnya berlutut dan meminta maaf atas apa yang telah dilakukan Soo Ah padanya. Untuk hari itu, Yeon Doo akan memastikan Soo Ah membersihkan kamar. Soo Ah membuang sapu ke lantai lalu melangkah keluar kamar dengan angkuh.


Direktur Lee dalam perjalanannya menemui Kepala Sekolah, bertemu Yeol dan Ha Joon di koridor sekolah. Ia langsung bisa menebak itu Yeol. Katanya Yeol lebih tampan dilihat secara langsung. Direktur Lee mengatakan dengan kemampuan yang dimiliki Yeo, bukankah sayang jika dia kuliah di Universitas Korea? Direktur Lee mengenalkan dirinya sembari memberikan kartu namanya. Soo Ah melihat itu. Ia menyindir Direktur Lee sedang melakukan transaksi bisnis.

Kepala Sekolah mengamuk di ruangannya akibat ulah Real King. Entah apalagi yang dilakukan anak-anak itu. Menurut Kepala Sekolah, seharian itu banyak sekali telepon masuk dari orang tua murid yang protes. Guru Im yang kena getahnya. Ia menjelaskan bahwa ia pun sudah sekuat tenaga menghalau anak-anak Real King. Tetapi pengurangan poin tak berpengaruh apa-apa pada mereka. Ia mengusulkan bagaimana kalau Real King dibuka kembali? Anak-anak itu akan senang meskipun hanya diberi satu ruangan kecil. Kepala Sekolah memastikan itu tidak akan pernah terjadi. Ia tidak akan menyerah.
Terdengar ketukan di pintu. Kepala Sekolah dan Guru Im kelabakan membereskan sisa amukan Kepala Sekolah barusan. Ternyata yang datang adalah Direktur Lee.

Kedatangannya dalam rangka meminta Kepala Sekolah tim cheerleader (dengan mengikutkan Kwon Soo Ah di dalamnya) yang akan berkompetisi di tingkat regional, jika mereka menang maka jelas akan menambah spesifikasi yang dimiliki Soo Ah sehingga jalannya menuju Harvard terang benderang. Mulanya Kepala Sekolah menolak, kemungkinannya sangat kecil. Secara halus Direktur Lee mendesak (mengancam) agar Kepala Sekolah menggunakan kekuasaannya untuk meningkatkan potensi kemenangan (cheerleader).

Ya. Soo Ah memang membersihkan. Namun tak hanya kamar yang dibersihkan tapi berikut barang-barang Yeon Doo digiling di mesin cuci. Yeon Doo kesal setengah mati hingga air matanya nyaris menitik.
“Perkelahian anjing liar saja bahkan ada aturannya,” ucap Yeon Doo.
“Itu artinya apa?” tanya salah satu rekan sekamar Yeon Doo yang juga adalah anggota Baek Ho.
“Jangan mengganggu hal-hal yang penting.”
Soo Ah dan dua temannya tertawa mengejek.
“Apa?” rekan sekamar lainnya mendorong bahu Yeon Doo. “Kau itu hanya sampah.”
“Jadi katakan padaku bagaimana rasanya sampah-sampahmu ada di mesin cuci.” Habis berkata begitu Yeon Doo berusaha keluar ruang laundry di tengah hadangan tiga rekan sekamarnya.

Tak disangka-sangka, anggota Real King muncul. Ada yang memeluk Soo Ah dari belakangan, ada juga yang berusaha merebut apa yang dipegang tiga gadis itu.buku, headphone dan lainya lalu memasukannya ke dalam mesin cuci. Yeon Doo terharu dengan bantuan teman-temannya.

