Sinopsis Reply 1988 Episode 19 Part 2

Kau sudah melakukan yang terbaik

Man Ok dan Jungbong bertemu sesuai janji yang telah mereka sepakati. Jungbong masih berpikir kalau Man Ok itu orang kaya yang selera makannya pun sesuai kelasnya. Mereka bisa memesan daging—tapi Man Ok lebih suka daging perut babi. Jungbong senang mereka punya selera makanan yang sama. Dari cara Jungbong memesan makanan—sangat detail, Man Ok tahu kekasihnya itu punya ketertarikan yang kuat pada makanan. Kenapa Jungbong tak berhenti saja belajar hukum dan mempelajari makanan—koki maksudnya. Jungbong tak  yakin ia bisa, lagipula hukum terdengar lebih keren—satu lagi persepsi yang salah tentang masa depan. Jungbong akan segera menyadarinya segera. Hukum tak se-keren itu, kata Man Ok. Memangnya apa salahnya dengan makanan? Makanan adalah yang paling penting dalam hidup.

“... dan Deokseon pernah mengatakan padaku, dia bilang ramyun buatanmu paling enak sedunia.”

Jungbong senang mendengarnya.

“Lakukan apa yang kausuka. Sesuatu yang yang membuatmu memikirkannya sepanjang malam. Aku belajar fashion meskipun aku tak menyukainya karena ayahku. Aku akan lebih suka jika kau melakukan sesuatu yang kauinginkan.”

Ucapan Man Ok membuat Jungbong tercenung. Bukankah menyenangkan memiliki seseorang di sampingmu, yang bisa kau ajak ngobrol tentang apa saja? Yang dengan dia, kamu bisa melihat apa yang selama ini luput dari mata dan pikiranmu?

Pager Man Ok berbunyi. Dari ayahnya yang minta dibawakan makanan.

Eng ing eeeeng, ternyata ayah Man Ok bukan gangster seperti yang dipikirkan Ja Hyun dan Deokseon. Dia adalah pemilik toko kain sukses—aku suka ajeossi ini di Good Doctor. Ia tahu anaknya sedang berpacaran. Man Ok bertanya apakah ia sudah boleh berpacaran sekarang? Tentu saja, kata ayahnya. Toh dia bukan anak SMA lagi. Suatu saat Man Ok harus menikah juga. Jika saat itu datang, ayahnya akan berhenti bekerja dan menghabiskan waktunya di kapal pesiar bersama ibu Man Ok. Man Ok meragukan itu mengingat betapa ayahnya menyukai uang. Baru-baru ini ayahnya membuka lagi cabang ketiga.

Malam sudah larut, tapi Dong Il belum pulang. Il Hwa menunggu dengan gelisah. Rupanya suaminya itu sedang duduk sendirian di bale-bale di luar depan gerbang rumah. Sesuatu pasti telah terjadi.

“... Hari ini aku dipaksa melakukan pensiun dini,” ucap Dong Il pada istrinya. Suaranya sendu. “Maafkan aku...”

Air mata Il Hwa menitik. Namun dengan cepat ia mengendalikan diri, lalu mengambil duduk di sisi suaminya.

“Tidak. Mengapa kau harus meminta maaf?” Il Hwa meraih tangan Dong Il Appa. Menggenggamnya hangat. “Tidak apa-apa. Kau tak perlu meminta maaf...”

Pasangan yang baik adalah dia yang bisa menguatkanmu ketika kamu kehilangan arah. Dia, yang dengan tulus melewati masa-masa sulit bersamamu, di sisimu hingga akhir.

Kim Sajang terbangun dan menyadari Miran tak ada di sampingnya. Miran duduk bersandar di lemari, seperti sedang merenung dalam-dalam, wajahnya dibalut kesedihan.

“Kenapa kau belum tidur?” tanya Kim Appa.

Miran melarang suaminya menyalakan lampu, ia tak bisa tidur. Kim Appa bertanya apakah istrinya baik-baik saja?

“Aku tidak baik-baik saja...” kata Miran berulang-kali.

Kim Appa mendekati istrinya, dan memeluknya.

Keluarga Sung sarapan bersama. Berita pensiun dini itu pun disanpaikan pada anak-anaknya. Bora dan Noeul terkejut, Deokseon menatap ayahnya simpatik.

