Sinopsis Cheer Up/Sassy Go! Go! Episode 1 Part 1
SMA Sevit malam
hari, seorang siswa perempuan berjalan melewati gerbang dan taman sekolah
menuju gedung belajar. Setiap kali kakinya melangkah, lampu-lampu di sisi kiri
dan kanan jalan ikut menyala.
Dialah Kang Do
Yeon. Berikut narasi Yeon Doo, seperti ingin memberikan gambaran posisi dirinya
di sekolah bergengsi itu.
“Sekolah punya
romantika remaja,” katanya sambil tertawa tak ikhlas. Dalam sekejap ia berada
di antara teman-teman sekolahnya yang lain yang sedang sibuk dengan kegiatan
belajar. Yeon Doo mengeluarkan secarik kertas dari kantung bajunya. Masih
dengan tawa tak ikhlasnya, dibacanya dalam hati apa yang tertera di sana.
= Peringkat 196 dari 200 siswa =
“Gadis sinting!”
Yeon Doo merutuki dirinya sendiri. Dan kertas itu pun berakhir dengan kusust di
tangannya.
Kang Yeon Doo :
bagi siswa di peringkat 196, romantika remaja itu hanyalah omong kosong. Aku
menyadari hal ini setelah belajar selama 15 jam sehari. Hidup sungguh tak adil.
Anak-anak yang berprestasi dalam akademis memang terlahir brilian. Dan bukan
hanya itu, si olahraga mereka juga bagus, kepribadiannya pun bagus. Mereka
cantik dan tampan dan juga kaya. Inilah kenyataan menyedihkan bahwa tidak ada
sukses begitu mudahnya bagi mereka yang dari keluarga sederhana.
Jadi, aku dalam piramid
rantai makanan berada di urutan paling bawah.
Kang Yeon Doo
masuk ke sebuah ruangan yang merupakan ruangan latihan anak-anak Real King,
klub dance di sekolah Sevit. Di sana sudah menunggu teman-teman se-klubnya.
Begitu Yeon Doo tiba, satu persatu mulai mengeluarkan hasil ujian
masing-masing. Mirisnya tak ada satu pun yang memiliki nilai bagus. Rata-rata
bercokol di peringkat 196-200 dari 200 siswa. Salah satu teman Yeon Doo yang
paling gendut di antara lainnya, hampir menangis dengan hasil yang
diperolehnya. Temannya yang lain mencoba menghiburnya dengan mengatakan masih
ada peringkat 198, Yeon Doo turut memamerkan
peringkat 196-nya. Aigooo, these kids
didn’t help at all.
“Hei, sudahlah!
Kau kan sudah berusaha yang terbaik? Itu kan masalahnya? Sudah. Ayo kita
latihan!” ucap Yeon Doo. “Berdiri!”
“Ya! Ayo kita
latihan!” sahut lainnya.
Kang Yeon Doo
bernarasi, “ranking 200 lebih nyaman dari
ranking ke-196. Di tempat yang panas ini kami bernapas bersama.
= 1 tahun kemudian. Kang Yeon Doo,
murid kelas 2 SMA =
Yeon Doo dan
teman-temannya se-klub sedang serius dan semangat latihan ketika tiba-tiba
musik berhenti. Seseorang mencabut kabel colokan yang menghungkan tape ke
aliran listrik. Pelakunya tak lain tak bukan adalah Seo Ha Joon, anggota klub
Baek Ho. Salah satu klub yang isinya anak-anak yang memiliki peringkat
tertinggi di sekolah. Rupanya ruangan latihan Real King dan ruang belajar Baek
Ho berdekatan. Jadi anak-anak Baek Ho merasa konsentrasi belajar mereka
terganggu oleh musik dari ruangan Real King. Kwon Soo Ah, si peringkat dua
sedikit kesal melihat Kim Yeol, ketua klub Baek Ho sekaligus si anak jenius
yang memegang peringkat satu, tenang-tenang saja. Sedikit pun tak merasa
terusik.