Mereka berkumpul di salah satu bagian dorm. Tertawa bahagia usai balik mengerjai Soo Ah dan teman-temannya.
“Real King belum mati...” cetus Yeon Doo senang.
“Tentu saja. Kita masih ada.”
Joon Soo membuang foto Real King hingga bingkai dan kacanya hancur. Yeon Doo dan lainnya terhenyak kaget.
“Joon Soo, kau gila?”
“Hei, apa yang kau lakukan?” Hyo Shik menarik kerah baju Joon Soo.
“Real King sudah mati. Kalian harus sadar. Kalian tidak peduli tentang kuliah? Sampai kapan kalian akan diam diperlakukan seperti itu? Kalian hanya harus menahannya selama 1,5 tahun. Kalian bisa menari dan gabung di klub di kampus sesuka kalian nanti. Hingga saat itu tiba, yang perlu kita lakukan adalah diam seperti mayat!” ucap Joon Soo.
“Bagaimana kita bisa hidup seperti itu ketika kita masih bernapas (hidup)? Aku ingin menari sekarang. Aku ingin bahagia sekarang. Apakah itu salah?”
Ucapan Yeon Doo membuat Joon Soo menunduk.
“Di usia 18 tahunku ini, aku hanya punya kalian dan momen ini. Jadi, tidak bolehkah aku bahagia saat ini?”
“Bahagia? Tidak ada yang memperbolehkan kita... mereka bilang tidak bisa... kenapa kau tidak memahami perkataanku?” kata Joon Soo sedih, kemudian meninggalkan teman-temannya. Ia tak menoleh meski Hyo Shik memanggil namanya.

Hyo Shik, Yeon Doo dan Da Mi duduk bersandar di salah satu koridor kelas. Di belakang mereka tertempel nilai hasil evaluasi (?). Dilihat dari raut wajah frustasi ketiganya, jelas hasilnya tidak bagus. Belakangan Kyung Eun dan Seung Woo datang bergabung dan wajah mereka tak berbeda jauh dari teman-teman mereka. Tapi ini adalah Real King, sekumpulan remaja berjiwa bebas dan tak begitu ambil pusing dengan segala tetek bengek sekolah. Mereka memang bersedih dengan hasil ulangan, tapi tak lantas itu membuat mereka frustasi berlebihan. Yeon Doo bangkit, mengajak teman-temannya menari.

Kepala Sekolah dan Guru Im yang lewat dan melihat itu. Guru Im cepat-cepat mengeluarkan tongkatnya dan menyeret anak-anak itu ke ruang guru.
“Apakah kalian ini kecoak? Bagaimana bisa kalian muncul terus? Kalian bahkan ikut-ikutan hari ini?” Guru Im menunjuk Seung Woo dan Kyung Eun.
Ia menyuruh Yeon Doo dan kawan-kawan memilih jenis hukuman. Lari, pernyataan maaf, atau bersihkan gedung olahraga.
Kelima anak itu berembuk di belakang Guru Im.

“Permintaan maaf sedikit... um, aku bahkan tidak punya alat untuk menulis.” –Hyo Shik
“Kita bersihkan gedung olahraga kemarin, jadi aku tidak mau.” –Da Mi
“Mau lari? Hari ini cuacanya bagus.” –Yeon Doo
Mereka setuju dengan pilihan lari. Guru Im takjub dengan kekompakkan mereka.
“Kalian ini sedang merencanakan kencan atau apa??” bentaknya tak habis pikir.
Seseorang datang menepuk punggungnya. Ia berbalik galak. Dan terkaget-kaget mengetahui yang datang adalah Kepala Sekolah.
“Saya sedang memarahi mereka sekarang. Mereka tidak akan dekat-dekat Baek Ho—“
“Suruh mereka untuk datang ke klb Baek Ho besok,” cetus Kepala Sekolah memotong kalimat Guru Im.
Baik Guru Im dan anak-anak Real sama-sama kaget.
“Dan suruh semua anggota Baek Ho untuk datang juga. Ada yang sangat ingin kusampaikan,” tandas Kepala Sekolah berahasia. Yeon Doo tak urung mengerutkan kening, bertanya-tanya.

