Warna Pastel.

Itulah yang muncul di kepala saya jika saya menyebut Sweet Teeth. Drama yang diadaptasi dari novel A Speck Amid the Dust of the World (世界微尘里) karya penulis Mu Fu Sheng (木浮生) ini merupakan bagian dari line up Sweet On-nya iQIYI.

Mengisahkan kehidupan tiga orang sahabat dan kehidupan pribadi mereka di penghujung 20-an.

Zheng Li (Wu Xuanyi), seorang pustakawan yang bekerja di perpustakaan Universitas Donghu. Zheng Li mencintai pekerjaannya. Berada di antara lautan buku membuatnya bahagia. Suatu hari ia bertemu Ai Jing Chu (Bi Wenjun), si dokter gigi yang juga mengajar di Universitas Donghu. Dokter Ai masuk ke dalam list The Most handsome Man di kampus. Pertemuan tak terduga Zheng Li dan dokter Ai bisa dibilang nggak menyenangkan. Kesan pertama Zheng Li terhadap dokter muda itu sangat buruk. Ia menyalahpahami dokter Ai sebagai cowok yang nggak bertanggung jawab. Berkali-kali bersinggungan dalam situasi yang kurang mengenakkan, Zheng Li perlahan mulai melihat sisi lain dokter Ai. Bisa ketebak kan ujungnya ke mana kisah pustakawan dan dokter gigi ini?

Berikutnya ada Wu Ying (Baby Zhang), dokter yang bekerja di IGD. Usianya nyaris menyentuh angka 30 dan ia tetap enjoy dengan kesendiriannya. Having fun dengan geng-nya dan bermain game di waktu luang. Hidup Wu Ying hanya berkelindan di rumah sakit, kafe yang dibukanya bersama teman-temannya, dan game online favoritnya, hingga bertemu seorang anak muda bernama Liu Yucheng (Zhai Xiao Wen), mahasiswa asal Malaysia yang sedang menempuh studinya di universitas Donghu jurusan Pengobatan Tradisional China. Liu Yucheng terkena mantra cinta pada pandangan pertama, ia pula yang mati-matian mengejar Wu Ying. Kisah cinta dengan perbedaan usia yang terpaut jauh, di real life banyak terjadi. Saya paham banget perasaannya Wu Ying.

Lalu yang terakhir, Ma Yi Yi (Wan Zi Lin). Seorang Influencer yang berupaya keras menemukan laki-laki yang tepat untuk hidupnya. Ma Yi Yi akrab dengan Deng Haoran (Terry Liu), kakak tiri Zheng Li. Setiap kali mentok dengan urusan percintaannya, orang pertama yang ia cari untuk menumpahkan curhatan enggak jelasnya adalah Haoran. 

Cerita drama berjumlah 22 episode ini sama sekali nggak berat atau njelimet. Dramanya ringan, fun, dan bisa bikin orang ketawa. Orang itu saya. Saya berkali-kali kelepasan ngakak kenceng gara-gara liat kelakuan warga Sweet Teeth ini. Konfliknya juga nggak ribet. Alur ceritanya cepat.

Saya pertama kali nonton trailer Sweet Teeth secara nggak sengaja beberapa waktu lalu, saat Crush masih tayang. Tertarik? Yess. Kayaknya seru, begitu batin saya. Tiba giliran Sweet Teeth tayang, saya nggak langsung cuss nonton. Mood nonton lagi ngetem di tempat pasca menamatkan Crush dan You Are My Glory. Mungkin karena saya nonton dua drama ini pake jalur fast track, langsung balapan mengejar sisa episode yang tersisa. Saya pikir ini yang bikin ledakan emosi saya kuat sekali. Saya ragu mau mulai nonton Cdrama baru, takut nggak bisa dapet mood-nya. Ya sudah, saya simpen dulu untuk pekan berikutnya. Tapi di temlen Twitter, Mbak Mel kenceng banget ngomporin supaya saya segera nonton Sweet Teeth. Mbak Mel udah gerak cepat nonton Sweet Teeth dong. Mbak Mel tuh kalo udah semangat 45 ngomporin nonton satu drama, tandanya dramanya emang bagus dan layak dinonton.


Saya kelarin deh itu sisa pekerjaan di hari Ahad. Supaya bisa nonton Sweet Teeth dan Our Secret/Secret in The Lattice. Dua-duanya rekomendasi Mbak Mel.

Adalah Zheng Li yang bikin saya mutusin bakal lanjut nonton Sweet Teeth. Saya banyak membaca komentar yang nggak sreg dengan karakter Zheng Li, ngerasa aktingnya Wu Xuanyi di beberapa scene terlihat berlebihan. Saya memiliki kesan yang berbeda. Akting komikalnya Wu Xuanyi udah pas. Saya cocok aja wkwk. Malah yang bikin saya suka kelepasan ngakak ya si Zheng Li ini. Aktingnya natural, ga maksa ngelucu. Mudah sekali bagi saya untuk ilang mood nonton cdrama ketika tokoh utama perempuannya tampil nggak natural atau lebay. Tapi sama Zheng Li nggak kejadian. Saya cocok dengan humornya Zheng Li.


Sweet Teeth asik. Lucu. Dramanya bikin hepi saat nonton. Dan itu udah cukup untuk saya.


Saya suka tone gambarnya, terasa hangat dan cerah. OST-nya bagus-bagus. Dramanya sangat terbantu dengan kehadiran OST-nya, bisa banget ngebangun mood atau emosi pada adegan-adegannya.

Kalau saya diminta nyebutin apa aja aspek dari Sweet Teeth yang bikin saya betah nonton, maka itu adalah interaksi antarkarakter-nya yang hidup dan mengalir. Geng rempong bin hebohnya Kafe Carol:  Zheng Li, Wu Ying dan Ma Yi Yi feat Haoran, abang kaya rayanya Zheng Li yang selalu stand by jadi 'penyelamat' di saat para gadis ini membutuhkan telinga (dan duit). Haoran nih loyal banget anaknya. Sering ngajakin geng rempong makan di tempat bagus. Mau juga dong punya kakak macem Haoran ini wkwk. Saya dan Mbak Mel siap diadopsi HAHHAHA. Geng sulung yang pengen ngerasain punya abang (kaya nan baik). 

Haoran setia ngejagain tiga adek perempuannya. Khususnya Ma Yi Yi. Yang paling sering menyita waktunya emang Ma Yi Yi sih. Tapi Haoran playboy. Durasi pacarannya nggak lama. Belakangan ketauan dong doi belom move on dari Ma Yi Yi, si mantan terindah yang sekarang jadi sohib HAHAHAHA. Ada cinta lama belum kelar nih antara Haoran dan Yi Yi. Saya suka interaksinya Haoran-Ma Yi Yi. Walaupun kadang kesel juga sama Ma Yi Yi yang kelewat manja wkwk. Tapi Ma Yi Yi lucu.... 

Interaksinya Zheng Li dan rekan kerjanya di perpustakaan juga seru. Lucu. Salah satu penyumbang scene komedi yang bikin ngakak. 

Suka banget hubungan kakak-adek Zheng Li dan Haoran. Haoran menyayangi Zheng Li, begitupun sebaliknya. Zheng Li masih menjalin hubungan baik dengan ayahnya Haoran, mantan ayah tirinya. 

Zheng Li mengingatkan saya pada sosok Sang Wuyan (Crush). Pada beberapa momen saya merasa ada kemiripan pada keduanya dari sisi perkembangan karakter. Zheng Li memiliki masa lalu yang berat dan meninggalkan trauma di hatinya. KDRT, perceraian orang tuanya, ibunya yang berkali-kali menikah. Namun ia bisa melewati masa-masa gelap itu dengan baik. Zheng Li dan Wuyan adalah perempuan-perempuan kuat yang akhirnya bisa menemukan kebahagiaan yang berhak mereka peluk dengan hati hangat. Saya jadi penasaran dengan sosok penulis Mu Fu Sheng.