Di ruang latihan
Real King, Yeon Do mengeluarkan perintah agar generator listrik menggunakan
daya pedal sepeda diputar (?). Si anak paling gemuk yang kena jari telunjuk
Yeon Do. Meski dengan sedikit protes, tetap dilakukannya juga intruksi Yeon Do.
Dan musik pun mengalun kembali.
Yang kebakaran
jenggot akibat suara berisik itu sekali lagi adalah klub Baek Ho.
“Ketua, apa ini
tidak mengganggu?” tanya seorang anggota klub dengan intonasi kesal. “Lakukan
sesuatu kek.”
“Mereka begitu
bukan untuk mau masuk Universitas S! Memangnya apa sih yang mereka lakukan?”
tambah seorang anggota klub lainnya.
Kim Yeol menarik
napas panjang.
Sementara itu,
di satu ruang terpisah terjadi pertemuan kepala sekolah, guru-guru serta para
orangtua murid. Wakil Kepala sekolah sedang melakukan presentasinya mengenai
prestasi SMA Sevit yang berhasil meloloskan 43 siswanya masuk ke Universitas S.
Tahun ini SMA Sevit menaikan targetnya dengan harapan bisa mengirim 50%
siswanya ke Universitas SKY (universitas top). Tepuk tangan riuh orang tua
siswa dan guru-guru memenuhi ruangan tersebut.
Salah seorang
orang tua siswa bertanya apakah sekolah mau mengizinkan anak-anak ikut klub?
Sebagai jawabannya, Wakil Kepala sekolah mengatakan bahwa untuk hasil terbaik
ujian, aktivitas di klub juga penting.
“Anakku bilang
salah satu klub sangat berisik,” lanjut si ibu mengajukan protesnya.
Choi Hyun Mi—Ibu
Kwon Soo Ah ikut menambahkan. “Klub yang hanya melakukan kegiatan untuk
mendukung mereka masuk universitas apa memang diperlukan?”
Ibu Kepsek
merasa tersindir ditambah lagi dengan gestur ibu Soo Ah yang seolah meminta
agar Ibu Kepsek memberikan penjelasannya. Ibu Kepsek segera maju ke depan,
merebut mic dari tangan Pak Wakepsek.
“Tentu saja,”
ujarnya. “Kebijakan sekolah adalah membubarkan klub apapun itu yang menganggu
siswa lain.
Ibu Soo Ah
tersenyum puas. Sigh....
Kembali ke perseteruan
dua klub yang bertetangga ruangan. Di saat anak paling gemuk—Min Hyo Shik—semangat
menggenjot pedal sepeda, rekan-rekannya yang lain melanjutkan latihan dance.
Dan tahukah balasan yang dilemparkan klub Baek Ho? Kim Yeol memutar musik
klasik dengan volume sangat tinggi hingga bisa menyamai bahkan melebihi volume
musik klub Real King. Otomatis mereka menghentikan latihan karena tidak bisa
seirama dengan musik. Kali ini, tak hanya anak paling gemuk yang menggenjot
pedal sepeda, Yeon Do juga ikut di belakangnya.
“Kita tidak akan
pernah kalah!” teriaknya.
“Ini perang!
Perang!” balas temannya.
“Real King! Real
King! Real King! Real King!”
Yang lainnya
ikut membantu dengan meneriakkan yel-yel. Hahaha.
Kim Yeol
menaikkan volume tape hingga mencapai maksimum. Tak mau kalah, Real King
menambah empat radio plus dua speaker sekaligus! Akibatnya generator mencapai
titik panas tertinggi dan mengalami korslet.
Yeon Do mengomel
marah. Diajaknya teman-temannya melabrak Baek Ho.
Pertemuan pihak
sekolah dan orang tua siswa selesai diikuti dengan tur singkat melihat-lihat
ruangan-ruangan sekolah. Di sela-sela itu, Ibu Soo Ah menyempatkan diri
mengirim pesan ke Soo Ah, memberitahukan keberadaannya di sekolah dan agar Soo
Ah tidak melakukan hal-hal yang bisa menimbulkan keributan karena itu akan
berimbas pada peringkatnya. Hadeuh.
