[Fangirl Zone] Hoppipolla : And Then There Was Us

 


“I will become the rain above your ocean, so that I can always come down to you, and hug you close...” –Hoppipolla, Ocean


Tanggal 20 kemarin, selepas Maghrib, pukul enam sore lewat tigapuluh menit saya sudah harus berada di dalam ruangan, bertatap muka dengan murid-murid saya. Saya punya jadwal mengajar setiap Senin dan Rabu malam. Itu adalah pertama kalinya saya keluar rumah setelah jatuh sakit sepekan penuh. Dua sekolah tempat saya mengajar diliburkan terkait Covid-19, tetapi tidak di tempat lain di mana saya (juga) turut melibatkan diri sebagai tenaga pengajar. Tentu saja protokol kesehatan tetap dijalankan.


Saya ingat, mini album kedua Hoppipolla dirilis hari itu. Bisa dipastikan saya tidak akan on time mengikuti perilisan album yang diberi judul And Then There Was Us itu. Tidak apa. Sepulang ngajar saja.


Tentang kambeknya Hoppipolla kali ini, saya sengaja menghindari spoiler dalam bentuk apa pun. Kalo pun kebetulan lewat di feed IG, saya cepet-cepetin biar tidak terbaca atau terdengar telinga saya. Lucu. Saya berharap dengan melakukan itu, saya akan mendapatkan efek surprise yang luar biasa dari lagu-lagu baru Hoppipolla nantinya. Iya, saya se-niat itu. Karena Hoppipolla spesial di mata saya, karena saya lebih dari percaya Hoppipolla tidak akan mengecewakan harapan saya.


Saya nih nunggu banget kambek-nya tapi di sisi lain mati-matian enggak mau tau gimana step by step menuju rilis album. Dasar aneh ya saya ㅋㅋㅋ


Saya ingin mendapatkan reaksi yang pure dari mendengarkan lagu-lagu dari mini album kedua Hoppipolla ini, anggaplah saya sedang mencoba untuk semakin menguatkan pendapat saya bahwa lagu-lagunya Hoppipolla adalah magic, adalah kunci-kunci yang bisa membuka pintu-pintu ruangan yang menyimpan rahasia-rahasia terdalam kita. Bahwa kita tidak mesti harus menjadi fans untuk mengakui sebagus itu lagu-lagu band yang terbentuk melalui ajang Superband jtbc ini.


Oh iya, saya sempet (enggak sengaja) kena cipratan audio snippet track nomor 2, The Love. Nggak pake ba bi bu, hanya beberapa detik potongan The Love sudah berhasil bikin saya pengen nangis. Padahal tau liriknya aja kagak, hanya bermodal  suara memelasnya Hyunsang diiringi petikan gitarnya Young-so. .


Pukul sembilan malam, saya tiba di rumah. Setengah bergegas mencari spot jaringan bagus. FYI, rumah saya terletak di satu kecamatan nun jauh di salah satu kabupaten di pulau berbentuk K, Sulawesi. Kecamatan yang menjadi bagian satu pulau kecil yang hanya berbentuk satu titik kecil di peta Indonesia. Kondisi jaringan internet di sini sangat mengharukan (baca; sekarat). Untuk di rumah saya, tangkapan jaringan yang bagus hanya ada di titik tertentu. Jadiiii, saya butuh perjuangan maksimal agar bisa mendengarkan full mini album Hoppipolla HAHAHAHA.


Dan ketemulah saya dengan 너의 바다(Ocean) yang menjadi track utama album And Then There Was Us.



Bagaimana rasanya?


....


      rasanya....


Rasanya seperti bertemu teman lama. Teman yang sudah lama membersamaimu, yang acapkali kamu lupakan keberadaannya, tetapi dia tetap di sana, mengawasimu, mendoakanmu, memelukmu dalam hening yang suara-nya hanya bisa dipahami oleh kalian berdua.


Teman itu, dirimu sendiri.


Saya menangis. Diam-diam. Sendirian.


Ocean terdengar sangat personal di telinga saya. Ada kesedihan yang begitu intim dan sendu. Tetapi ini bukan sejenis patah hati.


Pernah nggak sih ngerasain sedih dan menangis tapi itu nggak bikin kamu terlihat seperti orang depresi? Lebih ke yang merasa lega aja. Karena menangis tidak melulu bergandengan hal-hal yang menyakitkan, iya kan?


Itulah first impression saya terhadap Ocean.