Dong Il tersenyum menenangkan.

“Ayah kalian tak perlu lagi bekerja. Dia sudah selesai dengan bank-nya. Dia akan menerima pensiun minggu depan dan semuanya akan benar-benar berakhir,” ucap Il Hwa.

“Pensiun dini? Apakah ayah mengajukan diri? Mengapa?” tanya Bora.

Jika kau mengajukannya sekarang, kau akan menerima dua setengah kali lipat dari dana pensiun. Itulah sebabnya ia melakukan itu, demikian Dong Il menjelelaskan. Il Hwa menanmbahkan menreka akan menerima 200 juta Won. Bora tak menyangka kalau ayahnya akan melakukan itu—Dong Il memang tidak melakukannya, pihak bank yang memaksanya. Deokseon tahu ayahnya pasti sedih, karena ia sudah bekerja di sana hampir separuh hidupnya. Deokseon berjanji akan sering-sering pulang ke rumah.

“Mengapa aku harus sedih?  Tahukan apa yang ayah kalian inginkan? Aku ingin tidur sangat larut dan sampai matahari masuk ke rumah ini.” Dong Il tak ingin terlihat lemah di mata anak-anaknya—at least, semua ayah seperti Dong Il. Kesedihan dan kekhawatirannya berusaha disimpannya sendiri.

“Sebaiknya ayah jalan-jalan bersama ibu dan berolahraga juga. Ibu juga mengalami hari-hari sulit tahun lalu. Kalian berdua harus berpegangan tangan dan makan banyak makanan enak, ok?” ucap Deokseon.

“Aku akan pergi bersamanya, tapi aku tak yakin dengan berpegangan tangan,” timpal Il Hwa ㅋㅋㅋ

“Selama kalian tak bertengkar, itu sudah cukup,” pungkas Bora.

Mereka tertawa bersama. Terdengar suara Kim Sajang dari luar. Ia datang untuk meminjam tiga menit waktu Il Hwa eomma.

Yep, tak Cuma Il Hwa, Sunyoung eomma juga dipinjam. Suara Dong Il Appa seperti biasa kalau masuk ke toko Moosung Appa pasti ribut. Moosung App lagi makan  jajangmyun. Aneh rasanya melihat Dong Il Appa di siang hari—biasanya bekerja.

“Aku pun masih tak terbiasa,” kata Dong Il Appa. “Sudah lima tahun menikah dan kau belum bisa mendapatkan makanan layak?” tambahnya ketika dilihatnya jajangmyun yang dimakan Moosung. Kim family yang memesan makanya Moosung dapat satu juga. Tadinya Moosung dan Dong Il mau makan semangkuk berdua—dua calon besan ㅋㅋㅋ—tapi Kim sajang tiba-tiba muncul membawa dua mangkuk.

“Omo, apakah kau mengantarkan jajangmyun lagi?” seru Dong Il.

Kim sajang menghela napas. “Istriku mengusirku. Dia bilang dia bahkan tak mau melihat wajahku. Dia memintaku menghilang.”—HAHAHAHA

Moosung tertawa. “Letakkan di sini. Sudah lama kita tak makan bersama.”

Jadilah ketiga ayah ini makan jajangmyun bersama di toko Moosung.

“Kau tahu, saat wanita mulai monopause, mereka membenci seisi dunia dan semua orang aadalah musuhnya. Dan orang pertama yang paling dibencinya adalah suaminya sendiri. Aku benar-benaar menderita tahun kemarin karena istriku. Aku tak menyangka istriku bisa seperti itu. Jika bukan karena cinta sejati, dia mungkin sudah memukulku. Itu sangat buruk.” Dong Il curhat mengenai apa yang dialaminya saat istrinya mengalami monopause.

Taetiseo-nya Ssangmundong juga lagi makan jajangmyun bareng. Miran tak tahu kenapa ia bisa se-emosional ini. Suaminya hanya meletakkan eskrim di atas meja. Sunyoung menimpali kalau wajar kalau Miran marah, ia juga sering dibuat jengkel ayah Taek. Miran menyadari ia jadi mudah marah, dan itu tak nomal. Matanya mulai basah. Monopause bisa membuat seseorang sangat emosional. Sunyoung mencoba menenangkan Miran. Setidaknya Miran belum beruban, ia masih muda :))

Miran memuji Il Hwa yang bisa melewati semuanya dengan baik. Itu karena Il Hwa memiliki anak gadis. Ya—saat-saat seperti itulah kehadiran anak perempuan sangat dirasakan.