Persahabatan geng rempong-nya Kafe Carol bikin iri. Pada santuy banget. Sering ngobrol ngalor-ngidul, saling nge-diss, ngegodain temen yang lagi pusing sama percintaan, selalu siap nyediain kuping bagi yang butuh, keliatan sekali kalo mereka udah temenan lama dan kualitas dari 'temenan dari jaman dulu' ini keliatan banget vibes-nya. Udah paham keborokan masing-masing lah. Setipe sama geng-nya Be Melo gitu. Pengen nyempil di antara mereka, ikut berpartisipasi jadi bagian kerempongan dan kehebohan mereka 😂
 

Karakter tokoh utama cowoknya sangat likeable. Awal ketemu dokter Ai saya pikir dia ini tipikal cowo rese yang sok cool seperti yang sering saya liat di idol drama. Taunya enggak. Beda jauh malah. Dokter Ai orangnya hangat, baik hati, no jaim-jaim club. Highlight karakter ini terletak pada sifat dan sikapnya. Saya suka sekali saat dokter Ai menceritakan masa lalunya kepada Zheng Li. Bagaimana ia dibesarkan, apa yang terjadi pada ayah dan ibunya, lalu apa yang melatarbelakangi sikap hangatnya kepada orang lain. Ia memang memiliki masa lalu yang sulit, tetapi itu nggak lantas bikin dia jadi sosok yang dingin. Prinsipnya, dokter Ai nggak ingin apa yang dirasakan dan dialaminya di masa lalu menimpa orang lain. Apa ya... simpati dan empatinya berada di jalur yang benar.

Cowok-cowok di drama ini nggak ada yang nyebelin sih. Kecuali si temen kencan butanya Zheng Li. Saya ngakak liat dia nangis, telepon mamihnya untuk laporan kalo Zheng Li udah punya cowo. Korban kekuatan gibah orang-orang di RS dia nih. 😂😂

Dokter Ai dan Zheng Li sering terlibat deep talk. Dari obrolan mereka inilah ketauan gimana aslinya karakter mereka, trus pelan-pelan juga kita tau latar belakang keluarga dan kehidupan mereka seperti apa. Satu sama lain saling belajar mengenal. Makin banyak couple cdrama yang model dokter Ai-Zheng Li ini. Ngobrol-ngobrol santai tapi ada isinya.


Peak comedy dan romantisnya Sweet Teeth terletak di episode 3-4. Dua kelinci jadi-jadian yang berjalan di tengah hamparan salju yang memutih dengan hanya ditemani sinar bulan dan cahaya dari senter. Adegan masangin headset! Simple tapi kena banget romantisnya.
Sumpah lawak banget Zheng Li dan rekan kerjanya pas family outing di gunung. Akting komikalnya pas. 

Lalu Liu Baochang dan CPR. Ya Allah engap banget nonton adegan ini. Zheng Li berbakat jadi pelawak. Lagian heran, udah tau siaran radionya horor tapi tetap aja didengerin. Trus si dokter Ai iseng banget pura-pura ga bisa napas bikin anak orang panik dan ngasal-ngasalan ngasih CPR. 

Btw, nasibnya Liu Baochang gimana ya?

Endingnya manis. Udah pasti ini mah, kalo nggak happy ending nggak mungkin Sweet Teeth dimasukin ke line up Sweet On-nya iQIYI. Yang paling penting semua konflik menemukan closure-nya masing-masing. Kisah cinta second lead-nya indah sekali penyelesaiannya. Realistis dan menyentuh.

Sweet Teeth ditutup dengan video dari real life couple yang mengisahkan pertemuan pertama dan perjalan cinta mereka. Ini bagus banget jadi pamungkas drama ini. Yang diawal mengerutkan kening melihat 'kesederhanaan' kisah cinta di Sweet Teeth, setelah ngeliat gimana kisah cinta real life couple nggak yang uwow romansanya. Tapi manis. 


Saya termasuk orang yang senang mendengar atau menonton kisah cinta orang lain, tapi cenderung skeptis dan pesimis dengan miliknya sendiri. Perkara cinta, jatuh cinta, bisa menjadi rumit atau sederhana. Setiap orang memiliki kisah cintanya sendiri. Ada yang berawal dari salah paham (Zheng Li & dokter Ai), cinta terpaut usia yang jauh (Wu Ying & Liu Yucheng), ada juga yang wujudnya mantan-an lalu rujuk (Ma Yi Yi & Deng Haoran). Ada yang udah masang standar cowo idaman seperti apa, ternyata nikahnya berbeda 180 derajat dari cowo idaman, ada banyak kisah cinta di dunia ini. Yang sederhana, yang ribet, yang toxic, yang bikin sakit hati, ada banyak. Mestinya cinta nggak bikin kita seperti sedang meremas-remas hati kita sendiri kan ya? Kalo kata mendiang penyanyi legendaris Korea, Kim Kwang Seok lewat lagunya; It's not love if it hurts too much.

... and sometimes, love is unpredictable.

Overall, Sweet Teeth is enjoyable to watch. I'm having a good time as a viewer! Kalo lagi butuh tontonan ringan dan manis, yang nggak bikin pusing bisa tapi bikin senyum dan ngakak, bolehlah dicoba Sweet Teeth.


Abis nonton Sweet Teeth saya jadi kepengen punya geng kayak geng-nya Kafe Carol, pengen punya abang kaya raya dan baik hati seperti Deng Haoran, dan pengen ketemu cowok yang lembut hatinya macam dokter Ai Jing Chu! Maruk? Emaaaang iya HAHAHAHA. 

/Azz menunggu racun Mbak Mel yang lain/ 😂😂😂

Tabik,
Azz
💚💚💚
.
.
.
.
.
P.s : Sedikit terganggu dengan dubbing-nya dr. Ai, tapi bisalah ditolerir. dr. Ai-nya menggemaskan soalnya. Cute.


[Review Pendek] Sweet Teeth

by on 8/29/2021 10:35:00 AM
Warna Pastel. Itulah yang muncul di kepala saya jika saya menyebut Sweet Teeth. Drama yang diadaptasi dari novel A Speck Amid the Dust of th...

 


Sang Wuyan, seorang mahasiswa jurusan psikologi tingkat akhir yang bermimpi menjadi penyiar radio profesional. Ia bekerja sebagai asisten produser di sebuah stasiun radio, sembari magang di Sekolah Luar Biasa (SLB) yang menjadi salah satu syarat ketuntasan kuliahnya. 

Wuyan sangat menyukai Yi Jin, si penulis lagu populer yang misterius. Wuyan menyukai semua lagu-lagu Yi Jin. Hingga suatu hari, saat melarikan diri dari sahabatnya karena kesalahpahaman, ia tak sengaja bertemu Su Nian Qin di taman. Love at first sight, tampaknya itulah yang dialami Wuyan. Ia jatuh cinta pada mata Nian Qin.

Pertemuan di taman rupanya berlanjut tanpa rencana. Nian Qin juga mengajar huruf braille sebagai guru pengganti di SLB tempat Wuyan magang. Tak berapa lama Wuyan mengetahui bahwa Su Nian Qin menderita gangguan pada matanya. Penglihatan Nian Qin tidak sempurna seperti orang normal. Visually impaired. Belakangan, Wuyan juga mengetahui kalau Su Nian Qin adalah orang yang berada di balik nama Yi Jin. 

Seiring berjalannya waktu, Wuyan menjadi satu-satunya pihak yang berusaha keras mendekati Nian Qin, membuka layer demi layer yang digunakan laki-laki itu untuk melindungi dirinya sendiri. Meskipun Nian Qin galak, jutek, dingin, ketus, dan sinis terhadap orang-orang yang berusaha mendekatinya. Mampukah Wuyan? 

Kegigihan Wuyan berhasil menyentuh Su Nian Qin. Namun, nyatanya hubungan manis itu berjalan tidak seperti yang diharapkan. 


***

Crush (原来我很爱你) merupakan drama yang diangkat dari novel karya Mu Fusheng berjudul So I Love You Very Much, mendapuk Wan Peng (My Girlfriend is An Alien, Meeting You) dan Lin Yanjun/Evan Lin (Nine Percent) sebagai pemeran utamanya. Drama 24 episode ini ditayangkan di paltform iQIYI.

Saya nonton Crush tanpa rencana. Iseng aja. Emang lagi nyoba-nyoba nonton drama Cina yang baru aja tayang perdana sih. Kebiasaan. Seperti yang pernah saya tulis, setiap bulannya, banyak banget drama Cina tayang perdana, tapi jarang ada yang bisa ngeklik dan cocok dengan mood saya. Sebelum Crush, saya nonton beberapa sih. 

Saya tau Wan Peng, beberapa kali nonton dramanya. Dengan Lin Yanjun nih yang masih asing. 