And Then There Was Us yang merupakan mini album kedua Hoppipolla terdiri dari 8 track. Saya nih bingung mau bahas album secara keseluruhan atau per track nya? Oiya, saya bahasinnya lagi-lagi enggak pake term of music ya—saya nggak tau apa-apa soal itu. Saya menulis ini dari sudut pandang pendengar lagu-nya Hoppipolla saja. So, bear with me, ok?


track 1, Where Is


Saya merinding denger track pembuka album ini. Aransemen dan liriknya—dua-duanya bikin merinding.


“... we are face without desire.” 


Bagian ini! Moga aja saya ga salah nangkep lirik.. Yang saya tangkap adalah ungkapan frustasi, tentang hal-hal yang sudah terjadi, yang tidak bisa di ctrl + Z dan ditulis ulang. Apakah ini ada hubungannya dengan judul albumnya? ... there was us. Was. Past tense.


track 2, The Love


Pertama kali mendengar lagunya, saya hanya mengetahui beberapa potong arti lirik lagunya. Kontradiksi. Itulah yang terbayang di kepala saya. Lalu setelah mengetahui arti lirik lagunya. Tiba-tiba saja saya merasa lagu ini menjadi sangat personal bagi saya. ada satu baris liriknya yang membuat saya teringat satu sosok yang pernah mengisi puncak list orang yang paling saya benci di hidup saya.


“In order to hate you, how many excuses did we look for?”


Lirik The Love poetic sekali menurut saya. Maknanya tersirat dan dalam, yang artinya apa yang dimaksud penulis liriknya bisa saja dimaknai berbeda setelah tiba di kepala pendengar lagu lainnya.


Coba deh perhatiin...

[Hyunsang] There are traces of people passing by in my heart

There is a rusty mirror which is about to break

In that dried-up riverside, I see a dirty child

[I’ll] Just some steps of returning back slightly

On the roadside, there is a shiny mirror which I’ve always wanted

By that riverside where the water overflows

I see a child who resembles me.


Bagaimana kalau tokoh utama yang dimaksud penulis lirik The Love adalah dirinya sendiri? A Rusty Mirror, Dirty Child...


A shiny mirror which I’ve always wanted...


Asli, ini lagu punya makna yang dalam sekali. Sedih.


Klimaks lagunya menurut saya dimulai di menit ke 02.07 hingga menuju akhir lagunya. Monolog-nya Hyunsang (CMIIW) dan suara-suara orang seperti berdebat (sibuk menyalahkan entah?) yang menjadi latar belakang melengkapi intensitas konflik lagunya. Cara mengakhiri lagunya juga dramatis. Seperti ada yang tidak selesai. Ini track paling dramatis dan intens dari album And Then There Was Us, setelah Where Is.


Plis, saya kepo pengen tahu suara orang-orang di belakang lagi ngomongin apa? Ada yang tahu?


track 3, 너의 바다(Ocean)



“Shall we go to the ocean?”


Saya membayangkan laut dan langit biru di hadapan saya.

Tapi ocean yang dimaksud dalam lagu ini bisa saja merujuk ke hal lain. Bukan dalam arti sesungguhnya. Sebuah metafora. Bisa saja.


“You were walking in ocean depth alone.”


Saya nangis di sini.

Ada dua tokoh utama di lagu ini. Si Aku dan dia yang menghabiskan waktunya sendiri, yang berjuang melewati hari-harinya sendirian. Sambil mendengarkan lagu ini, saya membayangkan dua orang berjalan (tidak) bersisian di pinggir pantai. Satu di belakang, sedang satunya lagi agak mendahului di depan. Orang yang berjalan di belakang begitu lekat menatap punggung orang yang berjalan di depannya. Punggung yang sanggup berbicara tentang banyak hal, tentang apa-apa saja yang telah dilewati pemiliknya, tentang rahasia-rahasia yang disimpan untuk dirinya sendiri.


“Finally, at last, I can see your ocean.”


Pas di sini, di MV-nya ada pintu yang menggulung, membuka. Lirik dan scene Mv-nya berjalan beriringan.


Lalu masuklah pada klimaks lagunya di menit ke 03.18. Gitarnya Young-so dan Cello-nya Jin-ho tidak saling bersahutan tapi bersama-sama menciptakan klimaks. NANGISSSS. Lirik yang mengisi part ini menurut saya menjadi highlight Ocean. Inti lagunya.


“I will become the rain above your ocean,

so that I can always come down to you, and hug you close.”

.