“Kurasa puteriku pandai mengurus hal-hal kecil...” ucap Il Hwa pelan.

“Bukan begitu, itu karena mereka anak perempuanmu sehingga mereka tahu hati seorang ibu, anak-anak laki-laki tak pernah tahu isi hati ibunya. Dan Deokseon sangat baik,” ucap Sunyoung. “Belakangan aku ingin menjadikannya menantuku.” 

HAHAHA—be careful with your wish, Mom. Angels are listening, and God knows how to answer your prayer.

1993, tahun lalu

Il Hwa berbaring sendirian di rumah. Deokseon pulang, ia membangunkan ibunya. Dan mengajakanya jalan-jalan. Deokseon juga menemani ibunya sepanjang hari. Menghiburnya. Mewarnai kuku-kuku ibunya. Il Hwa terharu melihat kesungguhan dan ketulusan puterinya.

Dong Il ceemburu, ia berharap terlahir kembali—menjadi seorang Ibu. It’s not easy Appa...

Deokseon menatap ayahnya beberapa saat lamanya. Pada akhirnya, kuku-kuku Dong Il pun diwarnai Deokseon. Tawa ketiganya meledak.

Pada kesempatan lain, Il Hwa menerima botol obat dari Deokseon.

“Obatnya mahal, harus diminum ya!” –Pilar rumah, puteri keduamu. Begitu isi note yang ditulis Deokseon. Il Hwa eomma terharu. 

Aku juga terharu. Scene ini di satu sisi terasa sedih dan di sisi lain membanggakan. Deokseon adalah kontradiksi sifat kakaknya, Bora. Jika Bora selalu merasa kesulitan untuk menunjukkan perasaannya, maka Deokseon sebaliknya. Ia tak sungkan mengatakan kecintaannya pada ibu, bapak dan adiknya. Ini salah satu kelebihan Deokseon. Sifat naluriah-nya yang keibuan tak lantas membuat sebagian orang berhak menuduh kalau hubungan Taek dan Deokseon tak lebih dari hubungan kakak-adik, bahkan lebih sadisnya ibu-anak. Deokseon tak hanya melakukannya pada Taek, ketua kelasnya yang notabene-nya baru dikenalnya ia perlakukan sama—karena itu lahir secara naluriah sebagai manusia yang memiliki tingkat kepeduliaan di atas rata-rata. Kepeduliaan dan keramahannya menjadikan Deokseon cocok dengan pekerjaannya sebagai Pramugari, bukan? Pertanyaan menggelitik, pernahkan Deokseon memperlakukan Junghwan seperti cara gadis itu memperlakukan Taek? Menurutku, Junghwan dan Deokseon tidak pernah bertemu di satu titik yang mempertemukan dua hati mereka. Mirisnya, yang terlihat, ketika Deokseon tak lagi ambil pusing pada Junghwan, pria itu ibarat seseorang yang sedang jatuh cinta, sendirian. Dari kacamata aku sebagai penonton—barangkali terdengar subyektif karena aku mendukung Taek-Deokseon, Deokseon tak pernah menyukai Junghwan, tindakannya yang mencoba menarik perhatian Junghwan tak lebih hanya sebagai upaya mengonfirmasi kecurigaan teman-temannya. Marilah kita katakan skenario lainnya seperti ini,  Deokseon dan Junghwan berpacaran dengan asumsi Deokseon belum menyadari perasaannya pada Taek—pada perjalannya Junghwan tetap akan menjadi orang yang nelangsa bahkan lebih buruknya sebagai feeling filter Taek-Deokseon. Tapi ini bukan style Lee Woo Jung dan Shin PD, tidak ada itu makjang love story ㅋㅋㅋㅋ Memijak pada karakter Junghwan dan Deokseon, hubungan keduanya akan berlangsung melelahkan. Deokseon yang mendamba diperhatikan, sementara Junghwan tipikal pria lembut di dalam, kasar di luar. Yang jika dia menendang pantatmu, itu artinya dia menyukaimu. Aigoooo. Sekali lagi ini dari sudut pandang aku sebagai penonton yang tidak bisa dijamin objectivitasnya. Ok?