Konfrontasi dua
klub, Real King dan Baek Ho berlangsung intens. Yeon Do yang merupakan teman
sekamar Soo Ah (anggota Baek Ho) di asrama sekolah memberikan isyarat pada Soo
Ah. Seperti ingin bilang, ini di luar kendalinya. Di saat yang sama, sms dari
ibunya masuk ke ponsel Soo Ah. Soo Ah segera menyadari situasi. Ia sedikit
menarik diri dari keributan itu. Berbeda dengan Yeon Do. Ia mulai melancarkan
kalimat-kalimatnya yang sarat kekesalan dan bernapa protes.
“Apa masuk akal?
Kami bahkan tidak bisa memakai listrik? Memangnya ini jaman Joseon?”
Kim Yeol maju
selangkah. “Kami yang memutus listriknya. Kalau begitu kau harus rajin
belajar.”
“Begitu ya?”
Yeon Do mengulas senyum tak mau kalah. “Kenapa kami tak bagus dalam belajar
lantas dilarang menggunakan AC, kulkas, filter air dan listrik?”
“Sekolah ini
aneh sekali. Pemenang menguasai semuanya,” kata Kim Yeol mengejek.
Yeon Do
terpancing. “Benar! Hasil ujian kami memang payah, puas?”
“Ya, iyalah...
memang sulit. Kalian kan bodoh.”
Ucapan Kim Yeol
kali ini turut pula memancing emosi anggota klub Real King lainnya. Sementara
anggota Baek Ho menyemburkan tawa olok-olok.
“Ya! Kau
meremehkan kami karena kami tidak pintar?”
“Kami cuma ingin
berbagi listrik. Itu saja tidak bisa?”
“Aku tidak punya
alasan untuk berbagi,” sahut Kim Yeol.
“Coba pahami
konsepnya, oke? Anak macam kalian terlahir lebih sampah dari kami.”
“Sampah?” Seo Ha
Joon marah disebut sampah.
Kim Yeol masih
menanggapi kekesalan klub Real King dengan santai tanpa emosi. “Hati-hati,”
katanya. “Dunia lebih kejam dari yang kaukira. Kenapa? Karena orang seperti
kalian tidak punya rasa takut, jadi kalian tidak bisa dapat apa-apa.”
Yeon Do
mendengus sebal.
Yeon Do : Baek
Ho, hanya meminjam nama klub ‘cheerleader’,
ada di top 5% atas. Pemenang yang mengambil semua harta rampasan. Dengan
kata lain kelompok terbaik di Sevit.
Real King, klub street
dance. Urutan ke-8 dan ada di 5% terbawah. Klub memalukan untuk SMA Sevit.
“Kalau tidak
punya apa-apa, menyerah sajalah. Atau kau tak tahu karena memang bodoh?”
Disebut bodoh
berkali-kali oleh Kim Yeol, emosi Yeon Do meledak.
“Hari ini,
mampus kau!” cetusnya sambil membuka ikat kepalanya. Ia maju menyerang Kim
Yeol. Perang pecah. Dua kelompok itu saling serang... tapi, gaya berkelahinya
benar-benar lucu. Alih-alih mendapat perlawanan dari Kim Yeol, rambut Yeon Do
malah tersangkut di papan nama milik cowok itu. Jadi, Kim Yeol tidak melakukan
apa-apa. Ia mengangkat tangan menyaksikan Yeon Do menjerit kesakitan berusaha
melepaskan anak rambutnya yang tersangkut. Kwon Soo Ah melangkah mundur,
mengambil jalan aman agar tidak ikut dalam lingkaran kekacauan itu. Ia ingat
peringatan dari ibunya. Anak-anak lain yang melihat kejadian itu hanya ikut
bersorak. Ketika akhirnya Yeon Do bisa melepaskan rambutnya, ia meraih kerah
baju Kim Yeol.
Saat itulah Yang Tae Bum—wali kelas—muncul menghentikan
perkelahian itu. Sebenarnya kedatangan Guru Yang benar-benar tepat karena
beberapa detik setelah klub Real King dan klub Baek Ho kocar-kacir
menyelamatkan diri masing-masing sebelum terkena hukuman, rombongan Ibu Kepsek
dan orangtua murid melewati koridor yang sempat menjadi TKP (tempat kejadin
perkara). Fuh. Im Soo Yong—Pak Wakil Kepala Sekolah—mencium ketidakberesan di
tempat itu. Ia mengintip ke ruangan di dekatnya dan dilihatnya anak-anak klub
dance duduk berdempetan sambil menyembunyikan wajah mereka.