Esok harinya, Real King dan Baek Ho bertemu di depan ruangan klub Baek Ho.
“Kau datang untuk bergabung ke klub kami lagi? Ini semakin menjengkelkan,” kata Ha Joon tak ramah.
Da Mi mendengus. “Aigooo, yang benar saja. Kau bahkan tidak pernah ikut kompetisi.
“Hei, kenapa kau menyakiti mereka? Kita harus kasihan pada mereka, mereka bahkan tidak punya otot...”
Ha Joon terpancing emosinya, tapi ditahan  Yeol.
“Kenapa kalian tidak diam saja? Hari ini kami diundang kemari,” ucap Yeon Doo.
“Diundang? Oleh siapa?” tanya Yeol.

Kepala Sekolah dan Guru Im datang. Kepala sekolah bertanya mengapa mereka berdiri di luar, harusnya mereka masuk ke dalam. Kepala Sekolah mengumpulkan mereka adalah untuk memberitahukan dalam dua bulan ke depan Baek Ho, cheerleading sekolah akan ikut kompetisi regional. Pemberitahuan itu ditanggapi dingin anggota Baek Ho. Ya, aslinya mereka kan hanya meminjam nama klub cheerleader Baek Ho, nyatanya yang mereka lakukan hanya belajar dan belajar sepanjang waktu.
“Jadi maksud Pak Guru, kami akan bergabung dengan anak-anak itu dan melakukan cheerleading itu atau apalah...? Kenapa?” Ha Joon mengarahkan dagunya pada anak-anak Real King di seberangnya.
Guru Im terbata-bata. “ Oh itu... Nggg, demi diakuinya Baek Ho. Seperti yang diputuskan dewan sekolah. Terlebih lagi ditambah kemampuan dance Real King akan meningkatkan—“
“Sudah cukup, Guru Im,” Kepala Sekolah memotong penjelasan Guru Im. Ia pun segera mundur ke belakang. Disilakannya Kepala Sekolah mengambil alih.
“Berhubung kalian adala murid cerdas, kita langsung saja. Terimakasih atas keributan yang disebabkan Kang Yeon Doo di sekolah kita sebelumnya. Dinas Pendidikan meminta kami begini, karena itu Kang Yeon Doo dari Real King yang menyebabkan kekacauan ini dan Kim Yeol, dari klub Baek Ho akan bertanggung jawab menciptakan tim dan menang dalam kompetisi cheerleading regional.
-Apa?
-Anda bercanda?
-Kami tak bisa melakukannya. Mana mungkin kami setim dengan anak-anak ini? Ini benar-benar mission imposibble!
Protes beruntun pun mengalir dari anak-anak Real King.
“Kalau kalian menang dalam kompetisi ini, Real king akan kubuka kembali,” janji Kepala Sekolah.
Yeon Doo terkesiap. Yeol juga ikut kaget sekaligus curiga.
“Kau masih tidak mau?”
“Real King... benar akan anda buka lagi?” tanya Yeon Doo.
Kepala Sekolah mengiyakan.
Yeon Doo dilema.
“Aku mesti bilang apa? Haruskah aku setuju? Aku tak bisa menolaknya. Sial. Bagaimana ini? Apa yang direncanakannya?”
Yeon Doo menoleh pada teman-temannya, meminta pendapat. Hyo Shik, Da Mi, Seung Woo dan Kyung Eun setuju.
Soo Ah yang adalah pihak paling diuntungkan jika cheerleader itu terbentuk, menanti harap-harap cemas.
“Baiklah... Kenapa kau ragu? Real King akan dibuka kembali. Kalau demi hal itu, maka aku sanggup melakukan apa saja. Iya.” Perang batin Yeon Doo berakhir.
“Kalau Real King akan dibuka kembali... Kami berse—“
Yeol memotong ucapan Yeon Doo. “Kau sungguh tidak mengerti apa yang sebetulnya terjadi di sini? Ini jelas-jelas aneh... Mendadak cheerleading?” katanya sambil mengeluarkan ponsel dan kartu nama milik Direktur Lee.
Terbukti, melalu sambungan telepon yang sengaja di-speaker, pembentukan klub cheerleading dengan memanfaatkan Real King bertujuan untuk menambah spesifikasi anak-anak Baek Ho sehingga mereka bisa memenuhi target Ivy League (kampust-kampus top di amerika).
“Apa maksud ini semua?” tanya Yeon Doo bingung.