Ssangmundong malam hari. Keluarga Sung makan malam bersama. Berita di televisi menyiarkan tentang Choi Taek 9-dan yang memenangkan pertandingan Chunlan di China—tak ada yang tahu Taek memenangkan dua sekaligus, baduk dan hati Deokseon. Noeul memuji Taek, Dong Il appa juga tak bisa menyembunyikan kebangaannya. Telepon berdering, dari Taek. Semua kaget. Taek menelepon malam-malam setibanya dari China? Ada apa? Kurang lebih seperti kali ya dipikiran mereka. Ia menanyakan Deokseon. Noeul menyerahkan gagang telepon pada kakaknya setelah tak lupa mengucapkan selamat pada Taek—calon kakak ipar. Ahem.

Tampaknya Taek mengajak Deokseon bertemu. Ia bergegas. Ayahnya menyuruhnya agar menyelesaikan makanannya terlebih. Tapi Deokseon menjawabnya dengan aksen cute, “Taeki...” sampai dua kali. Lalu melangkah keluar.

Dan lagi-lagi radar kecurigaan Noeul menyala, “Bukankah ini terasa aneh? Jangan-jangan kakak...”

Bora memukul piringnya. Menyuruh Noeul lebih baik menyelesaikannya makanannya. Ia tak menyangka Noeul masih suka ingin tau (baca; gila urusan). Noeul malah memicingkan matanya, menatap Bora penuh curiga. Jangan-jangan di kehidupan sebelumnya Noeul ini berprofesi sebagai detektif.

Taek menunggu Deokseon di luar. Ia tersenyum melihat Deokseon membuka gerbang. Deokseon juga tersenyum sama manisnya. Duh—yang jomblo gigit-gigit guling. Taek mengangsurkan tangannya yang dengan segera disambut Deokseon.

“Kapan kau kembali?”

“Baru saja.”

“Kau tidak lelah?”

“Aku baik-baik saja. Kau tidak dingin?” Aksen dan ekspresi yang sama yang diberikan Taek seperti di scene sebelum keberangkatannya ke Jepang dulu.

“Aku baik-baik saja,” sahut Deokseon. Tersenyum.

Taek merentangkan jaketnya lebar-lebar. Anggap aja Taek ngomong kayak gini, “Come to meeee, beibeeeeh! *malah yang nonton yang semangat 98 ㅋㅋㅋㅋ Deokseon menghambur ke dalam pelukan Taek. 

“Aaah, hangatnya....”

Yang jomblo makin kesetanan meluk guling ㅋㅋㅋㅋ

Deokseon mengendurkan pelukannya dan menatap Taek. “Besok adalah hari pensiun ayah. Air sudah hampir menangis.” Ia kembali memeluk Taek. 

“Tak bisakah aku ikut besok?” tanya Taek.

“Lupakan, jangan datang. Jika kau datang, semuanya akan jadi ramai. Dan hanya keluarga yang diijinkan hadir.”

“Baiklah... tapi... tak bisakah aku sekadar mampir sebentar?”

“Jangan. Kalau kau datang kau akan menjadi pusat perhatian. Besok, ayahkulah yang harus jadi bintang.”

Ok. Aku akan tunggu di belakang saja... Aack!” Ucapan Taek terpotong karena Deokseon (sepertinya) mencubit pinggangnya. Ia melangkah mundur. Ngeyel siiih.

“Ya!”

“Kau lebih baik mendengarku, ok?”

“Ddae.” Taek menurut. ㅋㅋㅋㅋ Ia melebarkan jasnya lagi, dan sekali lagi Deokseon menghambur mesra. *yang jomblo pun kolaps mengenaskan*

 –This is one of my fave moment of Suntaek! The’re just adorable together, lovable, full of love, full of respect. How could you dare to avoiding this? Cuteness overload!