Oiya, saya nonton Crush tanpa nyari info dramanya lebih dulu. Pokoknya nonton aja, gitu. Eh, baru episode satu udah langsung suka wkwk. Kesan pertama dramanya bagus banget. Adem. Tone gambarnya, sinematografi, detail angle dan BGM-nya yang membuat saya betah dan tergoda untuk lanjut lagi, dan lagi. Yang terjadi, siang sampe malamnya itu saya ngelarin jumlah episode yang telah ditayangkan. Selain unsur visual dan audio dramanya, akting Lin Yanjun sebagai Su Nian Qin mengagetkan saya. Crush ini menjadi debut akting idol jebolan Idol Producer yang memulai karir menyanyinya lewat boygroup Nine Percent di tahun 2018. Wajar saya kaget. Sangat mudah menemukan tipikal akting standar dengan ekspresi wajah so so di C-dramaland, yang membuat saya meringis pasrah dan terpaksa menghentikan minat saya melanjutkan tontonan. 

Kesan pertama saya dengan Yanjun bagus sekali. Ia berhasil memerankan tokoh Su Nian Qin dengan baik, setidaknya itulah yang saya rasakan saat menonton 12 episode Crush di pekan perdananya. Orang-orang yang mem-follow saya di Twitter dan IG pasti pada tau segimana berisiknya saya neriakin Yanjun dan Crush. 

Chemistry-nya dengan Wan Peng juga bagus banget. Dari empat dramanya Wan Peng yang sudah saya nonton, dengan Yanjun ini yang paling oke chemistry-nya. Hebat loh mereka. Saya yakin sih, ini tidak terlepas dari upaya dua pihak untuk nyiptain chemistry sebagus itu, Yanjun dan Wan Peng. Yanjun-nya mau belajar. 

Karena judul postingan saya kali ini adalah short review, maka saya hanya akan menulis singkat apa-apa saja yang mebuat saya menyukai Crush, juga hal-hal yang mengganggu, tentunya. Semoga ga kebablasan bahasannya. 

-Storyline-


Ketika mengetahui kalo Crush diadaptasi dari novel, saya pun segera nyari novelnya. Nggak kayak You Are My Glory dan The Oath of Love yang mudah sekali ditemukan link terjemahan novelnya, udah nyari ke mana-mana nggak juga nemu yang nyediain terjemahannya Crush, sampai kemudian saya nemu novel asli bahasa Cina yang bisa diterjemahin ke bahasa Inggris menggunakan Google Translate. Bacanya masih enak, meskipun ada beberapa kata yang kacau tapi ga fatal. Saya membaca novel Crush saat dramanya sudah ditayangkan 12 episode. 

Gara-gara baca novelnya itu, saya jadi tau kalo screenwriter-nya Crush tidak mengikuti sepenuhnya isi novel. Ada yang diubah, dan perubahan ini tidak mengorbankan novelnya, tetapi justru berhasil menyempurnakan apa yang dirasa kurang dari novelnya. 

Storyline, alur, dan plot drama Crush jauh lebih rapi dari novelnya. Konflik yang tumpang tindih di novel berusaha dirampingkan, usaha ini setidaknya telah berhasil menguatkan mood ceritanya dan menjauhkan drama ini dari kesan seperti drama Cina kebanyakan.  

Meskipun kisah cinta Wuyan-Nian Qin terlihat klise, kisah cinta yang biasa ditemukan di drama, tapi pada bagaimana hubungan ini berproses, ada yang tidak biasa. Refreshing, mengingat ini adalah drama Cina. 

Ini pendapat pribadi saya, bahwa Crush tampil dengan wajah yang ringan dan menyenangkan namun membawa materi cerita yang sebenarnya cukup berat. Topik-topik yang menjadi latar belakang konflik drama ini; disabilitas, PTSD, insecure, autisme, perempuan dan karir. Jujur, ada ketidakpuasan yang muncul seketika seusai membaca novelnya, apa ya, saya merasa novelnya seperti hanya seperlunya saja membahas topik-topik tersebut. Datar. Saya nggak dapet pukulan emosi dari ramuan konflik berdasarkan topik-topik itu. Apakah karena dipengaruhi faktor yang saya baca itu terjemahan versi Google? Entahlah. Syukurnya, di drama visualisasi konfliknya lumayan kuat, walaupun yah, saya tetap merasa Crush, dengan wajah cerianya tidak ingin mengubah tone berceritanya ke sisi yang dramatis dan berat. 

Satu yang pasti, cerita Crush ketolong banget sama directing dan BGM + OST. Plus, chemistry-nya Wan Peng-Yanjun.

-Character Development-



Lagi, aspek yang menurut saya berhasil dikembangkan screenwriter Crush adalah perkembangan karakter-karakter di drama ini. Beberapa detail penting yang tidak tereksplor dengan baik di novel bisa ditemukan di dramanya. Saya bisa menemukan alasan mengapa si tokoh A, misalnya, bertindak seperti ini dan itu. Jadi, setiap perubahan plot yang mengikuti perkembangan karakter tidak datang secara tiba-tiba. Yang paling membuat saya gembira adalah, hampir semua karakter menemukan closure-nya masing-masing. Mereka berproses. 

Oiya, tidak ada tokoh antagonis di sini. Satu-satunya yang menjadi antagonis adalah insecurity-nya Su Nian Qin. 

Ngomongin Nian Qin, seperti yang pernah saya bilang di Twitter maupun IG, nuansa karakter Nian Qin di drama dan novel tidak sama. Di drama, POV-nya Nian Qin lebih hidup. Kegagalan saya memahami karakter ini di novel tidak berhasil dipertahankan di drama. Nian Qin versi drama sukses merebut perhatian dan simpati saya. Di satu sisi, tetap saja ada beberapa hal yang tidak saya sukai dari dia. Sikap arogan, cenderung mendominasi dan egoisnya pada Wuyan setelah ia bisa melihat, salah satunya. Saya enggak nyaman aja sih, kangen Nian Qin yang soft di episode awal. Setelah jadi CEO, dia berubah nyebelin. Mungkin, efek perpisahannya dengan Wuyan dan tekanan beban sebagai pengganti ayahnya di perusahan membuat Nian Qin seperti itu. Ditambah dia juga punya riwayat autisme di masa kecil. Transisi perubahan wataknya ini yang saya rasa nggak smooth. Kaget. 

Eh, saya pernah bilang deh di IG kalo saya suka imej domineering Nian Qin dibawa ke drama. Ndilalaaah, pasca operasi mata dan jadi CEO, domineering-nya Nian Qin sama persis dengan novel HAHAHAHAHA. Its not romantic, Nian Qin. Syukurnya, itu nggak berlangsung lama. Cuman beberapa episode doang sih. Abis itu udah mulai perlahan mengendor seiring diketahuinya kondisi Wuyan sesungguhnya. Cintanya ke Wuyan gede banget. 


 
Su Nian Qin sebelum operasi mata kuat sekali penokohannya. Semua serba jelas. Kenapa dia bisa tumbuh antisosial, ketus dan sinisnya dia terhadap orang-orang di sekitarnya, ia seperti jelmaan gambar utuh rasa sakit dan kesedihan yang lahir dari kehilangan-kehilangan. Kehilangan ibu, kehilangan rasa percaya pada ayahnya. Dan Nian Qin percaya itu semua dikarenakan disabilitas yang dimilikinya. Cara Nian Qin memandang dirinya direfleksikan pada bagaimana ia menangani orang-orang yang mencoba datang dan dekat kepadanya. Ia melindungi dirinya dengan cara bersikap keras pada dirinya, juga pada orang lain.

Karakter Wuyan menyenangkan. Salah satu sisi positif karakter ini adalah sikap lenturnya kepada orang lain. Ia tipikal orang yang nggak akan segan meminta maaf jika memang ia melakukan kesalahan. Mau segera merefleksikan diri. Wuyan juga tau mana yang perlu dijadikan prioritas, mana yang tidak. 

Satu-satunya yang bikin saya kurang sreg adalah latar belakang pendidikan Wuyan. Ia mengambil jurusan psikologi. Berasa ada yang miss di sini. Antara pembawaan si karakter dan background jurusannya. Kayak nggak sinkron. POV psikologi justru lebih banyak datang dari Cheng yin, sahabat serumahnya Wuyan. Kadang-kadang saya merasa tindak-tanduk Wuyan terlalu impulsif. Saya nggak bilang Wuyan harus ngomongin teori-teori psikologi saat berbicara biar cocok sama latar belakangnya itu, nggak mesti. Tapi seenggaknya penggambaran karakternya nggak off dari perangkat yang melekatinya. 