“Apa maksudnya?” ulang Yeol. Ia maju selangkah ke depan Kepala Sekolah. “Hana (Satu), di sini ada anak yang harus menang kompetisi cheerleading untuk bisa masuk ke Ivy League.”

Kilas balik ke pertemuan Direktur Lee, Kwon Soo Ah dan ibunya. Direktur Lee menjelaskan bahwa empat mantan Presiden Amerika sebelumnya semasa kuliah pernah ikut cheerleader. Ivy League lebih suka pada cheerleader. Di antara beberapa SMA di area yang diteliti Direktur Lee, hanya ada dua yang memiliki klub cheerleader. Jika mereka bersaing, ada 33% kesempatan untuk menang.


Kembali ke pertemuan Real King-Baek Ho-Kepala Sekolah-Guru Im.
Yeol melanjutkan hana-deul-saet nya. “Deul (dua), bagi Baek Ho, yang nota bene tak pernah ikut kompetisi cheerleading menang di kompetisi regional sangatlah tidak mungkin. Saet (tiga), karena itulah Kepala Sekolah memutuskan memanfaatkan Real King.” Di ujung kalimatnya, Yeol mengedipkan sebelah matanya pada Yeon Doo. Iiiiiiiiiiiiiiiih kamu genit Yeoooooool!

“Jadi ini karanganmu?” tuduh Kepala Sekolah.
“Aku belum membeberkan siapa tokoh utamanya...” sela Yeol. “Atau kita sudah sama-sama tahu?”
“Kwon Soo Ah...” Yeon Doo nyaris berbisik. Dan seluruh tatapan terarah pada Kwon Soo Ah.
“Itu tadi benar?” tanya Yeon Doo pada Kepala Sekolah. “Anda memanfaatkan kami supaya Kwon Soo Ah bisa masuk Ivy League? Anda membuat kami melakukan cheerleading, melakukan itu semua demi keuntungan Soo Ah bisa diterima?”
“Kalau benar begitu, apa akan ada yang berubah? Jelas-jelas khayalannya tak masuk akal. Kalau memang benar, bukankah kembalinya Real King itu yang kau inginkan?”
“Saat anda mengatakan akan membuka kembali Real King saya sangat bersyukur. Untuk pertama kalinya sejak saya datang ke sekolah ini saya diperlakukan dengan adil dan diberi kesempatan yang sama. Tapi, saya tidak akan melakukannya. Tidak bisa! Meskipun saya didiskrimanis dan dikurung, Saya tak akan pernah mau jadi bonekanya Kwon Soo Ah!”

Soo Ah tak tahan lagi dan meninggalkan ruangan itu. Yeon Doo menahan langkah Soo Ah.
“Minta maaf lah,” todongnya.
“Minta maaf? Untuk apa?” balas Soo Ah. “Kenapa aku harus minta maaf padamu? Berkat aku, kau tahu betapa istimewanya dirimu di sekolah ini? Termasuk AC di ruang kelas, keluargaku membayar semuanya bahkan kantin dan TV. Apa hebatnya sih menggoyangkan tubuhmu?”
“Aku kasihan padamu,” sindir Yeon Doo. “Kau juga tahu bagaimana raut wajahmu sekarang kan?”
“Aku tahu. Kau dan aku berada di kelas yang berbeda. Kalau aku dilahirkan kembali, kau dan aku tak akan pernah berada di kelas yang sama. Hanya karena kita pakai seragam yang sama di sekolah kau pikir kita sama? Jangan menipu dirimu sendiri. Begitu kau lulus dari sekolah ini, aku akan berada di tempat yang bahkan kau tak berani melihatku! Jadi, tolong jaga ucapanmu, kau itu tidak berguna...”
Soo Ah pergi, meninggalkan Yeon Doo yang kehabisan kaa-kata.