Guru Im histeris
mendapati generator yang harganya mahal itu telah rusak. Akibatnya anak-anak
klub Real King dikurangi lima point yang sontak disambut nada protes. Guru Im
balik mengancam jika mereka melakukan kesalahan lagi maka klub dance akan
dibubarkan.
Kim Yeol dan Ha
Joon keluar dari ruang belajar Baek Hoo ketika Kim Yeol mendapat panggilan
telpon dari Kim Byung Jae—ayahnya. Kim Yeol mengabaikannya.
Di tempat lain,
masih di lingkungan Sevit, Kwon Soo Ah menemui ibunya.
“Kamu sudah siap
menghadapi ujian tengah semestermu?” tanya ibunya.
Soo Ah
mengiyakan sembari mengatakan ia belajar dengan rajin. Ibunya mengeluarkan
ultimatum—meski dengan wajah tersenyum dan ini lebih mengerikan—karena Soo Ah
sudah rajin belajar, ia tidak akan/tidak boleh ada di peringkat 2 lagi. Wajah
Soo Ah seketika berubah, memucat.
Di kamar mereka
(Sevit memiliki dorm khusus siswa) Soo Ah dan Yeon Doo berlatih lagu duet
mereka, mungkin untuk kelas musik. Tetapi Yeon Doo berhenti di tengah lagu
gara-gara masih teringat insiden beberapa waktu lalu yang berakhir dengan
hukuman pengurangan point untuk anak-anak klub Real King.
“Ini benar-benar
diskriminasi! Dia (Bu Kepsek) selalu mengancam akan membubarkan kami!” omel
Yeon Doo sambil menendang selimut. Soo Ah hanya tertawa.
“Mana mungkin
Baek Ho tak mau berbagi menggunakan fasilitas yang enak begitu?”
Soo Ah memotong
kalimat Yeon Doo dengan memberi saran agar Yeon Doo menemui Kim Yeol selaku
ketua Baek Ho. Maksud Soo Ah, Yeon Doo dan Kim Yeol bisa membahas jalan tengah
bagi kedua klub. Yeon Doo tak yakin bisa melakukannya, ia tidak pernah bisa
nyambung jika berbicara dengan Kim Yeol. Soo Ah menerima pesan singkat dari
seseorang, ia berbohong pada Yeon Doo bahwa ia ada rapat dengan organisasi
Siwa, semacam OSIS itulah.
Sepeninggal Soo
Ah, Yeon Doo lanjut menendang selimut dan menggelosoh di kasur. Hahahaha Eun
Ji-ya....
Salah seorang
anggota Baek Ho tergopoh-gopoh mencegat Soo Ah. Sesuatu telah terjadi pada
ruang belajar mereka.
Apa yang
terjadi? Ruang belajar klub Baek Ho benar-benar kacau! Semua serba puith. Entah
apa yang digunakan anak-anak Real King sampai begitu.
Sebagai
balasannya, Baek Ho mencoret-coret lantai ruang dance Real King. Barang-barang
mereka dirusak, bahkan kursi yang diduduki seorang anggota Real King patah
kakinya. Siapa coba yang tidak naik darah?
Yeon Doo
mengikuti saran Soo Ah. Ia mengajak Kim Yeol bicara, di ruang latihan Real
King. Ketika Yeon Doo hendak duduk, Kim Yeol meletakkan dua kakinya di kursi
sehingga Yeon Doo terpaksa berdiri sambil menahan kekesalan.
“Gencatan
senjata?” tanya Kim Yeol santai.
“Untuk sekarang
saja. Kalau kita terus berkelahi, mungkin kita bisa dibubarkan. Cuma kita
saja...” ucap Yeon Doo memasang senyum dipaksakan.
“Kau tidak
melayani yang namanya tamu di sini?? Potong Kim Yeol mengalihkan topik.