Ngomongin ketidak-sinkron-an ini, saya teringat teman saya yang juga mengambil jurusan psikolog dan sedang menempuh studi doktoralnya, saya melihat Wuyan pada dirinya. 

Jangan-jangan saya nih yang over sensitif soal ini. 

Yang menarik dari karakter-karakter di Crush ini, mereka memang melakukan kesalahan-kesalahan, namun seiring berjalannya waktu, kejadian-kejadian yang menimpa hidup mereka membuat mereka bisa melangkah jauh dan mengoreksi diri sendiri. Inilah yang saya maksud perkembangan karakternya ada. Nggak ada yang sempurna di sini. Bukan cuman Nian Qin dan Wuyan. Nie Xi, Xu Qian, ibunya Wuyan, dan karakter-karakter minor lainnya. Nggak bisa benci ke satu karakter karena sikapnya yang ngeselin. Mereka punya alasan mengapa seperti itu. 



Hidup emang kayak gitu kan? Nggak ada yang sempurna, kita sering melakukan kesalahan entah didasari motif apa. Lalu setelah beberapa waktu kita menyadari ada yang salah dari apa yang kita lakukan. Di Crush, antagonis lahir dari si karakternya sendiri. Masing-masing berjuang menaklukan dirinya sendiri.

Saya suka deh bahan obrolannya cewe-cewe di Crush ini. 

-Kemistri, Sinematografi, Akting- 


Perlukah dibahas? Wkwk.

Tiga alasan utama orang nonton Crush : sinematografi, BGM dan chemistry.

Promosi Crush sangat kurang, sepengamatan saya, sebagian besar yang nonton Crush kalo bukan karena iseng nyoba ya karena kena racun dari yang iseng nyoba nonton itu. Fans Cdrama cuman kenal Wan Peng. Yanjun? Kalangan fans Idol Producer aja paling tahu doi. Makanya bersyukur banget Screenwriter mengubah beberapa scene di novel sehingga timeline episode pilot-nya Crush cukup rapi, dan ditambah tangan dingin director-nya yang berhasil menghadirkan sinematografi yang kece (pemilihan tone gambarnya juara banget!). Sudut-sudut pengambilan gambarnya kayak punya nyawa. Indah. Didukung BGM yang pas banget, itulah kesan pertama yang saya rasakan dari Crush. Mustahil nggak jatuh cinta di episode-episode awal Crush. Untuk ukuran Cdrama, bisa langsung suka di episode satu, itu udah luar biasa banget loh.

Nuansanya Crush kalem dan sendu. Kita bisa denger suara angin, gesekan daun, suara tongkatnya Nian Qin, tapak-tapak langkah... 

Undeniable chemistry dari Wan Peng dan Yanjun berhasil membuat penonton baper. Yakin saya, banyak yang dibikin baper sama ending menggemaskan episode 8 HAHAHAHA. Soalnya saya gitu. Sampe ta ulang-ulang itu scene-nya. Natural banget. Eh, di novel nggak ada uwu-uwunya loh di part itu. Adegannya juga nggak kayak gitu. Di novel Nian Qin rada kasar dan maksa. Nggak suuukaaa huhuhu. Makasih banget screenwriter-nya udah ngubah scene-nya jadi bagus banget. 

Nian Qin-Wuyan kalo lagi ngobrol santai atau saling mengusili asik banget ya diliatnya. Santai, tone suara mereka enak, ekspresinya juga ngena. Yang nonton berasa jadi orang ketiga di antara dua orang yang lagi pacaran HAHAHAHA. Um, saya suka denger suaranya Yanjun di nada rendah, penekanannya kalimatnya bagus. Wan Peng juga bagus suaranya. Pokoknya sama-sama enak deh. Beruntunglah kuping saya wkwk. 



  
Buanyak banget scene-scene Nian Qin-Wuyan yang bikin baper. Tapi ada kiss scene-nya yang bikin saya nggak nyaman, tipikal kiss scene yang menurut saya nggak perlu ada karena merusak mood nonton HAHAHAHA. Nggak ada kiss scene model begitu pun tetap bisa bikin baper liat Nian Qin-Wuyan pelukan, atau saling nempelin kening, atau backhug.... Kayaknya sih yang bikin nggak nyaman itu cara nge kiss-nya. Mon maap kenapa pula saya bahasin kiss scene HAHAHAHAHA. Dah ah.

Cerita second couple-nya nggak nyampe di saya, entah itu akting, chemistry, maupun story line-nya. Datar banget. 

Untuk aktingnya Yanjun, terlihat perbedaan kualitas akting Nian Qin sebelum dan setelah operasi. Paling dapet Nian Qin sebelum OP. Secara keseluruhan, sebagai pendatang baru akting Yanjun udah bagus. Buktinya saya nggak nge skip scene-scene nya dia karena alasan nggak nyaman liat aktingnya. Bukan karena terlanjur bucin ya, tapi aktingnya Yanjun memang masih dalam tahap bisa dinikmati. Yanjun membuka awal yang bagus untuk karir aktingnya. Ruang untuk belajar terbuka lebarrrr. Potensinya menjanjikan. Kita doain aja semoga karir aktingnya lancar-lancar jaya dan kita bisa liat Yanjun di project-project drama berikutnya. Yanjun ini tipe pekerja keras dan mau belajar. Optimis, asal dia dikasih kesempatan, masa depan cerah sebagai aktor bisa digapai. Lin Yanjun fighting!! 

OST Crush bagus semuaaa, lirik-liriknya puitis. Instrumen-instrumennya juga keren.

-Moral Cerita-


Materi cerita yang dibawa Crush menjadi salah satu alasan mengapa drama ini berbeda dari drama Cina kebanyakan yang sama-sama dilabeli idol drama. Nggak sekadar menjual ke-uwu-an. 

Sudut pandang Nian Qin sebagai orang dengan disabiltas yang tidak dimiliki novel, berhasil dihadirkan lewat dramanya. Saya bisa melihat usaha screenwriter-nya mengkritisi pandangan orang umum terhadap mereka yang hidup dengan disabilitas. Yang kami butuhkan bukan rasa iba atau kasihan, tetapi keadilan. Nian Qin menyuarakan isi hatinya kepada Wuyan dengan nada dingin. 

Pada kesempatan lain, Cheng Yin juga mengkritisi sikap tak sadar Wuyan yang memperlakukan Nian Qin dengan dia sebagai orang normal dengan segala yang dimilikinya, lalu Nian Qin sebagai penyandang disabilitas. Menurut Cheng Yin, Wuyan bersikap lembut dan menolerir Nian Qin yang jutek, judes, sinis bla bla bla itu, karena gadis itu melihat Nian Qin dari sudut pandang iba. 

Sang Wuyan dan PTSD yang dialaminya. Post-traumatic Stress Disorder.



 
Perubahan paling besar yang dilakukan screenwriter terhadap naskah adaptasi Crush selain Nian Qin yang bisa melihat dengan normal adalah pada karakter Cheng Yin. Di novel, sejak awal Cheng Yin memang sudah hidup dalam halusinasi Wuyan. Jika mengikuti alur novel perihal Cheng Yin ini, maka akan sulit bagi penonton membangun emosi hubungan Cheng Yin-Wuyan. Nah, di drama diceritakan seperti apa posisi Cheng Yin di hidup Wuyan. Maka kehilangan beruntun Wuyan setelahnya menjadi alasan kuat ia menderita PTSD; ayahnya dan Cheng Yin. Lalu ditambah perpisahannya dengan Nian Qin. Logika berceritanya bisa diterima kalo kayak gini.

Yang menjadi alarm, sekaligus membuat kita sedih adalah sosok Wuyan. Wuyan yang kita lihat move on dengan hidupnya, ternyata masih menyimpan kesepian dan trauma beratnya. Pada kenyataannya, orang-orang dengan problem mental health lebih banyak terlihat baik-baik saja, bahagia sentosa di luar, tetapi hancur lebur di dalam. Alasan ini juga sering dipakai orang-orang di luar lingkaran untuk mengkritik; padahal kan hidupnya bahagia aja kok bisa kena mental health sih? Malangnya, soal mental health ini masih menjadi urusan yang tabu dan sering salah kaprah dipahami orang-orang. 

Wuyan dan PTSD-nya memberi tahu kita, nggak semua yang tampak baik-baik saja, benar-benar baik-baik saja. 