Soo Ah menumpahkan kemarahannya kepada Direktur Lee. Jika semua yang sudah direncanakan tidak berjalan lancar maka itu semua adalah salah Direktur Lee. Ia mengancam akan memecatnya. Tak berapa lama setelah menelpon Direktur Lee, Soo Ah ditelepon ibunya. Sedikit ragu, diangkatnya juga telepon itu. Entah apa yang dikatakan ibunya tapi Soo Ah berjanji bagaimana pun jalan dan caranya ia akan memastikan bisa lolos Harvard.

Soo Ah melangkah gontai. Sebuah bola basket mendarat telak di belakang kepalanya. Dong Jae menyusul, mengambil bolanya.
“Kau tak apa?” tanyanya.
“Kau lagi?” Soo Ah menahan geram. “Kau sengaja lagi?”
“Tidak, kali ini aku tidak sengaja. Maaf,” sahut Dong Jae.
Soo Ah membalikkan badan, hendak pergi ketika Dong Jae nyeletuk. “Kwon Soo Ah, hidupmu juga susah ternyata...”
Soo Ah menghentikkan langkahnya. “Seberapa banyak yang kau dengar?”
Dong Jae tak menjawab.
Soo Ah mendekati Dong Jae, “Kutanya berapa banyak yang kaudengar?”
Dong Jae berpikir sejenak. “Dari awal hingga akhir? Tapi aku akan segera lupa, kok,” jawabnya sambil berjalan meninggalkan Soo Ah yang masih terlihat khawatir.

Real King minus Joon Soo berkumpul di atap sekolah, di antara barang-barang mereka yang dikelurkan dari ruang latihan. Seung Woo menawarkan pada Yeon Doo bagaimana jika mereka kembali ke ruang Kepala Sekolah dan menerima tawaran beliau, lagipula ini adalah satu-satunya kesempatan yang mereka miliki untuk memulihkan Real King. Da Mi sependapat dengan Seung Woo namun Hyo Shik dan Kyung Eun tidak. Mana mungkin mereka menerimanya sementara yang melaporkan foto Yeon Doo dan Yeol adalah Soo Ah. Pembubaran Real King akibat ulahnya. Mana mungkin mereka melakukan cheerleader bersama dia? Itu yang dipikirkan Hyo Shik. Da Mi bilang kalau mereka bisa menahan dan melewatinya selama dua bulan ke depan, ruangan mereka dan Real King akan kembali. Saat itu Hyo Shik menerima pesan dari panitia dance festival, mereka diminta menginformasikan keputusan ikut serta dance festival. Yeon Doo bertanya apakah teman-temannya masih tetap ingin mengikuti dance festival itu setelah apa yang mereka lewati (pembubaran Real King)? Mereka bahkan telah susah payah latihan di musim panas ini tanpa AC, kenapa mereka harus menyerah? Itu yang dikatakan Hyo Shik. Da Mi, Seung Woo dan Kyung Eun pun tak kalah semangatnya. Yeon Doo tersulut semangat yang ditularkan teman-temannya. Ia kembali menjadi Yeon Doo yang dulu, periang dan penuh semangat.