“Itu karena kami
miskin, Pak!” sahut Yeon Doo sarkas. Tetapi tetap dilangkahkannya kakinya
menuju box penyimpanan minuman dingin. “Ya, Son-nim! Mau saya ambilkan apa?
Air? Cola?”
“Cola!” sambar
Kim Yeol
“Baik, segera
saya siapkan!” kata Yeon Doo masih dengan bahasa formal.
matanya berpaling ke arah lain. Melihat-lihat
ruangan itu. Ia tak melihat Yeon Doo yang menggoyang-goyang kaleng Cola dengan
penuh semangat. Ia ingin mengerjai Kim Yeol. Habis mengocoknya, dilempaarkannya
botol kaleng Cola pada Kim Yeol.
“Hei, bukankah
ini tidak adil? Klub kita kan agak mirip, tapi cuma kami yang selalu dikutuk
dan didiskriminasi...” kata Yeon Doo menahan dongkol.
“Kau tau Bill
Gates pernah bilang apa? Hidup memang tidak adil. Jadi, yang cepat harus
terbiasa dengan kebenaran.” Setelah berkata demikian, Kim Yeol membuka botol
kaleng Cola, alhasil soda yang telah dikocok muncrat ke mana-mana bersamaan
dengan tendangan Yeon Doo ke kursi yang dijadikan Kim Yeol tumpuan kedua
kakinya, masalahnya kaki Kim Yeol tak sengaja mengait lutut Yeon Doo dan
terjadilah kecelakaan kecil itu. Yeon
Doo jatuh ke dalam pelukan Kim Yeol. Posisi wajah mereka berdua benar-benar
sangat dekat. Sedetik lalu Kim Yeol dan Yeon Doo seolah membeku.
Kim Yeol
tersenyum kecil. “Kau pasti terbebani, kan?” godanya.
Yeon Doo masih
belum lepas dari keterpakuannya.
“Satu, kau yang
berdiri duluan,” tawar Kim Yeol. “Dua, aku duluan yang berdiri. Tiga...” Kim
Yeol medekatkan wajahnya, “berhubung kita sudah terjebak dalam situasi ini,
kita jalani saja...”
Dan klik!
Seseorang
mengambil gambar dari luar. Yeon Doo tersadar dan lantas cepat-cepat menarik
diri. Berdiri.
Tanpa
diperlihatkan wajahnya, si pengambil gambar mengirimkan foto tersebut pada
pihak sekolah dengan caption,
= Saya melaporkan siswa kelas 2 Kim
Yeol dan Kang Yeon Doo atas tindakan tak bermoral =
Pesan singkat
itu masuk ke ponsel Guru Yang. Reaksi Guru Yang cenderung biasa saja, berbeda
dengan Guru Im yang begitu antusias meminta agar gsmbar tersebut dikirim ke
ponselnya, ia akan memperlihatkannya pada Kepala Sekolah.
Guru Yang
mendesah, “Siswa yang bergabung karena nilai mereka dan guru yang mengadukan
pada Kepsek demi cari selamat sendiri... Sekolah kita ibarat mesin yang cukup
dikasih oli. Dasar.”
“Anda bilang
begitu supaya kudengar? Guru Im merasa tersinggung.
“Tentu saja
tidak. Memang untuk kudengaar karena ini memalukan.”
Dengan lugunya, Guru
Im mengangguk-angguk paham.
Keesokan
harinya, papan pengumuman dikerumuni siswa. Ada apa? Yeon Doo muncul.
Disibakannya kerumunan teman-temannya untuk melihat apa yang ditempel di sana.
Seketika ia terperangah.
= Karena tindakan tak senonoh
terjadi di tempat klub mereka, akibatnya pihak sekolah akan membubarkan
klub di bawah ini =
Demikian isi
penguman tersebut. Di bawahnya terpampang foto Kim Yeol dan Yeon Doo.
Real
King dibubarkan.
Anak-anak Real
King mencurigai kubu Baek Ho yang melakukannya. Tak bisa menahan diri lagi,
Yeon Doo menemui Kepsek hanya untuk mendapatkan pencegatana Guru Im di depan
pintu masuk ruangan Kepsek. Di dalamnya, Kim Yeol sedang berbicara dengan
Kepala Sekolah.