Keesokan paginya, Il Hwa membantu suaminya mengenakan dasi dan jas yang dibelikan Bora. Dong Il bahagia. Ada kutipan menarik dari Dong Il saat tahu kalau jas yang dikenakkan berasal dari gaji pertama Bora di pusat pelatihan hukum. Ia bertanya mengapa Il Hwa menyimpannya. Il Hwa sendiri tak menyangka jika jas itu akan dikenakkan suaminya hari itu—hari ketika ia pensiun.

Ini yang dikatakan Dong Il, “That’s why they say things turn to crap if you save it.” Ucapan ini secara tak langsung cocok dengan Junghwan. Sesuatu yang kau simpan—sembari menunggu waktu yang tepat untuk kaukeluarkan, bisa berubah menjadi tak berguna pada akhirnya. Jas yang dikenakkan Dong Il hanya sebagai metafora saja. Hal baik, jangan dipendam. Kau hanya perlu menempatkannya dengan cara yang baik. Jika pun timbal balik yang kau dapat, tak sesuai harapanmu? Memangnya kenapa? Setidaknya kamu sudah berusaha. Selalu ada pembelajaran di setiap urusan/perkara/masalah yang kita hadapi. Mentalmu terasah menerima yang tidak kau harapkan. Terluka sekarang jauh lebih baik, daripada penyesalan yang kau jelang bersama pertanyaan-pertanyaan tak terjawab nnatinya—mungkin sampai kapan pun takkan pernah ada jawaban.

Bora dan Deokseon sudah menunggu di dalam mobil. Noeul keluar gerbang disusul ayah dan ibunya. Di depan gerbang sudah ada Moosung, Sunyoung dan Jinjoo! Jinjoo memberikan buket bunga pada Dong Il. Keluarga Kim terlambat memberikan penyambutan pada Dong Il. HAHAHAHA, foreshadowing. Keluarga Sung dan Keluarga Choi memang sudah ditakdirkan satu sama lain.  Heartwarming scene. Aku dibikin terharu melihat keluarga di Ssangmundong ini. Mereka saling menguatkan satu sama lain. Di mana lagi bisa kita temui yang seperti ini? Mereka dari daerah yang berbeda, tak punya ikatan darah apa-apa. Tapi kedekatan di antara mereka melebihi hubungan sedarah ㅠ.ㅠ

Sunwoo di rumah sakit, ia menelepon Bora. Tentang hari pensiun ayahnya, Sunwoo menyarankan agar Bora menghibur ayahnya karena saat ini beliau pastilah orang yang paling sedih. Bora sedikit kecewa dengan upacara pelepasan tadi. 

Ayahnya sudah bekerja selama hampir 30 tahun, tak ada plakat, hanya sebuket bunga. Sebuah penghargaan terhadap kesetiaan yang dirasa tak setimpal. Bora sesaat ingin protes seperti dirinya di masa lalu. Percakapan telepon mereka terpotong oleh kehadiran Deokseon. Bora menutup telepon dan berjanji akan menelepon lagi nanti.

Kira-kira apa yang sedang dirundingkan tiga bersaudara ini? Sampai-sampai Deokseon menyindir apakah Bora benar-benar lulusan Universitas Seoul. ㅋㅋㅋ Bora belajar hukum, bukan jurusan bahasa Korea.

Melalui sambungan telepon, Junghwan memberitahu Jungbong kalau ia akan segera pulang ke rumah. Ia tak perlu ditunggu karena akan tiba sangat larut. “Second daughter” akan segera datang ㅋㅋㅋㅋ

Junghwan tiba. Ia mendapati ibunya duduk sendirian dalam gelap di ruang tengah. Wajahnya sendu. Miran tak menyambut kedatangan anaknya sehangat biasa.

Junghwan menemukan foto-foto keluarga mereka dalam keadaan terbalik. Miran pastilah sedang berada dalam situasi mood yang sangat sangat sensitif hingga ia melakukan itu.

Pagi buta Junghwan memperbaiki sepedanya. Sunwoo keluar gerbang dan memberikan penghormatan khas tentara pada Junghwan. Sunwoo mengajak Junghwan minum-minum bersama yang lain. Tapi Junghwan menolak karena hari itu adalah hari ulang tahun ibunya.