Ayah Yeol dan ibu Yeon Doo di restoran milik ibu Yeon Doo. Setelah insiden di ruang guru tempo hari, Ibu Yeon Doo berniat mengirim sesuatu (hadiah) sebagai ungkapan permintaan maaf.
“Hari itu kurasa aku terlalu banyak berteriak. Kalau aku tak minta maaf, Yeon Doo mungkin kena getahnya. Apa ya yang bagus? Hadiah apa yang bagus untuk mereka untuk melupakan kesalahanku dan menangkan Yen Doo?” Ibu Yeon Doo sibuk memilah-milah.
“Sebentar,” ucapnya sambil menghadapkan badannya pada ayah Yeol. “Kau bawa apa saat menemui guru-guru putramu?”
Ayah Yeol tersenyum, “Aku? Umm, kuberi mereka pintu baru, bus baru dan halaman baru.”
Ibu Yeon Doo kaget. “Omo. Kau bohong! Karena orang tua sepertimu sekolah hanya memperhatikan anak-anak yang punya uang!”
“Masalahnya,” ayah Yeol duduk di atas meja. “Begitulah roda dunia berjalan.”
Mau tidak mau, ibu Yeon Doo mengakuinya. Ia mengeluh tertahan. “Aku tahu dia (Yeon Doo) mengalami masa sulit. Tapi, aku mengiriminya ke sana hanya untuk tiga tahun saja. Aku ibu yang jahat, ya?”
“Kalau kita tidak bisa mengubah dunia, tanggung jawab orang tua membekali anak-anaknya di dunia sesungguhnya. Tanpa rasa sakit, tak ada yang bisa didapat.”
“Karena itukah kau menyekolahkan putramu ke SMA Sevit?”
“Aku tak menyekolahkannya di sana. Dia ingin ke sana supaya tak tinggal bersamaku.”
“Ya ampun, dia kan baru 18 tahun... kenapa dia sok jual mahal?” ucap ibu Yeon Doo setengah bercanda sebagai usahanya menghibur ayah Yeol. “Aaaah, dia menuruni sifat ayahnya.
Ayah Yeol tertawa kecil.
“Oh ya, apa putramu mirip denganmu saat dia tersenyum? Setampan dirimu.”
Ayah Yeol mencubit pipi ibu Yeon Doo. (Aigoooooo uri Yeon Doo-Yeol eottokae?)

Dong Jae menimang-nimang basketnya sambil melangkah masuk ke kamarnya di dorm. Ia se-kamar dengan Yeol, Ha Joon dan Hyo Shik. Ia menemukan Ha Joon terkulai lemas di lantai kamar mandi dengan tangan berlumuran darah. Ha Joon mencoba melakukan percobaan bunuh diri. Karena syndrome piskologis yang diidapnya, Dong Jae hanya bisa menatap Ha Joon dengan gugup, keringat dingin membasahi wajah dan lehernya. Ia memang berusaha keras ingin memegang//menolong Ha Joon tapi ia tidak sanggup melakukannya. (Dong Jae takut menyentuh orang lain. Ia berpikir jika menyentuh orang lain ia akan menyakiti orang tersebut. Ini meralat apa yang aku tulis di episode 1. Dong Jae bukan trauma pada aksi kekerasan dan semacamnya). Yeol-lah yang menerobos masuk dan menolong Ha Joon. Ia memapah Ha Joon ke rumah sakit.

Di jalan, handuk berlumuran darah yang digunakan membalut luka di tangan Ha Joon, terjatuh dan yang memungutnya adalah Soo Ah.

Soo Ah menemui kepala sekolah. Ia menemukan jalan untuk bisa memaksa anak-anak  Real King dan Yeol untuk melakukan cheerleading itu.

Real King sukses mengikuti dance festival meski kaki Yeon Doo tak sengaja terkilir di awal-awal dia nge-dance.

Di rumah sakit, Yeol bertanya apakah ayah Ha Joon sudah menelpon? Haa Joon menggeleng. Ia memarahi Ha Joon, jika ia melakukannya (percobaan bunuh diri) sekali lagi, ia (Yeol) sendiri yang akan membunuh Ha Joon.