Kim Yeol
mendengar teriakan Yeon Doo di luar.
“Dia pasti
merasa bersalah. Kami kan berciuman bersama, tapi hanya klubnya saja yang
dibubarkan. Yah paling tidak harusnya ayahnya orang kaya atau dia rajin
belajar. Kalau begitu keadaannya, pasti tak ada masalah. Sepertiku,” ucap Kim
Yeol terseenyum.
“Pelanggaran
berat, namun kami hanya akan memberimu sanksi ringan. Karena di sekolah nilaimu
bagus dan ayahmu orang yang berkuasa, harusnya aku memberimu banyak
pertimbangan, kan?”
“Pertimbangan?”
Kim Yeol tertawa. “Wow, betapa mengagumkan mendengar kata-kata seperti ini dari
sekolah ini.”
“Kulakukan yang
terbaik untuk hal-hal bertele-tele begini. Kau tak tahu?”
“Jangan
khawatir.” Raut wajah Kim Yeol berubah serius. “ Aku pasti lulus.”
Di luar ruangan,
Yeon Doo belum ingin menyerah. Ia protes kenapa ia tidak bisa masuk padahal Kepala
sekolah ada di dalam ruangan? Menurut Guru Im tak sembarang orang bisa menemui
kepala sekolah. Yeon Doo kesal, sebagai murid ia bahkan tidak punya hak menemui
kepala sekolah? Ia hanya ingin menanyakan siapa yang mengirimkan foto tersebut.
Tak berapa lama
Kim Yeol keluar dari rungan kepala sekolah. Yeon Doo mencak-mencak marah.
Kenapa Kim Yeol bisa masuk dan dirinya tidak bisa? Kim Yeol nyeletuk bahwa Yeon
Doo tak selevel dengannya.
Yeon Doo menarik
kerah Kim Yeol, hendak diseretnya ke suatu tempat ketika kepala sekolah keluar
dari ruangannya dan melihat kejadian itu. Sebelum kepala sekolah sempat
bereaksi, Kim Yeol ganti menarik tangan Yeon Doo dari kerah bajunya. Lalu
tangan kirinya memeluk bahu gadis itu.
“Kau bisa tak
ketahuan lagi kan?” bisik Kim Yeol “Guru bahkan tak mencoba membelamu.”
Yeon Doo
meronta. Tapi Kim Yeol sudah terlebih dulu menyeretnya pergi meninggalkan
kepala sekolah dan Guru Im.
“Kau mau
mampus?” ancam Yeon Doo. Ia dan Kim Yeol berada di salah satu atap gedung
sekolah. “Kita kan tidak berciuman.”
“Terus?”
“Jadi bilang
pada kepala sekolah kalau kita tak berciuman supaya klub kami tidak
dibubarkan.”
“Kau pikir dia
bakalan percaya? Kau benar-benar tolol.”
“Tak masalah mau
percaya atau tidak, inilah yang sebenarnya!”
“Yang sebenarnya?
Yang paling penting bagi kepala sekolah adalah menyingkirkan kalian. Mau
berciuman atau bukan.”
“Kau tidak
penasaran siapa yang mengambil foto itu dan apa alasannya?”
“Orang yang
ingin kalian terlibat masalah dan membuat mereka sendiri terlihat bagus. Lawan
yang ingin membuatku mendapat hukuman. Atau... salah satu anak yang tak
disebutkan di sekolah kita. Bisa jadi salah satu dari tiga ini, kan?” Kim Yeol
tersenyum. Lalu dilangkahkannya kakinya meninggalkan Yeon Doo.
“Meski begitu,
coba bicarakan padanya,” teriak Yeon Doo. “Walaupun dia tidak bakalan percaya,
kita harus membiarkannya tahu.”
Kim Yeol memutar
tubuhnya. “Tidak mau.”