Saya tidak tahu apakah ini hanya perasaan saya saja, ‘Shall we go to the ocean’ di pembuka dan penutup mempunyai tone yang berbeda. Atau mungkin karena nada piano yang mengikuti setelahnya berbeda, sehingga suasananya pun menjadi sangat jauh berbeda. Di pembuka lagu, shall we go to the ocean—seseorang menawarkan dan disambut. Sedang shall we go to the ocean yang menutup lagunya hanya berakhir pada tanda tanya. Shall we go to the ocean?


Yang paling sulit adalah menjelaskan perasaan yang kita miliki dalam bentuk kata-kata, menjadi sekumpulan kalimat yang senada dengan perasaan itu sendiri. Seringkali kata-kata dan kalimat tidak bisa sepenuhnya mampu mewakili perasaan kita dengan utuh. Itulah yang terjadi pada saya ketika mencoba menguraikan perasaan saat saya mendengarkan Ocean.


... shall we go to the ocean?


Ocean bisa mewakili siapa saja. Maknanya universal. Inilah yang menjadi kekuatan luar biasa Hoppipolla. Lagu-lagunya berubah menjadi sangat personal, tergantung pada kondisi psikologis dan perspektif orang yang mendengarkannya. Seperti halnya saya dan first impressions saya terhadap Ocean yang berubah setelah saya mencoba memahami lirik lagunya memakasi POV orang yang berada di luar lingkaran cerita. Di waktu lain, saya atau siapa pun bisa leluasa memilih menjadi tokoh utama lagunya. Dan rasakan perbedaan garis-garis emosinya. Satu yang pasti, mustahil melarikan diri jebakan emosi yang diciptakan nada-nada lagu Hoppipolla.


Tentang Ocean, ini adalah puisi yang mengisahkan satu tempat paling rahasia yang selalu dimiliki setiap manusia. Ocean adalah puisi yang diberi nada. Kalem. Kaya akan emosi. Dan rahasia.


Eh, coba deh dengarkan Our Song dan Ocean secara berurutan. Dua perjalanan warna emosi yang saling beririsan. Sesungguhnya, emosi-emosi manusia tidak pernah berdiri sendiri. Ia tidak tunggal. :’)


track 4, Unnatural


Ini adalah lagu yang paling mudah saya pahami. Jika saya diminta membayangkan pemandangan apa yang saya lihat di hadapan saya saat mendengarkan Unnatural, inilah yang muncul :


Malam hari. Kamu berjalan seorang diri, melintasi trotoar jalan yang tidak lengang tetapi tidak terlalu ramai juga. Lalu kamu memilih duduk di tempat di mana kamu merasa bisa leluasa mengamati orang-orang yang berlalu lalang. Kamu dan isi kepalamu.


Unnatural adalah tentang manusia yang mempertanyakan manusia lainnya. Ia yang tidak menyadari bahwa ia pun tidak kalah aneh-nya dari orang-orang yang dipertanyakannya itu. HAHAHAHA.


Bohong besar kalau kita nggak pernah duduk kayak orang bego, dengan isi kepala sibuk bertanya-tanya mengenai manusia dan keanehan-keanehannya.


“I thought we were on the same path,

We’re just walking to different places and gradually separate from each other.”


track 5, Mom


“I do. I do. I do.”

Baru masuk pembukaan lagu, belum masuk ke lirik, hanya alunan piano dan cello, saya udah nangis duluan. Efek judul ternyata membawa pengaruh besar. Mom, track kelima ini judulnya Mom. Mama. Ibu. Emak. Makanya begitu piano dan cello terdengar pertama kali, bayangan ibu saya seketika mendatangi saya.


“In the view of her back which I’ve been looking at,

I can see she has too much burden...”


Ibu saya ibarat rentetan kisah-kisah hidup paling sedih yang pernah saya baca. Ibu saya, perempuan paling kuat yang pernah saya kenal. Ia menyerupai kesedihan yang sudah melupakan wajahnya sendiri. Karena ia sudah terlalu akrab, sudah terlalu terbiasa dengan kesedihan, sebab itulah ia memilih melepaskan kemampuannya mengingat seperti apa rasanya.


Air mata saya mengalir deras. Saya tidak bisa berhenti menangis bahkan setelah lagunya selesai.


Perasaan seperti apa yang muncul ketika mendengarkan Mom akan berbeda bagi saya dan orang lain, tergantung bagaimana kita mengingat ibu kita masing-masing, atau tergantung pada imej sosok ibu yang menempati ingatan kita selama ini. Tetapi saya cukup yakin soal ini, mendengarkan Mom membuat kita ingin berlari dan memeluk erat ibu kita saat itu juga seraya mengucap terima kasih dan maaf.