Begitu mengetahui kondisi Wuyan, Nian Qin berusaha mencari cara untuk menyembuhkan Wuyan. Kejadian ini juga membuat Nian Qin perlahan berubah. Dia tahu gimana fatalnya kejadian tiga tahun lalu berefek pada kondisi psikologisnya Wuyan Saya senang Nian Qin berkonsultasi ke ahlinya terkait PTSD-nya Wuyan. Waktu Nian Qin meluk Wuyan dari belakang di belakang di dapur, setiap kali nama Cheng Yin keluar dari mulut Wuyan, ekspresi khawatir dan hati-hati selalu terlihat di wajah Nian Qin. Besar banget sayangnya ke Wuyan....


Yang saya sayangkan adalah eksekusi pelepasan Cheng Yin di ending ep 24. Terlihat sangat buru-buru, tidak hati-hati. Ala kadarnya. Di novel juga sih, cuman emang paling parah di dramanya. Kedalaman cerita Crush yang hadir di 12 episode pertamanya seolah tak membekas menjelang ending. Sayang sekali. Kekecewaan terbesar saya di sini, tentang akhir hidup Cheng Yin di keseharian Wuyan.

Di paruh kedua Crush, sepertinya screenwriter nggak ingin melenceng kelewat jauh dari novelnya, walaupun tidak bisa dipungkiri perubahan-perubahan yang dia lakukan di paruh pertama justru menolong memberikan sudut pandang pemahaman yang lebih baik bagi penonton. 

Oya, upayanya Nian Qin untuk beradaptasi dengan dunia barunya diperlihatkan meskipun nggak dengan porsi gede. Tapi lewat ceritanya Xiao Lu, juga pengakuan Nian Qin, kita tau perjuangan Nian Qin nggak mudah 

-Baper Corner-


Saya termasuk yang telat nonton fast track-nya Crush. Di hari penayangan 6 episode terakhirnya, saya sedang berjibaku dengan deadline. Karena nggak pengen kena spoiler, saya bela-belain ga buka  IG dan Twitter wkwk. Tiba giliran nonton, saya bener-bener nikmatin 6 episode terakhir Crush. 

Hepi banget liat Nian Qin-Wuyan. Ntah kenapa saya lega banget ngeliat gimana mereka mulai baikan. Prosesnya alamiah. Yang paling saya kagumi adalah Wuyan. Nggak di novel, nggak di drama, Wuyan adalah karakter favorit saya. Pasca perpisahannya menyakitkan dengan Nian Qin, Wuyan menjadi lebih dewasa. Wuyan nih mau dengerin saran orang. Dia nggak akan sungkan mengakui kalo sudut pandangnya keliru. Wuyan juga nggak bersikeras menolak kenyataan bahwa dia masih menyukai Nian Qin. Di sisi lain, Nian Qin juga demikian. Seenggaknya tarik-ulur perasaan yang menyebalkan yang bikin frustasi bisa dihindari. Pada proses ini saya agak kesal ke Nian Qin, dia yang nyium Wuyan diam-diam pas lagi tidur, Nian Qin yang nunjukkin sikap arogannya, yang berusaha menekan Wuyan dengan powernya, bagian ini yang bikin saya pengen nampol Nian Qin. Tapi kasian juga sih wkwk. Nian Qin kalo cemburu serem. Galak ih. Untung Wuyan setrong yah. Posisinya Nian Qin nggak enak. Serba nggak enak. Keinginannya untuk nyamperin Wuyan terhalang rasa bersalah yang besar sekali. Jadi, ia hanya bisa memantau kehidupan Wuyan dari jauh-jauh, memastikan ia hidup bahagia. 

Pas denger Wuyan ikut blind date aja langsung deh kebakaran jenggot HAHAHA. Dasar.

Tau nggak apa yang paling saya suka dari pasangan ini? Kiss scene? No. Pelukannya mereka. Wuyan nempelin kepalanya dengan nyaman di dadanya Nian Qin. Nian Qin nih kalo meluk Wuyan pasti total. Perfect. Perbedaan tinggi badan mereka pas banget. Baper sayah. Peluk guling doang mah bisanya wkwk. 

Scene favorit saya buanyak banget. Salah satunya setelah mereka rujuk, sewaktu Nian Qin dengan turtleneck putihnya menaruh kepalanya di bahu Wuyan. Suka banget ituuu. Nian Qin keliatan ganteng banget banget banget di situ. Trus kan sebelum itu dia diajakin ngobrol sama dua anak perempuan keluarganya Wuyan. Saya kelepasan ngakak gara-gara Nian Qin dengan pedenya bilang ke dua bocah perempuan itu kalo warna merah mudah mengingatkannya pada bibir Wuyan. "Itu adalah warna favoritku," katanya sambil masang gestur sok rahasia. Ekspresinya itu loh. Untung ya saya nonton nggak sambil makan, bisa muncrat semua itu makanan. Jangan-jangan warna merah mudah berlian pada cincin lamaran yang dikasih Wuyan terinspirasi dari bibirnya Wuyan. Ih Nian Qin Ihhhhh HAHAHAHA.



Scene lamaran!

Mon maap lamaran tuh ya harusnya romantis kan ya? Nian Qin ngelamar Wuyan di dapur sambil nungguin masakan. Saya ngakak. Sebenernya yang bikin ngakak itu waktu Wuyan antusias nyeritain proses lamaran pake tiramisu yang dia nonton di film. Nggak kuat liat wajahnya Nian Qin. Abis itu dia bales nyeletuk. "Kedengarannya membosankan. Dia bisa tersedak." 

Ngakak.

Ya nggak salah juga Nian Qin, logiknya jalan. Tapi kan... anu...Hhhh. Emang susah ngomong sama laki-laki yang nggak romantis kayak Nian Qin. Tapi kok ya kalo diingat-ingat banyak tuh tindakannya dia di episode belakang yang romantis?

Kehidupan Nian Qin-Wuyan berubah total, ganti genre dari melo ke komedi. 

Nah yang paling bikin saya ngakak (ga boong saya ngakak kenceng banget), awal-awal abis nikah Nian Qin punya kebiasaan aneh. Kalo pulang pintunya harus dibukain sama Wuyan, trus dia akan cium kening Wuyan, elus-elus kedua lengannya. Ritual yang membuat Wuyan gemas dan kesal. Reaksi dan ekspresi Wuyan-lah yang membuat saya tawa saya meledak. Kebayang kesalnya dia. Mana Nian Qin selow aja, nggak digubrisnya Wuyan dengan kekesalannya yang siap meledak itu. Suka banget makna di balik ritual pintu ini.  

Yah begitulah kehidupan Wuyan dan Nian Qin. Penuh warna penuh tawa penuh ke-baper-an penuh haru. Heartwarming.

Saya suka couple ini karena nggak bikin eneg. Chemistry-nya bagus. Mereka begitu berbeda dalam banyak hal, tetapi bisa memilih bersepakat dalam mencintai. Wuyan yang nggak bisa masak, suka sembarangan naruh barang, kalo nyanyi suaranya fals; nada lagunya ke utara suaranya Wuyan ke selatan, Wuyan yang cengeng gampang nangis. Nian Qin menerima itu semua. Demikian pula sebaliknya. Meskipun Nian Qin tidak romantis, kadang galak, manja nggak ketulungan, tapi bisa dipastikan jika itu menyangkut Wuyan dan anaknya, Nian Qin rela melakukan apa pun itu. Saya bisa melihat Nian secara utuh, bahwa sebenarnya ia adalah sosok yang hangat. 
Saya menyukai cara Nian Qin memanggil Wuyan. Penekanannya selalu konsisten.

"Wuyan."

Btw, kasian kuping Nian Qin ya, dua perempuan yang disayanginya sama-sama buta nada. Wuyan dan ibunya. Tiap ke tempat karaokean, Nian Qin kena tekanan mental. Semoga anak perempuannya nggak buta nada.  

-Closing-


Wuyan dan Nian Qin masuk list couple Cdrama favorit saya. Dan Nian Qin, Kang Musisi-nya se-paguyuban resmi masuk list kesayangan nyusulin Mas Bodyguard, Mas Antariksa, dan Kapten Xing tahun ini. 😘

Crush mungkin bukan drama yang sempurna, tetapi drama ini telah banyak memberikan rasa gembira kepada penontonnya. Hemat saya, sebuah drama berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik ketika ia bisa meninggalkan kenangan yang kuat di ingatan penontonnya. Di mata saya Crush adalah drama seperti ini. 

Dialog-dialog Crush bagus. Banyak kalimat-kalimat puitis dengan pesannya yang kuat.