Yeol melangkah lesu menyusuri lorong rumah sakit. Ia duduk di bangku yang tersedia di situ. Ia pasti sangat ketakutan. Terbayang kembali bagaimana  Ha Joon mencoba bunuh diri. Yeol menangis tanpa suara. Hanya air matanya yang mengalir satu-satu.

Usai kompetisi, masih dengan kebahagian yang sama, dengan piala kemenangan di tangan, Yeon Doo ingin mengajak teman-temannya merayakannya. Tapi ucapan Seung Woo dan Kyung Eun membuat Yeon Doo mengurungkan niatnya. Itu adalah kompetisi terakhir yang bisa diikuti Seung Woo. Begitu pun dengan Kyung Eun. Hyo Shik tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya.



Selepas itu, Yeon Doo ke rumah sakit memeriksakan kakinya yang terkilir. Tanpa sengaja ia bertemu Yeol di sana. Cowok itu masih dalam situasi hati yang buruk. Ia menjawab jutek pertanyaan Yeon Doo. Ha Joon datang, Yeon Doo ingin tahu apa yang terjadi, apakah Ha Joon mengalami kecelakaan atau apa? Tapi Yeol malah membentaknya dan menyuruhnya segera pergi. Yeon menyeret kakinya yang sakit sambil mengomel. LOL

Ternyata Guru Yang juga sedang berada di rumah sakit yang sama, Yeon Doo melihatnya. Ia lekas menyembunyikan diri sebelum Guru Yang melihatnya. Diberinya kode ke arah Yeol dan Ha Joon tapi kedua cowok itu tidak melihanya. Yeon Doo berteriak pura-pura kesakitan untuk mencuri perhatian mereka dan itu berhasil. Yeon Doo mengarahkan telunjuknya ke samping, di loket pembayaran. Menyadari apa yang dimaksud Yeon Doo, Ha Joon dan Yeol melakukan hal yang dilakukan Yeon Doo. Bersembunyi. Mereka lalu mengikuti troll yang didorong seorang perawat. Ha Joon dan Yeol terpisah. Ha Joon entah ke arah mana sementara Yeol bersembunyi di tempat yang sama dengan Yeon Doo, di dekat mesin ATM (?).




Selagi Guru Yang dirempongkan dengan sesuatu yang berhubungan dengan asuransi kesehatan atau apalah itu, Yeon Doo memberitahu Yeol ke arah mana Ha Joon berlari barusan. Karena Yeon Doo terus menerus berbicara, Yeol menuyuruhnya tutup mulut, belum sempat Yeon Doo bereaksi Yeol mendorong tubuhnya hingga mereka berdua tersudut di sebuah pojokan yang cukup bisa diandalkan sebagai tempat bersembunyi. Guru Yang, dengan telepon masih tertempel di telinganya melewati tempat itu tapi dia tidak melihat dua muridnya itu.

Yeol bernapas lega. Ia terpaku sejenak mengamati Yeon Doo.

 “Kau tidak jelek-jelek amat saat tutup mulut,” senyum jahil mengambang di wajahnya.
Yeon Doo tidak bisa menjawab apa-apa karena tangan  Yeol masih membekap mulutnya. 

Ha Joon-lah yang datang menegur, memberitahu kalau Guru Yang sudah pergi dari sana. Yeol dan Yeon Doo tersadar dan cepat-cepat berdiri.

Yeon Doo hendak pergi tapi Yeol memanggil namanya.
“Terimakasih,” ucapnya.
Yeon Doo menyahut pendek, tersenyum kecil, mengangkat satu tangannya sambil berlalu.

Sepeninggal mereka, Guru Yang kembali entah dari mana. Saat ia hendak menyelesaikan urusan pembayaran, salah satu petugas di loket itu memanggil nama Seo Ha Joon. Guru Yang kaget. Ia bertanya pada petugas itu apakah Seo Ha Joon yang dimaksdu petugas itu memakai seragam Sevit?