Junghwan dan Jungbong saling bertengkar hanya gara-gara tak ada satu pun dari mereka yang tahu restoran yang bagus. Kata Junghwan seharusnya Jungbong tahu karena dia yang berpacaran. Seharusnya Junghwan yang lebih muda yang tahu. Aku tinggal di Sacheon! Seru Junghwan. Belakangan ini aku jadi ibu rumah tangga! balas Jungbong. HAHAHAHA

Penyelamat mereka pun datang, Dong Ryong-dda! Ada resepsi pernikahan yang dibatalkan, pengantin perempuannya melarikan diri dengan cinta pertamanya LOL. Jadi inget Proposal Daisakusen. Untungnya sudah dibayar, jadi Dong Ryong tidak menderita kerugian. Galbi-nya bisa sia-sia makanya Dong Ryong memutuskan mengundang orang-orang di Ssangmundong ke restorannya makan galbi gretongan. Ide keren melintas di benak Junghwan.

Dong Ryong dan kakaknya, Dae Ryong—namanya mirip HAHAHA—menyiapkan segala sesuatunya. Ada sekira 20 orang yang akan hadir. Termasuk ibu mereka.

Keluarga Choi yang pertama datang. Lalu keluarga Sung—Dong Il appa sempat-sempatnya singgah menyerobot sepiring daging mentah HAHAHA.

Look at this couple ㅋㅋㅋ

Disusul Deokseon dan Senior eonni.

Tak berapa lama Ja Hyun dan Man Ok muncul. Dong Ryong agak kaku ketika bertemu teman-teman Deokseon. Deokseon dengan jahilnya, ingin menjodohkan Dong Ryong dan Ja Hyun. Dong Ryong berteriak, ia sudah punya pacar LOL.

Dong Ryong menghitung orang-orang yang sudah hadir. Masih ada yang belum hadir, salah satunya Choi Taek.

“Berandal itu, dia pikir dia itu bintang atau apa? Dia selalu terlambat,” omel Dong Ryong. Yes, he is! Star of the show always comes late ㅋㅋㅋㅋ

Our star is coming...

Alasan keterlambatannya, dia yang menyetir. Dong Ryong pun mengerti ㅋㅋㅋ

Mereka tersenyum satu sama lain.... *jomblo mulai resah lagi...*

Ayah dan ibu Dong Ryong juga sudah datang.

Junghwan dan keluarganya yang belum tiba. Sambil menunggu, Deokseon mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Ia dan Bora saling bertukar pandang penuh arti.

Mrs. Cheetah datang. Sebelum ayahnya terlanjur duduk, Junghhwan menariknya ke sudut. Junghwan memberitahukan sesuatu pada ayahnya. Kim Sajang terlihat mengerti. Ia tersenyum. Junghwan dan ayahnya masuk ke ruangan lain.

Ra Miran masih baper. Tapi ketika seorang pelayan pura-pura tak sengaja menumpahkan galbi di atas baju Miran, perempuan 52 tahun itu tak menunjukkan kemarahannya. Jadi rencana Junghwan—The second Daughter dan Jungbong adalah mengadakan pesta ulang tahun ibunya dipadukan dengan pernikahan kedua ayah dan ibu mereka. Seorang jurfot sudah siap di luar menunggu momen tersebut. Semua berkat Dong Ryong. Junghwan meminta Jungbong menjadi flower boy—yang menaburkan bunga ㅋㅋㅋㅋ tadinya Jungbong mau menolak karena pacarnya ada di sana. Dan siapa yang akan menyerahkan buketnya? Tanya Junghwan. Hanya satu yang tersisa, sahut Dong Ryong—itu Junghwan LOL. Ketika musiknya dinyalakan Junghwan harus menyerahkan bunga tersebut pada ibunya.

Karpet putih dibentangkan....

Musik dinyalakan...

Ra Miran tak bisa menyembunyikan rasa harunya menerima surprise itu. Ia menangis. Ia bertanya ide siapa itu? Jungbong menunjuk adiknya. 

Ternyata foto pernikahan kedua orang tua mereka palsu. Sebab itulah Junghhwan melakukan foto ulang, kali ini dengan formasi lengkap. So touching.