“I hope the countless days which we spend together were a journey of happiness.”


Dan kita memiliki harapan yang sama.

Selain pada judul, tidak ada satupun lirik lagu ini yang memasukkan kata mom. Tapi saya rasa siapun dia yang mendengarkan lagu ini akan bersepakat betapa kuat guncangan emosi yang diakibatkan oleh lagunya.


Sudah tidak terhitung berapa kali saya mendengarkan Mom dan saya tetap saja bisa dibuat menangis. .


track 6,  유랑 (Wander)


WAAAAHHHH. Track 6 ini kayak pengen bilang ke saya ‘SURPRISE!!!’ HAHAHAHA. Wander adalah harta karun tersembunyi di album ini.


Tau nggak apa yang muncul di kepala saya pas saya dengerin instrumen ini? Suasana pedesaan Korea Selatan di musim gugur dan musim dingin. DAAAAAN ada satu drama yang tiba-tiba nongol gitu aja, refleks. When The Weather is Fine!! OMOOOO. Sumpah, instrumen Wander ngeklik banget dengan nuansanya When The Weather is Fine. Saya langsung kepengen rewatch lagiiii. Wander tuh berasa lagi ngajakin nostalgia .


Serasa ada unsur musik tradisonal Korea-nya, tebakan saya bener ga sih? Cello-nya Jin-ho nim itu lohhh. Sukak banget track 6.


track 7, And Then There Was Us (Hidden Track)


Misterius.

Ada yang bisa ngasih tau saya tentang track ketujuh yang menjadi hidden track sekaligus menjadi judul albumnya Hoppipolla ini? Di awal instrumen ada suara orang seperti melakukan sesuatu. Lalu ada yang nyanyi Hyunsang atau I’ll itu...


track 8, 너의 바다 (inst)


Kkeut.



Saya tidak bisa memilih track favorit saya. Saya suka semuanya. Mendengarkan 8 track album ini masing-masing telah memberikan pengalaman perjalanan emosi yang berbeda tetapi menjadi utuh dan tidak terpisahkan satu sama lain.


Saya senang sekali, setelah eksplorasi emosi yang luar biasa, Wander hadir. Posisi Wander mirip dengan Sorang dari Spring to Spring.


Mini album kedua Hoppipolla terasa jauh lebih personal dan intim bagi saya. Eksplorasi emosi yang coba dilakukan sangat mengejutkan. Dengan atau tanpa lirik pun saya tetap bisa dibuat mengharu biru. Secara keseluruhan tone albumnya sangat melankolik.


Entah mengapa saya merasa album ini seperti bermaksud mengajak saya mengkilas balik hari-hari yang sudah pernah saya lewati, beberapa ingatan di antaranya sudah hampir saya lupakan—terlupakan


Past tense.

Album And Then There Was Us sangat cocok menemani kita ber-kontemplasi.


Mungkin kamu bisa memilih satu hari, di antara sekian hari-hari yang (acapkali) terlalu melelahkan untuk bisa dilalui, kamu duduk seorang diri. Diam saja, tidak melakukan apa-apa. lalu cobalah dengarkan album And Then There Was Us.


Mungkin, setelahnya kamu akan berkeinginan sangat kuat untuk memeluk dirimu sendiri.  Karena itulah yang terjadi pada saya.


Ada yang pernah bilang, masa lalu jangan diungkit lagi, masa lalu cukup ditinggalkan di belakang tidak perlu ditengok lagi. Tapi, bagaimana jika di penghujung hari yang tidak terlalu menggembirakan kamu tidak sengaja mengingat-ngingat masa lalu dan kamu tersadar betapa jauh hidup telah membawamu pergi, kamu pernah melewati hari-hari paling kelam dan berat dan kamu masih bisa berdiri di hari itu.


Masa lalu bisa menjadi bukti, kamu kuat. Semoga kamu tidak memilih menyerah setelah melewati hari-hari yang sulit, meski sendirian.


“Hoppipolla is unfamiliar word in Korea. I wish people would imagine scenery and get comfort by listening to our music without knowing the meaning of the word.” –I’ll




Terima kasih Hoppipolla telah menjadi pelukan yang hangat, sekali lagi, untuk saya. I am a fan of you, guys! Kalian amazing!


Tabik,

Azz

#JanuariNgeblog2021

No comments:

Post a Comment

Haiii, salam kenal ya. 😊