“Satu, tak akan
ada komentar buruk yang mempengaruhiku. Dua, kalau aku bilang padanya dan jadi
bumerang padaku, hal itu tak akan baik. Tiga...” Kim Yeol melangkah mendekati
Yeon Doo lalu membungkuk sedikit sehingga wajahnya dan wajah Yeon Doo sejajar.
“Memangnya kita sedekat itu ya sampai harus menahan kesulitan bersama-sama?”
Yeon Doo
frustasi dibuatnya. “Kau benar-benar kampret!”
“Iya, kan? Aku
sudah sering dengar itu,” tandas Kim Yeol santai sambil berlalu.
Yeon Doo
menggerutu sambil jalan, tak sadar ia tiba di ruang olahraga. Sejumlah anak
laki-laki sedang bermain basket diiringi sorak-sorai siswa perempuan.
“Aku harus minta
Dong Jae mengajaknya main basket,” ucap Yeon Doo di akhir gerutuannya lalu
memasuki ruang olahraga.
“Ha
Dooooong....” teriaknya manja, hampir-hampir menangis.
Ha Dong Jae
mendapat dukungan yel-yel dari murid perempuan di pinggir lapangan. Ia berkali-kali
mencetak angka lewat lemparan langsungnya ke ring basket. Pada satu kesempatan,
seorang lawan mainnya merebut bola dan hendak mencetak angka. Teman-teman
se-tim Dong Jae berteriak menyuruhnya agar membloknya namun Dong Jae seolah
membiarkan lawannya tersebut mencetak angka yang disusul cetusan kecewa rekan
setim Dong Jae. Dua rekan se-tim Dong Jae mengepung dan memprotes cara
bermainnya. Kenapa Dong Jae bermain basket? Dong Jae menjawab karena dia
menyukainya. Jika memang Dong Jae menyukainya bukankah seharusnya dia memblok
lawannya? Dong Jae tidak mau melakukannya.
“Dasar bego!”
rutuk temannya.
Yeon Doo sedari
tadi hanya mengamati di pinggir lapangan datang membela Dong Jae.
“Ya! Bagaimana
bisa kau bilang begitu pada temanmu?” sambarnya.
“Apa?” teman
Dong Jae melotot marah.
Yeon Doo
mesem-mesem diteriaki begitu, tatapannya beralih kepada Dong Jae, pura-pura
marah. “ Kau bilang apa sampai temanmu memanggilmu begitu?”
“Kau tak usah
ikut campur!” bentak teman Dong Jae.
Mereka lalu
memberikan ultimatum kepada Dong Jae, lebih baik dia keluar jika dia tidak main
dengaan benar.
“Aku
main bagus kan?” Dong Jae membela diri. “Aku mencetak 15 point dari 30 skor
kita. Kalian malah menggerutu padaku. Kalau aku tak kalian hadanag, kita pasti
menang. Aku juga bersusah payah.” Dong Jae melirik Yeon Doo yang dibalas gadis
itu dengan senyum manis tanda dukungan.
Temannya
naik darah dan berniat memukul Dong Jae tapi Dong Jae cepat-cepat bersembunyi
di belakang punggung Yeon Doo. Hahahaha. Yeon Doo memasang kuda-kuda sambil
berteriak bahwa dia adalah perempuan, siapapun tidak boleh memukul perempuan. Cute
Tidak ada yang
tahu bagaimana akhirnya, karena beberapa saat kemudian Yeon Doo dan Dong Jae
tinggal berdua di lapangan basket. Yeon Doo berbaring sementara Dong Jae sibuk
melakukan lemparan bola ke ring basket. Yeon Doo mengeluarkan jurus omelannya.
Apa masuk akal cowok cacat main basket? Dong Jae memiliki kondisi psikis di
mana dia tidak bisa menolerir kekerasan fisik dalam bentuk sehalus apapun.
Sementara permainan basket rentan dengan hal itu. Sebab itulah Yeon Doo tak
habis pikir. Apa hebatnya basket itu? Apakah Dong Jae akan tetap bermain
bersama anak-anak yang membencinya? Apa Dong Jae sangat menyukai basket? Dong
Jae menjawab ya.
“Aku sangat
menyukainya....” ucap Dong Jae tanpa meneghentikan lemparannya.