“Terimakasih, Junghwan-ah... Monopause ibumu sudah hilang. Terimakasih, Nak,” ucap Miran. Ia menangis lagi. Junghwan protes, ia melakukan itu bukan untuk membuat ibunya menangis seperti itu. Dong Ryong menegurnya. Junghwan tetaplah Junghwan. Dia masih mempertahankan tsundere-nya hingga akhir HAHAHA.

Sekarang giliran Sung Appa yang mendapatkan surprise. Deokseon menyerahkan sebuah kotak berisi plakat pada ayahnya. Kim Sajang berniat membacanya, ia menerima reaksi bermacam-macam. Bora dan adik-adiknya tak setuju jika plakat Terimakasih itu dibacakan saat itu, beberapa lainnya setuju. Kim Sajang membaca bagian atasnya, namun segera dihentikannya ketika sadar apa isi keseluruhan plakat tersebut.

Deokseon-lah yang akhirnya membacakannya.

“Plakat Terimakasih.

Ayah telah bekerja di Bank Hanil selama 26 tahun. Manajer Sung Dong Il, kami ingin mengucapkan terimakasih kepadamu. 

Kami mungkin tak bisa lagi memanggil ayah Manajer Sung Dong Il. Yang belum berubah adalah, Sung Dong Il adalah suami Lee Il Hwa dan ayah dari Sung Bora, Sung Deokseon, dan Sung Noeul. 

Dia adalah ayah yang membanggakan bagi tiga anaknya. Inilah yang paling sering ayah kami katakan, ‘Sialan’ dan ‘dasar!—seruan berisi umpatan. Kata-kata yang paling ayah benci adalah ‘Asisten Manajer selamanya’ dan ‘Jaminan pinjaman’. Hal terbaik yang ayah lakukan adalah membeli barang-barang tak berguna dan mencium kami. Makanan favoritnya adalah kerang berbumbu dan soju. Dan yang paling ayah cintai adalah kami, keluarganya... Sebagai putra dan putri ayah kami,

... karena kami tak bisa memberinya kata-kata yang hangat,

Dan karena kami tak bisa menemaninya minum-minum padahal ayah sangat menyukainya,

menjadi yang pertama kali memeluknya

menjadi yang  pertama kali mengatakan padanya betapa kami mencintainya,

dan kami tak yang tak memahami betapa beratnya titel sebagai Ayah,

Kami merasa bersalah dan meminta maaf...

Bagaimana pun, ayah bagaikan sebuah pohon yang tak akan pernah berhenti memberi. Seorang ayah yang paling dihormati Bora, seorang ayah yang seperti teman bagi Deokseon, dan seorang ayah yang memberikan kemantapan pada Noeul...

Dengan hati penuh syukur kami memberikan plakat ini.

5 Desember 1994, dari anak-anak ayah.”

Kita tahu Sung Appa terharu meskipun ia berseloroh kalau itu tak perlu susah payah dibaca, ia hanya bersikap seperti biasanya—pura-pura tegar, pura-pura tak tersentuh, pura-pura...

Semua yang hadir di sana ikut menangis.

Dua acara itu diakhiri dengan acara joget bersama ㅋㅋㅋ Lagunya itu loh, yang mau dinyanyikan Ra Miran di kontes musik tapi gagal gara-gara kasetnya ketuker sama penjual telor keliling. Lagu ini juga pernah dinyanyikan Kyuhyun SJ di King Of Mask Singer, berduet dengan seorang aktor.

Lee Il Hwa dan Sung Dong Il duduk berdua di salah satu toko dekat Ssangmundong yang sudah tutup. Malam sudah larut. Orang-orang yang sudah pulang ke rumah masing-masing.

“Pernahkah kau dengar tentang Hwa Moo Ship Il Hong?”

“Ya, aku pernah mendengarnya...”

“Bunga krisan punya musimnya sendiri. Dan tak ada bunga yang bisa mempertahankan warnanya selama sepuluh hari. Aku harus sadar dan melakukan sesuatu mengenai itu. Kurasa pernyataannya tak sepenuhnya benar juga. Hidupku hampir berakhir sekarang.”

“Waktu berlalu begitu saja tak hanya berlaku bagi kita saja. Tapi untuk siapa saja. Kepada siapa kau akan protes? Kau hanya perlu menerima dan menjalaninya.”