Pesan penutup yang muncul di akhir episode 24 membuat saya tersenyum. Crush seolah tahu bahwa dirinya adalah hidden gem  yang ditemukkan penontonnya dengan cara tidak sengaja.

"... terima kasih telah menemukan kami." 

Terima kasih, Crush. 💚


 Tabik,
Azz

 
 
 
   


Review Crush

by on 8/18/2021 09:18:00 PM
  Sang Wuyan, seorang mahasiswa jurusan psikologi tingkat akhir yang bermimpi menjadi penyiar radio profesional. Ia bekerja sebagai asisten ...


Ketika menulis postingan ini hati saya masih diliputi perasaan nano-nano, campur aduk, sedih bahagia, terharu, semua ngumpul jadi satu setelah saya menyelesaikan 6 episode terakhir You Are My Glory lewat jalur fast track di WeTv. Rasanya baru kemarin saya 'berteriak' bahagia di Twitter dan IG pasca menonton penayangan perdana episode You Are My Glory. 


Tahu-tahu dramanya udah tamat aja. Kok sedih ya? Belum ingin pisah sama Yutu dan Jingjing. Ini drama bagus banget. Demi apa pun, You Are My Glory bagus banget. Rasanya saya nggak akan bosen-bosen bilang kayak gini. 


Saya ingat bagaimana saya yang belum begitu antusias saat keluar pengumuman Yang Yang-DIlireba bakal main bareng, lalu di suatu kesempatan, saya lupa detailnya mengapa saya termotivasi mencari-cari terjemahan novel You Are My Glory di Google, dan berakhir tergila-gila pada novelnya. Tidak terhitung sudah berapa kali saya ulang baca, nggak ada bosen-bosennya. Kisah Yutu-Jingjing bikin saya jatuh hati. Jatuh hati yang equal, pada Yutu, pada Jingjing. Namun semakin sering diulang baca, semakin paham saya, nyatanya Jingjing-lah yang berhasil merebut porsi terbanyak rasa suka saya. Percayalah, ini kali pertama saya membaca novel terjemahan Cina. Waktu itu, kelar baca saya langsung teriakin You Are My Glory di Twitter dan IG. Euforia yang saya rasakan sehabis baca novelnya tumpah ruah. Novelnya pendek, konfliknya ga yang gimana-gimana, tapi moral story yang saya dapatkan dari kisahnya Yutu-Jingjing bener-bener menyentuh. 


Saya yang semula tidak begitu antusias ini pun menjadi tidak sabaran menunggu kapan rilis drama You Are My Glory. Saya pengen ketemu Yutu-Jingjing secara 'nyata'. Berkali-kali di-php Tencent sebagai 'pemilik' You Are My Glory, hingga nyaris pasrah dengan jadwal penayangannya yang entah kapan itu. Dan akhir Juli kemarin akhirnya menjadi pemutus penantian panjang fans. You Are My Glory tayang! Percaya ga, saya emosional banget begitu ketemu Yutu dan Jing-jing di episode-episode YAMG yang ditayangkan di pekan pertama. Apakah karena pengaruh kelamaan nunggu, ataukah karena saya terharu melihat perwujudan visual Yutu-Jingjing yang berhasil memenuhi ekspektasi saya? 


Apa sih yang bikin saya sesuka ini sama You Are My Glory?


Storyline


Tentang dua mantan teman sekelas yang terpisah sepuluh tahun lamanya, lalu bertemu kembali dalam situasi yang sudah jauh berbeda. Qiao Jingjing telah menjadi aktris populer yang disukai banyak orang. Sedangkan Yutu, laki-laki yang pernah ditaksir berat Jingjing semasa sekolah kini bekerja sebagai insinyur di salah satu departemen antariksa Shanghai.


Pertemuan tak sengaja setelah sepuluh tahun itu terjadi gara-gara game online. Jingjing sebagai bintang iklan sebuah perusahaan game online nyaris saja kehilangan muka dan karirnya setelah seseorang memposting rekaman video permainan gamenya yang sangat memalukan di Weibo. Ia menjadi bahan pembicaraan dan masuk trending topic. 


Singkat cerita, Xiao Jingjing dan Yutu dari teman sekelas naik level jadi murid-guru permainan game online berkat kecerdikan dan keahlian aktingnya Jingjing HAHAHAHA. 


Yutu ngajarin Jingjing main game. Gara-gara postingan permainan game-nya yang mengenaskan itu, akhirnya pihak perusahaan game mutusin mau ngadain pertandingan game antara Jingjing dan para pemain game profesional untuk ngebuktiin kalo Jingjing tuh worth it jadi icon game online itu. Makanya Jingjing mati-matian belajar, diajarin Yutu. 


Emang Yutu nggak sibuk? Nggak. Jadi, Yutu nih emang lagi galau. Hidup dan karirnya sedang berada di persimpangan. Dia mempertimbangkan untuk berhenti jadi insinyur antariksa dan banting stir jadi pekerja kantoran di bank. Alasan finasial menjadi pemantiknya, dan ini berhubungan dengan kondisi kedua orang tuanya. Yutu mengambil cuti dari kantornya. 


Di titik terendah hidupnya ini, Yutu bertemu Jingjing. Seorang bintang yang bersinar terang di langit popularitas. Jingjing, teman sekelasnya yang sepuluh tahun lalu pernah ditolak cintanya oleh Yutu dengan alasan yang cukup menyakitkan hati. Ia hanya akan bersama dengan seseorang yang sepadan dengan dirinya, kurang lebih seperti itu katanya. 


Bisa ketebak alurnya, karena keseringan bareng akhirnya benih-benih rasa suka berkembang di hati Yutu. Bagaimana dengan Jingjing? Nggak usah ditanyain. Jingjing yang sekarang memang bukan Jingjing sepuluh tahun lalu, tetapi perasaannya pada Yutu tidak pernah beranjak ke mana-mana, tetap di sana. Setia.  



Tapi, masalahnya Yutu yang sekarang bukanlah Yutu sepuluh tahun lalu, si anak jenius dengan prestasi mentereng dan tentu saja kepercayaan dirinya yang meluap-luap itu. Yutu yang sekarang sedang babak belur dihantam insecurity-nya sendiri. Sedang Jingjing... si bintang yang bersinar terang itu. 


Mungkinkah dua orang dari dunia yang terlalu berbeda, dan dua sudut pandang yang terlihat berseberangan bisa bertemu dan menetap di satu titik yang sama? Mampukah mereka memutus jarak yang jauh itu? 


Menonton 32 episode You Are My Glory memberikan saya sebuah pemahaman yang akurat soal bagaimana seharusnya cinta diposisikan sebagai kalimat aktif dan pasif di satu garis yang sama tanpa perlu mengorbankan satu sama lain, tanpa harus melihat siapa yang lebih besar porsi mencintai-nya. Drama ini sekilas mungkin terlihat seperti kisah cinta biasa yang manis, tidak terlalu rumit, too good to be true, tapi sesungguhnya spirit cintanya Yutu-Jingjing tidak semata dongeng cinta yang hanya berakhir di buku. Ia ada. Hidup pada mereka yang mampu mencintai dengan berani. 


Ya. Cara Yutu dan Jingjing mencintai pasangannya rasa-rasanya tidak berasal dari cerita dongeng yang jauh, tetapi dekat dan lekat dalam kehidupan kita. Moral ceritanya bagus banget. Bagus banget. Huhuhu pengen nangis. 




You Are My Glory bukan melulu tentang kisah cinta picisan, di sini ada mimpi, perjuangan, juga integritas. 

Cinta yang sederhana, tulus, apa adanya, dan menguatkan. Itulah Yutu dan Jingjing. 

Menonton You Are My Glory membuktikan (setidaknya pada saya) bahwa drama yang bagus enggak melulu mesti diisi plot, storyline dan konflik yang berat untuk bisa dinikmati penontonnya. 32 episode You Are My Glory saya tonton tanpa skip. Inget, ini drama Cina. If you know what I mean... Hehehe. 


Drama yang nggak ada antagonisnya. Jika pun perlu menunjuk satu pihak yang menjadi antagonis di drama ini, maka itu adalah perasaan insekyur-nya Yutu. Ini juga yang menjadi pemantik konflik. Latar belakang pekerjaannya Yutu sebagai insinyur antariksa menarik banget. Kayaknya baru kali ini deh nemu drama yang pake latar pekerjaan ini. Sedikit banyaknya saya jadi tahu kayak gimana dunia kerja seorang aerospace engineering. Ga gampang. Udahlah kerjaanya berat, bakan waktu, ngorbanin emosi, belum lagi jika sudah berkeluarga... jadi istri insinyur antariksa ga mudah euy. Harus kuat lahir batin.