“Baiklah, kau
bisa apa kalau memang kau menyukainya?” kata Yeon Doo menyerah. Tiba-tiba ia
memanyunkan bibirnya, dipilin-pilinnya ujung celana olahraga Dong Jae.
“Ha Dong, kenapa
pula aku datang ke sekolah ini?” tanyanya.
“Aku ke mari
karena kau di sini.” Sahutan Dong Jae tak menolong situasi Yeon Doo sama
sekali.
Yeon Doo
menghembuskan napas berat. “Menurutmu apakah aku bisa bertahan bersekolah di
sini? Argh, aku kesal sekali!”
Ia menelungkup
di lantai dengan satu tangan terlipat di belakang, Dong Jae sudah hapal isyarat
itu. Dia melempar sembarangan bola terakhirnya, diambilnya sebotol susu lalu
diletakkan di tangan Yeon Doo. Aiiih, cute!
Mereka pun bersulang. Ponsel Yeon Doo berbunyi. Secepat kilat dilepaskan
ponselnya setelah membaca nama si penelepon. Yeon Doo bertanya bukankah itu
Ajumma (ibunya Yeon Doo)?
“Kalau kau
angkat, mampus kau. Ini gara-gara dia memarahiku karena dapat pengurangan
poin.”
Ibu Yeon Doo
kesal teleponnya tak diangkat. Saat itu ia sedang berada di restoran miliknya.
Di sana ada pula ayah Kim Yeol. Melihat cara mereka berinteraksi, sepertinya
dua orang ini memiliki hubungan khusus. Aigooo, uri Kim Yeol-Yeon Doo
eottokheyo?
Yeon Doo dan Soo
Ah berjalan bersama. Yeon Doo masih tak bisa menerima kalau Kim Yeol sama
sekali tak berniat meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di antara mereka.
Ditambah lagi ia sangat penasaran siapa yang mengambiil dan mengirim foto itu
kepada kepala sekolah.
Yeon Doo
menerima pesan dari Da Mi, ruangan latihan mereka akan dikosongkan! Tanpa pikir
panjang ia melesat meninggalkan Soo Ah. Sepeninggal Sepeninggal Yeon Doo, Soo Ah memeriksa
ponselnya. Ternyata yang mengambil dan mengirim foto tersebut adalah Kwon Soo
Ah! Setidaknya dengan foto itu dia ibarat menembak dua burung sekaligus. Real
King dibubarkan dan Kim Yeol mendapat masalah. Tapi ayah Kim Yeol adalah orang
penting, dengan kata lain insiden itu tidak berimbas buruk sedikit pun padanya.
Yeon Doo, Da Mi,
Hyo Shik serta anak-anak klub Real King berusaha mencegah pengosongan ruang
latihan mereka. Tapi apa daya, pihak sekolah lah yang menghendakinya. Tetangga
ruangan mereka, Baek Ho mengamati dengan hati menang.
Yeon Doo
teringat kembali pesan kakak kelas
sebelumnya yang memercayakan ruangan itu padanya.
“Kita
diperlakukan bak sampah oleh sekolah tapi kita begitu senang di sini...”
Bu kepsek yang
tahu-tahu sudah hadir di sana, membentak keras atas usaha sia-sia yang
dilakukan Yeon Doo dan teman-temannya.
Yeon Doo
berjanji tak akan membuat masalah lagi, mereka akan diam, jadi bisakah kali ini
mereka dibiarkan?
“Kami tak bisa
hidup tanpa ini, kami tak bisa bernapas tanpa ini...”
“Maksudmu
sekolah ini membuatmu Asphyxia?” sela Bu Kepsek. *)Asphyxia adalah kondisi di
mana tubuh tak cukup mendapatkan oksigen.
“Kalau memang
begitu bagi anak-anak macam kalian, kenapa tidak pindah sekolah saja? Mungkin
sekolah lain lebih cocok buat kalian,” lanjut Bu Kepsek dingin lalu melangkah
pergi meninggalkan Yeon Doo yang kehilangan kata-kata....
=
Bersambung ke Part 2 =
No comments:
Post a Comment
Haiii, salam kenal ya. 😊