“Aku menyadari sesuatu yang penting hari ini.”

“Apa itu?”

“Kupikir semua berakhir saat kelopak mekar. Namun, sekali kelopak-kelopak itu mekar, ada buah lain yang mekar. Aku melupakan itu. Aku hanya bersedih karena kelopak bungaku takkan mekar lagi. Aku tak bisa melihatnya. Aku harus merelakan pekerjaanku. Akan tetapi, caraku membesarkan anak-anakku.... aku sudah melakukannya dengan baik, bukan?”

Il Hwa tersenyum meski matanya berkaca-kaca. “Ya, tapi siapa yang tahu? Mereka mungkin akan menyebabkan kita bersedih nanti.”

Dong Il terkekeh, “Mungkin aku terlalu cepat berbicara seperti ini ya? Tapi kau tidak tahu, hati kita untuk anak-anak kita, suatu saat nanti mereka akan memberikan jawaban pada kita ;Terima kasih.”

Il Hwa dan Dong Il berjalan di sepanjang lorong, pulang ke rumah.

***

Menit-menit terakhir episode 19 tidak pernah gagal membuat saya menangis hebat. Untuk beberapa saat lamanya saya tidak melihat Dong Il dan Il Hwa sebagai orang tua Deokseon, Bora dan Noeul. Saya melihat sosok ayah dan ibu saya pada mereka. Mungkin apa yang dikatakan Sung appa, sama seperti apa yang ada di benak kedua orangtua saya. Ada banyak sekali tipe orang tua di dunia ini—dan untuk semua itu—kita sebagai anak tak punya hak menjadi superior di hadapan mereka hanya karena kita telah sukses atau hanya karena orangtua kita sudah/pernah melakukan kesalahan. Tumbuhlah, jadilah anak yang baik juga membanggakan bagi kedua orang tua kita. Di dunia ini, tak ada penghargaan paling mewah selain ini.

Plakat Terimakasih itu... Air mata saya mengalir tak henti saat menulis bagian ini. Hubungan saya dan ayah saya kurang lebih seperti itu. Saya dan ayah saya saling menyayangi dalam diam, tanpa ada ungkapan verbal. Ketika kami duduk semeja di teras rumah, kami membincangkan apa saja—politik dan sebagainya. Duduk berdua, semeja dengan ayah adalah salah satu wujud cinta yang saya usahakan mengingat betapa jauhnya kami dulu. Banyak cara menunjukkan rasa sayang pada orangtua kita. Banyak. Kau hanya butuh kesadaran, untuk memulainya.

Feeling seorang ibu tak bisa diremehkan, ucapan sambil lalu Il Hwa menemukan jawabannya di episode 20—Bora dan Sunwoo, kalau mau dihitung Taek dan Deokseon juga.

Episode ini lebih menitik beratkan tentang orangtua di usia senja mereka—Dong Il dan pensiunnya serta Miran dan monopause-nya. Sekali lagi Lee Woo Jung menampilkannya secara simbolik. Bagi saya dua sub-cerita di atas mewakili sebagian besar ayah dan ibu di dunia ini. Part ini sekaligus memberikan sindiran kepada kita sebagai anak. Sudahkah kita melakukan yang terbaik untuk orang tua kita seperti yang dilakukan Jungwan dan Deokseon? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing.
Kau sudah melakukan yang terbaik,
Quote ini berlaku untuk mereka yang menjalani hari-harinya dengan berani, serta penuh tanggung jawab...
Taek dan Junghwan,
Deokseon dan Taek,
Jungbong dan Man Ok,
Dongryong,
Ra Mi Ran,
Kim Sajang,
Sung Dong Il,
Lee Il Hwa,
Sunyoung,
Choi Moo Sung,
....  Kita berhak mendapatkan yang terbaik, jika kita mengusahakannya dengan cara yang terbaik pula. Karena hidup itu selalu adil, jika kita mengerti dan tahu diri.

Oya ngomong-ngomong dengan kemampuan intelijen seperti itu, kira-kira Noeul berbakat jadi apa ya selain detective? ㅋㅋㅋ

P.s : Episode 20 sepertinya akan sangaaattt telat diposting. ㅠ.ㅠ