Filosofi pekerjaan Yutu dan Jingjing menurut saya selain romantis, poetic juga. 

Character Development



Cerita You Are My Glory hanya berputar di kehidupan Yutu dan Jingjing. Mereka lah mayor character di drama ini. 


Di drama Cina adalah hal lumrah karakter utama cowoknya digambarkan sebagai sosok yang mendominasi, CEO kaya raya yang jutek, sempurna bla bla bla... lalu datanglah Yutu yang digambarkan dengan sangat manusiawi. Ganteng sih pinter sih tapi jiwa insekyur-nya berhasil matiin cahaya di matanya. Fresh aja liat karakter kayak gini di Cdrama. Karakter yang enggak dreamy. Perkembangan karakternya Yutu sejak SMA, lalu sepuluh tahun setelahnya, hingga ia jatuh hati pada Jingjing, menjauh, jatuh, patah hati dan... well, semuanya, sangat bagus dan detail. Kita yang nonton bisa paham kenapa dia kayak gitu, mau nyalahin juga ya nggak bisa. Berada di posisinya Yutu pasti nggak mudah. Tekanan emosinya gede banget.


Part terbaiknya Yutu ya masa-masa insekyur-nya dia. Gimana dia nge-review kembali situasi hatinya, merefleksi kesalahannya pada Jingjing, dan memperjuangkan kembali perasaan yang pernah ditolaknya habis-habisan. 




Kalo karakternya Jingjing--woahh. Di novel saya suka banget sama Jingjing, pas liat dia di drama makin tumpah-tumpah rasa suka saya ke dia. Strong, independen, down to earth, lovable, likeable, full of love--sebutin aja deh semuanya. Nggak ada alasan untuk nggak suka sama Jingjing. Salahkan ingatan saya, saya merasa ini kali pertama saya melihat karakter selebriti di drama kayak Jingjing. Penggambarannya nggak lebai, nggak annoying. Bukan stereotype selebriti di drama-drama yang udah pernah ada. Tau sendiri kan gimana karakter selebriti ditampilkan di drama? Dengan semua blink-blink kehidupan dan attitude-nya. Jingjing berbeda. Meski tanpa status selebritinya, Jingjing tetaplah seorang perempuan mandiri yang tahu betul nilai dirinya. Ia cerdas. Ia tahu bagaimana mencintai dirinya sendiri. Orang dengan mental seperti ini biasanya memiliki mata yang jernih, dan dengan mata ini ia bisa mencintai apa dan siapa yang berada di sekelilingnya. Sepanjang apa dan siapa itu layak untuk dicintai. Lihat saja bagaimana ia mencintai Yutu. Huhuhu nangisin Jingjing lagi sayah.... udah cantik wajahnya, cantik pula hatinya. Luar dalem cantik. 


Jingjing menjadi role model bagi dia yang jatuh cinta lalu menggunakan energi jatuh cintanya itu untuk berusaha menjadi versi terbaik dirinya sendiri. Ditolak Yutu jaman SMA, lalu ditolak lagi sepuluh tahun kemudian, ga lantas bikin dia senewen trus menye-menye ga jelas. Hatinya Jingjing kuat banget. Stan Qiao Jingjing, everyone! Jingjing tuh pure banget. Ga paham lagi saya sama karakter satu ini.


Acting & Chemistry



Edan. Gilak. Luar biasa. Pusing sayah.


Pusiiiiiing, chemistry-nya Yang Yang dan Dilireba bagus banget. /tarik napas panjang lalu hembuskan perlahan, lanjutin pusingnya/.


Akting tapi kayak nggak akting, ngerti kan maksud saya? Bahkan sampe ke gestur sederhana aja bisa bikin baper berat. Kelewatan naturalnya! Pusing pusing pusing!! Kok mereka bisa bagus banget ya chemistry-nya? Another level pokoknya. 

 
Harus diakui nyawa You Are My Glory nih letaknya ada di aktingnya Yutu-Dilireba, dan chemistry mereka berdua. Saya betah deh nonton mereka meskipun cuman ngobrol-ngobrol aja. Those sparkling eyes can't lie, pemirsah. Yang nonton baper, cemburu, iriiii. Paling parah yang single sih. Ga usah ngebayangin gimana perasaan mereka. Ehm. HAHAHAHAHA.


Seriiiiing terjadi di drama romantis Cina, pas udah masuk fase pacaran, mood nontonnya jadi amburadul. Bisa karena akting yang monoton, bisa juga karena scene-scene-nya yang unnatural alias maksa for the sake of romance thingy. Nah, beda kasus sama Glory couple. Setelah pacaran malah makin makin makin bagoooooos chemistry-nya. Ga ada satupun scene Yutu-Jingjing yang bikin saya meringis ga nyaman atau cringe, ga ada! Semuanya bagus, semuanya natural, semuanya bikin baper!! SEMUANYA! /nangisin nasib si tukang baper/.  




Aktingnya Yang Yang berkembang pesat. Terakhir nonton dramanya ya Love O2O, rilisnya udah lama. Saya nggak tertarik nonton drama-dramanya yang rilis setelah Love O2O itu. Memerankan karakter Yutu, Yang Yang sukses besar mengeksplor aktingnya sendiri. Akting lewat matanya luar biasa sekali. Bukti bahwa akting Yang Yang udah another level bisa dilihat dari scene-scene nya dia yang minim dialog dan hanya mengandalkan mimik dan sorot mata, sebagai penonton, saya bisa merasakan gejolak emosinya dari situ. Saya tahu apa yang apa yang sedang dipikirkan Yutu, dan turut bersedih dengannya. Sisi rapuh dan rentannya Yutu di novel dihidupkan Yang Yang dengan sempurna. Sekali lagi, Yutu bukanlah tipikal lead male yang digambarkan sebagai sosok sempurna. Ia menjadi sempurna karena ketidaksempurnaan yang dimilikinya. Yutu yang insecure, Yutu yang vurnerable, Yutu yang kehilangan kepercayaan dirinya karena tekanan realita yang menghantam kuat-kuat. Karakter yang sangat relatable. Good job Yang Yang! I love you even more!


Yang Yang makin makin makin ga 'sopan' gantengnya. Pengakuan jujur, selama nonton saya berkali-kali terdistraksi sama ketampanannya dia HAHAHAHAHA tolongin sayahhhh. Se-paguyuban udah say goodbye sama Xiao Nai nih 😂😂. Peletnya Yutu ga ada lawan sih. Maapin kita ya Xiao Nai.





Dilireba... Dilireba Dilmurat. Auranya sebagai Qiao Jingjing ga maen-maen. Seolah-olah karakter ini memang hanya diperuntukkan padanya. Deskripsi Qiao Jingjing di novel perfectly match sama Reba. Akting Reba hidup banget, ekspresif. Nggak ada satu pun momen-nya sebagai Jingjing yang keliatan off. Bahkan hingga ke detail. Tingkahnya Jingjing gemesin, bikin kagum. Ya itu, natural. Mo akting kiyut mo akting adorable, akting apa aja ga bikin eneg. Saya nge fans sama Jingjing. Di antara semua peran Reba yang pernah saya nonton, Jingjing ini yang paling saya suka. 

Karakter-karakter pendukungnya juga bagussss. Cameo-nya ga main-main, ada Wu Qian. 😍

Sinematografi




Di menit-menit pertama episode satu udah ketauan, You Are My Glory bukanlah drama abal-abal. Sinematografinya keren banget! Nggak mungkin low budget ini mah. Tencent nggak nanggung ngeluarin duit banyak untuk menggarap drama ini.


Yang bikin saya ngerasa amazing adalah gimana directing dramanya bisa sempurna menangkap mood si tokoh. Misalnya nih, warna emosinya Yutu senyawa dengan angle dan pemilihan tone gambar. Bagaimana di episode awal drama ini mengenalkan karakter Yutu dan Jingjing, ini tuh bagus banget. Sejak awal penonton udah dikasih firasat bakal kayak gimana perkembangan tokoh-tokoh ini. Dan mengingat ini adalah drama Cina, wajar para penonton terpesona. Satu-satunya yang saya kurang adalah scene mobil. Ga natural, ketauan pake efek wkwk. Heran deh, kok drama Cina kebanyakan kayak gini ya? Bisa ngaruh ke mood soalnya. 