Yeon Doo tiba di sekolah. Ia kira kehadiran Dong Jae di sana adalah untuk menyambutnya. Ia merentangkan tangannya dan memanggil nama Dong Jae. Orang di belakangnya lah yang merebut seluruh perhatian Dong Jae yaitu Yeol dan Ha Joon.

Ia bertanya apakah Ha Joon baik-baik saja? Yeol menjawab jutek. Mungkin marah karena sewaktu Ha Joon tergeletak di kamar mandi, Dong Jae tidak melakukan apa-apa.

Yeon Doo bertanya pada Dong Jae bagaimana Seo Ha Joon melukai dirinya? Dong Jae mengatakan itu sesuatu yang tidak bisa diceritakannya.

Guru Yang ada di sana, mengamati diam-diam.

Ia lalu menanggil Ha Joon dan memintanya membuat surat perjanjian agar ia tidak melakukan percobaan bunuh diri lagi. Ia berniat memanggil orang tua Ha Joon. Ha Joon memohon agar Guru Yang tidak melakukan itu. Jika ia ketahuan sekali lagi, ayahnya akan mengirim dirinya ke rumah sakit jiwa.


Kepala Sekolah melancarkan serangan dan intimidasinya. Ia mengancam Yeol akan memberitahu orang tua Ha Joon perihal bunuh dirinya. Jika Yeol tidak ingin hal itu terjadi, maka ia harus membawa kembali Kang Yeon Doo dan Real King untuk melakukan cheerleading. Yeol menyindir betapa besar pengaruh ibu Kwon Soo Ah hingga kepala sekolah bertindak sejauh itu.

Yeon Doo melihat Kyung Eun dan Seung Woo di salah satu ruangan di sekolah malam itu. Mereka bersama Soo Ah membahas tentang cheerleader. Yeon Doo tak bisa menyembunyikan kekecewaannya.

Yeon Doo dan Dong Jae berbaring di atas bangku tak jauh dari dorm beratapkan langit malam.
“Dong Jae-ah, hari ini dikhianati lagi...” kata Yeon Doo sedih.
“Kenapa bisa?”
“Benar. Kenapa bisa ya?”
Lalu mereka sama-sama terdiam, larut dalam pikiran masing-masing.




Yeol dan Ha Joon berpapasan di dekat tangga. Mereka saling menatap. Untuk memecah kekakuan, Yeol mengajak Ha Joon makan. Ha Joon meminta maaf dengan canggung, tapi Yeol malah menyebutnya sinting.

Mereka pun tertawa bersama lalu menyantap mie masing-masing.



Keesokan harinya, Yeon Doo dan Dong Jae berjalan bersama. Dong Jae bertanya mengapa Yeon Doo menghindari teman-teman Real King nya? Yeon Doo berkilah kalau ia tiba-tiba ingin ke toilet.

Yeol datang menghadang mereka. Ia ingin berbicara berdua saja dengan Yeon Doo. Dong Jae terpaksa mundur ke belakang dan memutar tubuhnya. Yeol ingin mengajak Yeon Doo melakukan cheerleading. Yeon Doo marah.
“Apakah kau sudah gila? Tempo hari kau bertingkah sok keren mengungkapkan semuanya.  Ada apa denganmu?”
“Itu kan dulu. Sekarang aku harus melakukannya denganmu, dengan semua anggota Real King juga.”
Yeon Doo menghela napas berat. Ia menggunakan kebiasaan hana-deul-saetnya Yeol.

“Petama, aku tak suka berhadapan dengan orang yang menarik kata-katanya sendiri. Dua, aku tak sudi melakukan sesuatu yang berkaitan dengan Kwon Soo Ah. Ketiga, karena alasan itu, aku tidak akan melakukan cheerleading denganmu!”



-= Bersambung =-