Yang Yang nya ganteng ga ada lawan, Dilireba-nya anggun luar biasa, akting bagus, lalu ketemu angle directing yang te ope be ge te, penonton pun angkat bendera putih tanda menyerah; jatuh cinta berulang kali tanpa jeda sejak episode pertama hingga episode terakhir. 


Yang Yang dan Dilireba udah jodohnya sama You Are My Glory. Nggak ada yang bisa meranin Yutu-Jingjing seperti yang mereka lakukan. Chemistry yang rasanya akan sulit dicari tandemnya pada drama-drama mendatang. Maaf. 

Moral Cerita




Beautiful love story from beautiful people. 


Kisah cinta Yutu-Jingjing adalah salah satu kisah cinta terbaik yang pernah saya nonton di drama. Tanpa embel-embel latar pekerjaan mereka, cerita cintanya Yutu-Jingjing setara dengan cerita real life pasangan yang sudah bersama-sama dalam bilangan tahun yang tidak sedikit. 


Berawal sebagai teman sekelas, lalu teman bermain game, dan berakhir menjadi teman seumur hidup. Untuk bisa berada di titik yang sama, Yutu dan Jingjing enggak saling mengorbankan perasaan atau pekerjaan. Sebaliknya, rasa sayang dan cinta yang mereka miliki untuk pasangan memberikan energi berkali-kali lipat hingga mereka bisa menjadi versi terbaik diri mereka. Kehadiran satu sama lain bukan untuk saling melengkapi. Apa ya, saya nggak tau apakah penggambaran saya ini tepat atau enggak. Jingjing dengan seluruh kesuksesan yang ada padanya, tidak pernah mengendorkan semangatnya untuk selalu menjadi bintangnya Yutu yang paling terang. Saingannya Jingjing ya cuman Yutu seorang. 


Saya suka sekali caranya Jingjing dan Yutu saling mencintai. Di drama kita dikasih liat mereka saling mengunjungi tempat pekerjaan masing-masing. Dengan melihat langsung seperti itu, mereka bisa tahu dan kenal dengan dunia masing-masing. Karena ketika memutuskan mencintai seseorang, pemahaman dan penerimaan hanya bisa dihadirkan tanpa tapi bila kita sudah sepenuhnya mengenali seperti apa dunia dan isi kepala pasangan kita. Butuh effort, butuh kerja keras. Jingjing-Yutu bisa. /si jomlo ntah dapet dari mana rumus ini wkwk/  


Jingjing yang selalu antusias nanya-nanya atau bahasin pekerjaannya Yutu, walaupun banyak yang harus dirahasiain dari dia untuk alasan keamanan. Lalu Yutu yang sering ngebantuin Jingjing dengan naskah-naskah dramanya....



  
Simple banget ya mereka. Padahal kerjaan mereka sering bikin Yutu dan Jingjing berjauhan sampe berbulan-bulan lamanya. Huhuhu nangis beneran sayah, soalnya ngetik sambil dengerin The Time Monologue dan Fireworks and Stars.


Saya suka tatapan Yutu ke Jingjing, tatapan Jingjing ke Yutu. 

Suka cara Yutu meluk Jingjing. 

Suka becandaan mereka. Suka bagaimana mereka menghabiskan waktu-waktu kebersamaan dengan hal-hal simpel tapi bermakna. 


Saya suka semua momen Yutu-Jingjing, tetapi jika saya disuruh memilih satu saja maka pilihan saya jatuh kepada scene di episode 31. Jingjing dan Yutu siap-siap mau tidur. Ngobrol ringan, lalu Yutu tertidur duluan. Jingjing mematikan lampu. Nah momen setelah itu, Jingjing yang mengamati wajah Yutu dalam hening, menyentuh anak rambutnya, Jingjing yang tersenyum.... saya nangis. Bagus banget makna scene iniii. TERHARUUU. 


Jingjing dan cintanya ke Yutu sejak belasan tahun lalu tidak pernah berubah. Nggak bisa dipungkiri Yutu bisa mencapai versi terbaik dirinya karena kehadiran Jingjing di sisinya, bukan sebagai motor, tapi sebagai teman seperjalan yang baik.


Saya kok liat Yutu-Jingjing jadi keinget pasangan-pasangan yang mutusin pisah karena perbedaan prinsip, ketidakcocokan, terlalu sibuk, bla bla bla.... Perkara mencintai dan dicintai memang bisa menjelma kerumitan yang tidak pasti jika kita tak pernah benar-benar selesai dengan ego diri masing-masing. Iya, ga sih? Lagi-lagi saya teringat ucapannya Saka di Sabtu Bersama Bapak. 


Pasangan-pasangan yang tetap awet meski belasan tahun sudah lewat, apakah untuk bisa menjaga komitmen salah satu rumusnya adalah dengan membuka seluas-luasnya ruang pemahaman dan penerimaan terhadap pasangan? Tentu saja untuk hal-hal yang masih bisa ditolerir. Ada kata saling yang tidak pernah berat sebelah. 




Saya percaya di dunia ini ada banyak kisah cinta seperti Yutu dan Jingjing ini.


Melihat Yutu, saya teringat kalimat bagus yang sering diberikan orang kepada laki-laki sukses. Bahwa di belakangnya, berdiri perempuan hebat. Dalam hal ini, saya tidak percaya Jingjing berada di belakang Yutu. Ia berada di sampingnya. Selalu. Bahkan jauh sebelum Yutu menyadari betapa ia telah membuang 13 tahun dengan percuma. 


Jingjing yang selalu percaya Yutu akan menjadi seorang insinyur antariksa yang sukses. Ketika ditanya apa alasan keyakinannya itu, dengan tersenyum Jingjing menjawab, "karena dia menyukainya."


Jingjing tahu betapa Yutu mencintai lautan bintang. Jingjing nggak pernah luput menangkap raut bahagia dan optimisme di wajah Yutu setiap kali laki-laki itu membicarakan mimpinya di masa depan. Jingjing tahu lebih dari siapapun. 


Sayang banget sama Xiao Jingjing.

Isu-isu yang relate ke real life juga turut diangkat di drama ini. Melalui POV-nya Yutu, kita melihat orang-orang di usia 30-an yang struggle dengan pilihan-pilihan hidupnya. Antara mimpi dan realitas, idealisme dan kenyataan pahit yang memeluk erat. Yutu beruntung. Ia memiliki keluarga yang selalu siap mendukungnya. Tidak peduli jalan apa pun yang dipilihnya sepanjang itu bisa menjadi jalan bahagianya. Silakan. 


Segmen paparazzi juga menarik. Dikasih liat tuh cara-cara mereka membuntuti public figure demi konten berita bombastis, privasi orang diinvasi seenak jidat.  

Dahlah, ga usah sok-sok pengen punya pasangan kayak Yutu kalo belum sanggup mencintai seperti Jingjing mencintai Yutu. 😭😭

Closing

"You are already the rabbit who has seen most stars."



You Are My Glory versi drama telah berhasil menyempurnakan novelnya.


Tidak banyak novel yang diadaptasi ke bentuk film/drama bisa memuaskan dua pihak sekaligus: si pembaca dan dia yang belum sama sekali menyentuh bukunya. You Are My Glory bisa. Tidak ada satu pun dull moment yang saya temukan di drama. Memang ini bukan drama dengan cerita yang rumit, plot-nya mudah terbaca, namun tidak lantas membuat penonton berkali-kali menemukan dirinya tak sadar menghela napas bosan. Bikin ketagihan, iya. Baper? Nggak perlu ditanyain lagiii. Karena dramanya hidup banget, tentu saja berkat dukungan akting, sinematografi, dan OST yang keren. Oh, dan yang paling bikin betah; chemistry. Salah satu drama romantis Cina terbaik yang pernah saya nonton. Drama ini memiliki detail yang sangat bagus. You Are My Glory kereeeen!!!  

Suka banget ending dramanya.


Btw, si Yutu setelah pacaran kok langsung ngegas poll ya? Setelah nikah juga ga tetep sama, selalu memanfaatkan kesempatan untuk... um... HAHAHAHAHA.


Hayoooo ngakuu, siapa yang abis nonton Yutu-Jingjing auto hijrah ke kapal Yang Yang-Dilireba?
 
  

Tabik,
Azz.

Review You Are My Glory

by on 8/17/2021 09:01:00 PM
Ketika menulis postingan ini hati saya masih diliputi perasaan nano-nano, campur aduk, sedih bahagia, terharu, semua ngumpul jadi satu setel...